21. dewasa

3.1K 450 259
                                    


.
.
.

Di pertengahan bulan delapan, hujan tak lagi datang. Pun sebatas mendung, maupun gerimis yang sebelumnya sering undang keluhan. Kini tak lagi kunjung menghadang.

Ke empat Arsena memang tak akrab dengan hujan, tapi lebih tidak terbiasa lagi dengan terik yang begitu kuat memanggang.

Matahari di pertengahan Agustus, buat ke empatnya malas bergerak. Bahkan si bungsu tak ada niat untuk menjauh dari depan pintu kulkas, yang sudah ia buka setengah jam lamanya.

AC di ruang tv tak cukup untuk turunkan suhu badannya, apalagi karena ketiga Arsena lain jadikan tempat itu sebagai khawasan pengungsian mereka.

Bangchan sibuk dengan pekerjaannya di sofa, biarkan si anak kedua dan ketiga tertidur pulas di lantai tanpa alas apapun.

Lebih sejuk memang. Kalau pekerjaannya hari ini tidak begitu penting.. Mungkin si sulung itu akan ikut bergabung bersama ke dua adiknya.

"Empat jam lagi.." Gumam si sulung pada dirinya sendiri.

Pukul lima nanti, dia harus menjalankan misi. Menjenguk dua bayi besar kesayangan sang kekasih. Minggu lalu, Seungmin titipkan Felix sekaligus Han padanya.

Jadi setidaknya.. sekali sehari sulung Arsena itu akan datang. Sekedar mengecek, apakah dua remaja beda kewarganegaraan itu sudah menghabiskan makanan mereka, atau malah asik melakukan hal lainnya.

Dua hari lalu, Felix tertangkap basah menghibahkan tumis sayur makan siangnya untuk Han. Sementara sehari sebelumnya, Han memaksa Felix meminum habis susu vanila buatan Bangchan.

Bangchan tidak mau kecolongan lagi. Dua anak itu memang butuh perhatian ekstra untuk masalah pola makan. Berbeda dengan ketiga adiknya, yang malah terlalu  banyak mendapatkan asupan.

"Mas, mengko nyang kost e Felix to?" Pertanyan dengan maksud memaatikan itu lolos dari mulut Changbin.

Si anak ketiga sudah bangun ternyata. Atau sebenarnya tidak bisa tidur nyenyak sejak awal. Changbin bawa tubuhnya berguling, jadikan perut Minho sebagai bantal.

"Iyo.. Melu?" Bangchan beri jawaban, tapi atensi nya penuh untuk selesai kan proposal keuangan yang tiba-tiba Bambam serahkan padanya.

Sekertarisnya itu punya urusan pribadi saat ini, dan keluarga lah yang menjadi alasan. Karena itu, Bangchan tidak protes saat sambungan telfon dari Bambam terputus sepihak pagi tadi.

"Endak .. Enek tugas aku." Changbin raih kertas kosong di dekat badannya, kemudian jadikan kertas itu sebagai kipas darurat.

Hari ini panas, walau masih belum melampaui rekor kemarin lusa. Tapi suhu udara yang berhenti di angka 30 , sudah cukup untuk menyiksa para Arsena.

Bangchan lirik ponsel di samping laptopnya yang menyala. Tidak ada satupun notifikasi pesan dari Seungmin disana. Hanya chat dari beberapa kolega wanita, yang masih optimis untuk mendapatkan perhatian si sulung Arsena.

Komunikasi Bangchan dan Seungmin terhenti sekitar lima hari lalu. Tapi, si sulung itu tetap menahan dirinya. Tak ingin memunculkan prasangka apapun yang mungkin bisa menggoyahkan pikirannya.

Kejadian serupa pernah terjadi, maka dari itu si sulung memilih untuk tetap tenang dan menunggu. Baik dirinya maupun Seungmin, bukanlah anak kecil yang butuh memberi kabar setiap waktu.

Setidaknya itu yang bisa dipikirkan Bangchan untuk sedikit meredakan kebingungan di benaknya. Walau dalam hati, si sulung itu paham, jika diamnya Seungmin terasa tak sama seperti terakhir kali.

Seungmin seperti raib, menghilang di telan kesibukannya di rumah sakit. Obrolan terakhir mereka hanya membahas seputar seorang remaja yang bangun dari koma. Seungmin bertanggung jawab untuk merawat anak itu, dan.. Tentu saja. Kabar itu juga turut membuat si dokter muda bahagia.

via : skz lokal vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang