Kayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...
Kata orang, omongan adalah doa. Gue nggak nyangka kalau doa gue bakal terkabul secepat ini. Gue memang menghilang dari peredaran kampus, menyepi menyendiri dan apapun istilahnya yang memiliki makna serupa. Tetapi hal itu dikarenakan gue meriang.
"Hacyiiiih..."
"Ck. Istirahat aja, Dek. Nggak usah pergi-pergi dulu. Nyusul Mami nanti aja kalau udah sembuh." Petuah Bang David titisan Bang toyib yang sudah lama nggak pulang. Mami menelpon semalam ketika badan gue mulai nggak enak. Ketika gue bersin, Mami segera menghubungi Bang David dan menitahkan untuk pulang ke rumah Menteng dan mengecek keadaan gue.
Bang David baru sampai satu jam yang lalu, dan benar saja, gue sudah berbaring nggak berdaya di atas tempat tidur. Termometer yang dipasang Bang David menunjuk angka 39 celcius dan membuatnya menghela napas.
"Maafin Kay, Bang," rengek gue. Gue memang cenderung menjadi sangat cengeng kalau sedang sakit. "Abang pasti lagi sibuk banget, ya? Abang kan harusnya nggak di sini." Air mata lolos dari sudut mata gue.
Bang David duduk di samping gue. Menyentil kening gue dan membuat gue mengaduh. "Udah gede masih cengeng aja! Nggak usah mikir macem-macem. Kalau ngerasa bersalah, cepet sembuh."
Gue mengangguk lemah. "Mau peluk." Rengek gue lagi yang membuat Bang David berdecak, namun tetap memenuhi keinginan gue untuk berbaring dan memeluk gue. Pelukan Bang David adalah tempat paling aman di dunia yang hanya milik gue. Pelukan Papi juga masuk ke dalam tempat aman gue. Kedua lelaki itu yang nggak pernah lelah untuk ada di sisi gue selama ini.
"Bang, Kay kangen sama Papi."
"Iya iya. Tidur dulu ya. Besok Papi pulang."
Gue mengangguk. Memejamkan mata dan tahu kalau perkataan Bang David mengenai kepulangan Papi mungkin hanya bualan. Papi terlanjur sibuk di negeri orang. Asik bekerja dan bulan madu berdua bersama Mami. Gue memang nggak begitu paham mengenai bisnis, tetapi kalau mau keluarga gue hidup enak dan nyaman, memang harus ada yang dikorbankan meski itu adalah gue yang nggak ubahnya seperti penjaga kastil.
Gue terkadang iri dengan hidup orang yang nggak sekaya gue, tetapi bisa selalu berkumpul dengan keluarga. Nggak seperti gue yang meski tercukupi materi, namun merana karena merasa sendirian.
"Gimana keadaan adek kamu?"
Samar suara lembut Mami terdengar. Tangan hangatnya menyentuh kening dan leher gue. Membuat gue menghela napas senang.
"David udah kasih obat kok Mam. Mudah-mudahan aja besok dia udah baikan."
"Apa Mami bawa aja ya Kay bareng Mami? Lagi pula, keadaan kita sudah stabil sekarang. Kalau Kay mau sekolah fashion di sana juga sudah bisa kok."
Otak gue berusaha mencerna. Tetapi efek obat tidur dan rasa lelah terlalu kuat sehingga gue nggak bisa lagi mendengar obrolan itu. Lagian, itu pasti cuma mimpi. Nggak mungkin juga Mami ada di sini sekarang. Jarak yang harus ditempuh terlalu jauh.
***
Gue mengerjapkan mata nggak percaya. Tangan gue terjulur dan menemukan lengan Cecep yang segera saja gue cubit kuat.
"Syakiiiit!" Jeritnya manja. Dia mengerjap cepat. Menutup mulutnya dan memberikan sentakan di tangan gue. Cecep lalu berdeham. "Kalau mau KDRT, kabar-kabar dulu, kek!" Cecep kembali mengubah gayanya dan menghilangkan sikap melambainya.
Genta lalu tertawa. Serius. Gue nggak bohong. Genta sedang tertawa di depan gue dan Cecep. Dan posisinya saat ini gue sedang bermalas-malasan di sofa ruang tengah dengan selimut gambar Olaf yang membungkus gue.
"Beybi kok nggak ngabarin kalau sakit sih? Gue kan khawatir." Ujar Genta yang membuat gue makin megap-megap nggak percaya.
"L-lo kesambet ya?" Jawab gue takut-takut.
"Dia bukan kesambet, Kay. Tapi dapet guna-guna dari lo!" Dumel Cecep kesal. Dia lalu mengambil piring buah yang ada di meja depan gue. Memangkunya dan mulai melahap buah anggur dan strawberry kesukaan gue. "Gue dipaksa nemenin dia ke sini. Diseret dengan sangat nggak berperikemanusiaan."
"Ribet banget sih omongan lo." Gue mendengkus kesal.
"Dek, udah minum obat?" Suara Bang David, yang sepertinya baru pulang entah dari mana terdengar. Keningnya mengernyit ketika melihat gue bersama dua laki-laki asing. Cecep nggak asing-asing banget sih. Mami dan Papi pernah ketemu Cecep sekali dan gue juga sering menceritakan kelakuan absurd Cecep ke Bang David. Tetapi untuk bertemu langsung sepertinya baru pertama ini.
"Udah kok. Demam Kay juga udah turun."
Bang David mengangguk. Langkah tegap dan berwibawanya mendekati gue. Menyentuh kening gue dan menepuk pucuk kepala gue sayang. Sewaktu kecil, cita-cita gue adalah menikah dengan Bang David. Karena di mata gue, sosoknya sangat keren dan menyerupai Prince Charming. Mungkin dari situ obsesi gue mengenai pangeran tampan dan menawan. Setelah gue dewasa, gue cukup waras untuk nggak lagi meneruskan cita-cita absurd gue. Kalau manja-manja sih masih sering. Tetapi gue bukan pengidap brother complex yang sangat posesif dengan Bang David.
"Uhm, Bang. Ada temen Kay di sini," gumam gue sedikit malu. Gue memang suka diperlakukan manja. Tetapi kan nggak harus di depan temen gue dan orang yang katanya pacar gue. Lagipula, gue cukup sadar bahwa sebutan pacar itu nggak benar. Belum tentu juga Genta mau berterus terang kepada keluarga gue. Gue juga belum siap sih kalau orang rumah tahu bahwa anak gadis mereka nggak lagi jomlo.
"Yang besar itu Cecep, teman sejurusan Kay. Yang satunya-"
"Genta. Pacar Kayara."
Eh?
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo tahu bedanya bintang dan lo? Kalau bintang bersinar di langit, kalau lo bersinar di mata gue."
-Magenta
Kalau Siwon Choi jadi Bang David, gimana ya? Karena di bayangan gue, David ya Siwon. uwu
Jangan lupa vote komentarnya! Baca juga Twirling dan Rocking ya!