.
.
.Hari masih pagi, saat mendung kembali menyapa Trenggalek. Hari terakhir di bulan Agustus buat hujan sepertinya akan kembali menyapa bumi.
Kata nenek, tgl 31 adalah hari jadi kota Trenggalek. Biasanya akan ada pesta kembang api, bahkan beberapa acara seperti konser musik maupun pertunjukan wayang.
Tapi, kenyataan tentang pandemi buat Hyunjin yang tadinya sudah antusias kembali lesu di depan tv. Si bungsu itu ingin tau apa itu sinden, sesuatu yang jujur belum pernah ia temui selama belasan tahun ia lahir ke bumi.
Semalam, dek vian nya cerita tentang pertunjukan wayang yang si manis itu lihat saat bersih desa. Dan, penggambaran Jeongin tentang cantiknya seorang penyanyi yang disebut sinden, buat Hyunjin mau tak mau ikut tertarik juga.
"Nek.. Nanti beneran ndak ada to wayang e.." Hyunjin tatap nenek disebelahnya melas. Badan si bungsu itu condong ke arah nenek yang pagi ini asik lihat ceramah di tv.
Nenek enggan beri jawaban, ia kira penjelasannya tentang pandemi tadi sudah cukup untuk beri pengertian pada Hyunjin. Tapi tetep aja, si kecil masih tidak terima.
"Gak onok cha, wes to lah.. Ndelok ning youtube lho enek." (gaada cha, udalah.. Liat di youtube juga ada) Bangchan yang duduk bersandar di kaki sofa gantikan nenek untuk beri jawaban.
Si sulung itu baru aja selesaiin sarapannya. Satu bungkus nasi kuning lengkap dengan telur asin tetep jadi menu pagi kesukaannya.
Biasanya, dua jam dari sekarang, papa akan mengirimi nya pekerjaan. Pun saat itu juga, sambungan telfon ataupun video call dari Seungmin akan ikut tersambung pula.
Sejak si sulung itu tahu tentang kondisi Seungmin, telfon maupun vc jadi hal wajib bagi keduanya.
Entah sekedar Bangchan yang menemani Seungmin sarapan, atau Seungmin yang menemai ia bekerja. Seperti itu setiap harinya.
Dan saat malam tiba, obrolan-obrolan yang lebih intens bakalan muncul diantara mereka. Seengaknya sampai si manis itu terlelap, masuk ke dalam mimpi indahnya.
"Emohh mass... Aku kepengen sing asli!!" (gamau mas, aku mau yang asli!)
Hyunjin beralih pada kangmasnya.
Si bontot itu bawa tangannya untuk guncang kedua pundak si sulung, buat badan si sulung ikut bergerak ke sana sini. Namun, jawaban yang Bangchan beri masih belum banyak berubah.
"Youtube ae dek, mirip karo sing asli. Kamu lho yo durung mesti seneng." (youtube aja dek, mirip sama yang asli. Kamu belum tentu suka juga). Ucapnya dengan sabar.
Bangchan ambil HP nya, ada email masuk dari papa. Si sulung itu hiraukan perihal Hyunjin yang banting badannya sendiri ke sandaran sofa. Pekerjaan yang papa kirim pagi ini lebih banyak dua kali lipat dari biasanya, karena itu lah dikirim lebih cepat dari jadwal yang ada.
"Nek, aku ngurus kerjaan dulu. Felix sama Hannif nanti tolong di tunggu ya waktu sarapan. Biar di habisin." Bangchan bangkit dari duduknya, gak lupa beresin bungkus nasi bekas sarapannya tadi.
Si sulung itu bawa kaki nya turun ke lantai satu, berniat selesaikan pekerjaannya di ruang tamu.
Sepeninggalan Bangchan, si bontot masih saja manyun di sofa. Nenek gemas sebenernya, tapi enggan buat kabulkan permintaan cucu nya.
Kalau di turuti, bisa saja nenek undang grup wayang ke rumahnya untuk tampil khusus di depan si kecil, tapi .. Kalau di pikir lagi, lebih baik nenek gunakan uangnya untuk pesta bbq bareng geng arisannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
via : skz lokal vers.
Fanfiction"Corona gak melulu tentang wabah kok, buktinya trio arsena + mas Aresh malah nemu calon menantu buat mama papa di Jakarta." tentang bangchan, dan tiga adiknya yang mudik saat wabah corona.