BBI 14

386 39 3
                                    

Sekarang ia merasa gugup. Ralat. Sangat gugup. Dimana orang yang tidak merasa gugup jika posisi mereka sebentar lagi akan menjadi istri orang lain? Apakah ia bisa menjadi istri yang baik,sedangkan ia masih sekolah? Takdir memang susah di tebak.

Gaun putih yang di hiasi mutiara di setiap sisinya, serta khimar panjang dan mahkota mutiara yang menambah aura kecantikan yang dimiliki. Ia memandangi wajahnya di pantulan cermin yang sudah di balut make up tipis.

"Aduhh, ini si teteh kayak bidadari, cantik, beruntung banget yah si aa nya punya istri yang sholehah cantik pula."

Aisyah hanya tersenyum menanggapi pujian yang di lontarkan sang perias setelah melihat hasil make up nya.

Tok tok tok

Pintu kamar terbuka, menampilkan remaja wanita menggunakan dress panjang berwarna biru laut dan khimar panjang. Ia pun tersenyum dengan mata berbinar melihat wanita di pantulan cermin yang sebentar lagi akan menjadi kakak ipar.

"Masya Allah, Kak Aisyah cantik banget!"

Aisyah berbalik menghadap Renata.

"Makasih Ren," balasnya sembari tersenyum hangat.

Renata mengelus bahu Aisyah berusaha untuk menenangkan, "Kakak gugup yah? Bismillah kak, semoga lancar yah."

"Aamiin"

"Kalau nanti pas nikah, aku juga bakal gugup kaya kakak ga? Atau emang setiap pasangan yang mau nikah emang ngerasain gitu?"

Teh Nisa--perias make up, tertawa mendengar celotehan Renata, "Ya iya atuh, setiap pasangan pasti ngerasain gitu. Teteh juga dulu pas mau nikah gitu,gugup,takut,bahagia. Ah pokoknya mah campur aduk lah."

Renata mengalihkan atensinya menuju Teh Nisa yang sedang membereskan alat make up.

"Emang iyah? Ihh kok aku jadi pengen nikah yah?" Tersenyum geli karena ucapannya sendiri.

"Ehh jangan dulu nikah, fokus dulu belajar. Emang kamu udah punya calonnya?" tanya Aisyah,tersenyum jahil.

"Ihh kak Aisyah! Ya enggak lah masa aku nikah sekarang."
"Jangan salah aku tuh udah punya calon!" Tersenyum meremehkan.

"Wow, siapa emang?"

"Aku gak tahu namanya, orangnya juga ga tahu, tapi yang aku tahu Allah udah nyiapin buat aku. Tertulis di lauhul mahfudz," Renata tersenyum lebar sambil, menaik turunkan alisnya.

"Dasar kamu!" Aisyah geleng-geleng melihat calon adik iparnya ini.

Melirik jam menunjukkan pukul 08:00, tangannya semakin gemetar bahkan terasa dingin, rasa gugup semakin kuat, ketika mendengar ijab qobul terucap lantang. Renata yang sedari tadi menggenggam tangannya pun merasakan apa yang di rasakan Aisyah. Akhirnya terdengar kata 'sah', Aisyah pun merasa lega, dan memeluk Renata sambil menangis terharu.

Renata membalas pelukan Aisyah hangat, "Alhamdulillah, selamat yah kak,udah sah jadi istrinya Kak Rizal, aku seneng banget jadi nambah personil keluarga baru," ujarnya melepas pelukan mereka dan tersenyum tulus.

Pintu kamar terbuka, menampilkan dua wanita paruh baya yang berjalan ber iringan dan tersenyum melihat Aisyah.

" Umiii, hiks ... Maafin Aisyah yang belum bisa jadi anak yang berbakti, maafin Aisyah atas semua kesalahan Aisyah selama ini, hiks makasih buat semua pengorbanan Umi buat Aisyah," Aisyah memeluk Zainab dengan tangisan yang semakin deras.

Zainab mengelus punggung Aisyah dan melonggarkan pelukan mereka, "Aisyah udah jadi anak yang baik,sholehah, Umi bangga punya kamu, sekarang tanggung jawab Umi sama Abi pindah ke suami kamu. Udah jangan nangis nanti cantiknya luntur lagi," Sambil menghapus air mata dan tersenyum lembut.

Bad Boy InsafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang