Kayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...
Rencana gue menemui Tante Pinkan hancur sudah. Gue nggak mungkin ke sana ketika keadaan gue nggak happyhappy banget, karena itu akan berpengaruh terhadap rona wajah gue. Gue nggak terlihat shinning shimmering splendid seperti yang gue harapkan karena energi negatif dari Magenta menular ke gue. Iya. We Ow We banget kan karena nama dari Genta Genta itu ternyata adalah Magenta. Nama lengkapnya gue belum tahu, tapi gue pasti bakalan tahu suatu hari nanti.
Magenta itu nama yang unik. Seumur hidup gue, gue belum pernah nemu orang dengan yang begitu. Karena itulah jiwa penasaran gue iseng mencari arti nama itu yang membuat gue mendengkus tidak terima.
Magenta mempunyai arti keseimbangan emosional, harmoni, spritual, intuitif, transformasi atau perubahan, pembangkit semangat, kasih sayang, keceriaan, kepuasaan, kebahagiaan, penghargaan, bertanggung jawab dan inspiratif. (kapanlagidotcom)
"Kenapa lo?"
Gue melirik kesal ke arah samping. Melihat wajahnya yang datar tanpa rasa bersalah.
"Gue bisa balik sendiri. Lo nggak usah modus nganter gue kalau cuma buat ngancam!"
Genta tertawa. Memperlihatkan barisan giginya yang rapi dan gusinya yang berwarna merah muda. Ya ampun, sempurna banget sih dia jadi manusia.
Gue menggeleng cepat. Menepuk pipi gue dan mencubitnya sedikit. Berusaha menyadarkan pikiran gue yang sangat mudah terdistraksi akibat berdekatan dengan makhluk Tuhan yang satu ini.
"Pinter juga lo. Kalau bego lo nggak keseringan, kan gue seneng."
"Gue nggak hidup buat nyenengin ego lo, ya!" Tatar gue tanpa ampun. Gue bersedekap kesal. Ingin mengumpatnya sebab kejadian di kafe beberapa saat yang lalu.
Layaknya adegan di drama korea yang membuat jantung gue badumb-badumb, Genta menarik lengan gue dan mendudukan gue di kursi sebelahnya. Iya, kursi sebelahnya dan bukan pangkuan dia. Jiwa halu gue meronta ingin mengganti scene romantis, alih-alih biasa saja. Ketika gue masih meronta-ronta ingin dilepaskan, dia memanggil pramusaji dan meminta tolong untuk memotret kita berdua.
Genta merangkul gue, membuat tubuh gue membatu. Jepret.
Gue baru saja akan menampol kepalanya, ketika tangan gue dia pegang dan jadi adegan saling berpegangan tangan. Jepret.
Terakhir, gue berniat mendorongnya menjauh alih-alih dia yang tampak tidak melawan membuat tubuh gue terhuyung maju dan posisi kami setengah memeluk. Jepret.
"Lo kan udah punya empat foto, mau apalagi sih lo?" Kata gue kesal. Secinta itu dia sama Syakira Dewata, sampai dia memperlakukan gue seperti ini. Ditambah foto di basement ketika dia main sosor, lengkap sudah bahan kartu As agar gue nggak membeberkan hubungannya dengan Syakira.
"Udah berapa," gue berdeham, "udah berapa lama lo sama Syakira?"
Genta langsung berubah defensif. "Ngapain lo pengen tau? Bukan urusan lo!"
Gue mencibir.
"Lo Fakultaas Ekonomi Bisnis kan? Kenal sama Oca?"
Gue menaikkan sebelah alis. "Nggak. Denger namanya juga baru aja."
Genta lalu melirik gue sekali lagi. "Iya sih. Modelan lo nggak ada pantes-pantesnya jalan sama Oca." Dia lalu tertawa geli. Entah mengapa membuat gue penasaran mengenai se-menakjubkan apa si Oca Oca ini.
Gue lalu mengarahkan dia untuk berbelok ke arah perumahan gue di latuharhari, menyebutkan nomor rumah gue dan membawa mobil gue masuk sampai depan pintu. Sebenarnya itu nggak perlu. At least, dia nggak perlu sampai masuk untuk memastikan apakah gue menyebutkan rumah yang benar karena Pak Satpam dengan sigap menyapa dan membukakan pintu gerbang buat gue.
"Lo tinggal sendirian?"
Gue mengernyit. Mengingat aturan pertama yang Mami katakan untuk keselamatan diri bahwa, jangan pernah mengatakan bahwa gue sendirian di rumah. Kalau Genta berniat yang tidak-tidak, bisa habis gue.
"Ya nggak lah. Mana ada-"
"Lo bohong." Genta menyela.
Hah?
"Dahi lo mengernyit mirip nenek-nenek ketika lo bohong." Dia lalu tertawa dan membuat gue yang nggak sadar telah mengernyit, semakin mengernyit dalam. Gue bahkan mencari-cari kaca agar gue bisa melihat rupa diri saat ini.
"Nih kunci mobil lo, gue balik dulu." Pamitnya kemudian. Dia lalu mengusap, coret, mengacak tatanan rambut gue sebelum berlari menuju gerbang depan.
Gue mengamati sambil menyipit menatap punggungnya. Berusaha menetralkan jantung gue karena perilaku manis dari dia yang nggak seharusnya terjadi. Kalau saingan gue Syakira, itu berat banget. Dia seharusnya bisa menjaga diri untuk nggak genit-genit ke perawan buta asmara macam gue. Pengalaman dalam dunia percintaan gue nol, meski teori cinta yang gue dapatkan dari Disney sudah summa cum laude.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.