BBI 15

416 41 0
                                    

Jalanan kota Bandung malam ini tidak macet seperti biasanya,syukurlah.
Aisyah memandang jalanan yang begitu ramai lalu lalang kendaraan,namun cuaca malam hari ini terasa menusuk ke dalam tulang.Dingin. Karena tadi siang hujan deras mengguyur kota Bandung.

Ia semakin mengeratkan jaket yang di kenakannya.

"Pak,mampir dulu ke supermarket di depan," ujar sang lelaki yang duduk berada depan disamping supir.

"Baik den," jawab Pak Dadang--supir keluarga Rizal.

Aisyah melirik sekilas ke depan melihat lelaki yang sekarang telah menjadi suaminya. Semuanya seperti mimpi, menghebuskan nafas perlahan, tak menyangka ia akan satu atap dengan Rizal.

Sekarang ia dan Rizal sedang di perjalanan menuju Rumah mereka. Ya mereka memiliki rumah sendiri yang di berikan oleh orang tua mereka sebagai kado hadiah pernikahan.

Rizal pun sempat menolak, mengapa harus satu rumah? Sebenarnya ia sangat malas. Aisyah pun memberikan alasan kenapa tidak di rumah mereka masing-masing saja karena mereka masih sekolah jadi belum waktunya. Tapi perintah sang nenek dan orang tua mereka tidak bisa di bantah. Bahkan jika mereka ingin tinggal bersama orang tua masing-masing  tidak akan di terima. Jahat ga sih? Demi kebaikan mereka. Tak mau ambil pusing mereka pun pasrah.

'Kalian udah menikah,udah sah pula jadi suami istri jadi baiknya kalian pindah rumah dan satu atap, supaya terbiasa' begitulah kata Abinya Aisyah.

Ia benar-benar masih tidak percaya. Menjadi seorang istri? Dari Rizal yang seorang petakilan dan terkenal dengan kenakalannya? Hah, yang benar saja? Ia masih sekolah, banyak cita-cita yang ingin ia gapai terlebih dahulu. Apakah masih bisa? Siapa tahu kan.

Tapi ia mulai belajar untuk menerima takdir, mungkin ini skenario Allah yang terbaik. Tidak semuanya yang kita harapkan akan menjadi kenyataan. Ketika kita ber-angan tinggi, tidak semuanya akan tercapai karena belum tentu yang menurut kita baik, menurut Allah baik. Ya, Aisyah memiliki keinginan jika suatu saat nanti ia sudah menggapai cita-citanya menjadi sukses. Ia ingin sekali mendapatkan suami yang sholeh, dewasa, akhlak yang baik dan bisa membimbing dirinya ke Surga.

Tidak ada yang tahu apa rencana Allah untuk kita, kita hanya sebagai pemeran dari skenario Allah. Ia sudah di takdirkan bersama Rizal. Menjadi jodohnya. Memang di luar ekspektasinya, bahkan sangat jauh. Tapi tidak ada yang tahu, karena Allah maha pembolak balik hati.

Brakk

Lamunannya menjadi buyar, melihat Rizal ke luar mobil yang tengah berjalan menuju supermarket. Ia sampai tidak sadar mobilnya telah berhenti.

Melihat ke arah sekelilingnya ia menemukan pom bensin "Pak, saya mau ke toilet dulu yah sebentar," kata Aisyah.

Pak Dadang menoleh ke arah belakang "Eh iya Neng, boleh-boleh," jawabnya.

***

"Kenapa belum jalan pak?" tanya Rizal. Setelah ia kembali dan langsung masuk ke dalam mobil. Sedari tadi Pak Dadang belum menjalankan mobilnya.

Pak Dadang menoleh," Itu den, tadi Neng Aisyah ijin ke toilet dulu," jawabnya.

Rizal menoleh ke belakang, bangkunya kosong.
Mematikan gadgetnya yang terus menerus menampilkan notifikasi pesan yang masuk, malas untuk membalas pesan yang isinya pasti pertanyaan dari ke dua sahabatnya karena hari ini ia tidak masuk sekolah dan tidak ada keterangan. Biasanya jika ia bolos pasti tidak lupa mengajak kedua sohibnya. Belum lagi ajakan balap motor oleh musuh bubuyutannya. Melelahkan.

Memejamkan mata sejenak dan memijat pelipisnya yang terasa berat.
10 menit berlalu, mengapa gadis itu belum kembali. Apa dia harus menyusulnya? Ck, merepotkan sekali.

Ia mengedarkan pandangannya mencari Aisyah, langkah pertamanya terhenti ia pun berbalik ketika mendengar suara klakson motor dari arah seberang jalan.

Rizal melebarkan matanya, ketika melihat di seberang sana seorang anak kecil sedang menyeberang. Saat hendak berlari seorang perempuan menarik anak kecil tadi dan sedikit terlempar ke belakang. Wanita tersebut sedikit meringis karena punggungnya terkena aspal cukup keras.

Rizal terus mengamati perempuan dan anak kecil tersebut, ia ingin menolong tapi entah kenapa serasa ... Ah begitulah. Alhasil ia hanya mematung berdiri di tempatya.

Wanita tersebut bangkit dan menenangkan anak tadi yang mulai menangis. Wanita itu mengajaknya berbicara secara perlahan tangisannya pun mereda. Melepaskan jaketnya lalu ia kenakan ke badan anak kecil tadi. Rizal meringis, apakah dia tidak merasa kedinginan?  Sang wanita nampak bebincang lalu tersenyum ke arah anak tadi. Lalu datang seorang ibu paruh baya dengan gerobak yang di dorongnya, dan langsung memeluk anak kecil tadi. Terlihat Aisyah memberikan satu kantong kresek, lalu pamit tidak lupa senyum manis yang terpampang di wajahnya. Dan berjalan ke arah dimana Rizal berdiri. Ya, Aisyah yang menolongnya.

Rizal pun ikut tersenyum tanpa sadar. Entah kenapa melihat senyuman itu menjadi tenang.
"Kak, dari tadi disini? Kok gak ke masuk mobil?" tanya Aisyah yang sudah berada di hadapan Rizal.

Rizal terkesiap, sejak kapan gadis itu sudah berada di hadapannya?
"Lama!" jawabnya singkat.

Aisyah tahu apa yang di maksudkan oleh Rizal," Maaf kak, tadi ke toilet dulu," jawabnya sambil menuduk, tak berani menatap mata elang di hadapannya.

"Masuk!"
***

"Makasih Pak, Mau minum dulu ?" tanyanya kepada Pak Dadang. Setelah membantu membawa koper ke dalam rumah.

"Ga usah neng, lagian bapak juga mau langsung pergi," jawab Pak Dadang.
"Ya udah kalau gitu saya langsung pamit ya Den,Neng?"

"Iya Pak hati-hati. makasih pak," ucap Aisyah sambil tersenyum.

"Makasih Pak," Rizal yang tak jauh dari Aisyah tersenyum tipis.

Pak Dadang pun meninggalkan pekarangan rumah. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Rizal langsung berbalik dan menaiki tangga karena kamar mereka berada di lantai dua. Aisyah menyusul setelah menutup pintu dan menguncinya.

Setelah sampai di atas, Rizal pun masuk ke kamar namun terhenti,lalu menengok ke belakang dan melihat Aisyah masuk.

"Ngapain lo masuk kamar gue?"

Aisyah mengernyit, "Emang kenapa kak?"

"Huft, kamar lo ada di sebelah kamar gue," ujarnya dingin.

"Hah? Kok, kan udah nik--"

"Mulai dari hari ini sampai nanti, lo sama gue punya kamar masing-masing , gue gak mau sama lo, meskipun kita udah nikah."

"Kenapa?"

"Karena gue ga mau sama lo dan gue nikah karena terpaksa, camkan TERPAKSA!"

Aisyah menahan air matamya yang sebentar lagi keluar.

"Kita buat kesepakatan, kita tetep ngejalanin tugas sebagai suami istri, tapi cuman sewajarnya aja. Gak lebih. Gue sebagai suami dan lo sebagai istri, tapi itu cuman pas waktu orang tua kita kesini. Selebihnya terserah," acuhnya.

"Kakak ga suka sama aku? Apa kakak benci?" tanyanya lirih.

Rizal menghendikan bahu," Ya! gue ga suka sama lo, gak akan pernah. Karena lo udah rebut kebahagiaan gue, kalau untuk benci ... liat waktu aja."

Aisyah tak kuat menahan tangisnya, ia langsung pergi dari kamar Rizal dan menuju kamarnya. Ingin rasanya ia pergi saja.

Sakit? Ya! Sangat sakit.

Apakah hari-harinya akan selalu seperti ini?






Hay hay hay

Seru gak?

Kesel ga sih?

Tunggu kelanjutannya yah😘

Vote and comment nya guys:)))








Bad Boy InsafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang