Voices in the Darkness

2.1K 252 12
                                    

"Aku lelah!" gerutu seorang gadis dengan wajah kesal.

"Kenapa lagi? Mara menenggelamkan dirinya pada sosmed lagi?" suara seorang lelaki yang duduk di belakangnya.

"Wanita tua tidak tahu diri! Apa sih yang dia cari," kesal gadis itu lagi sambil melihat Mara -- wanita berusia tiga puluhan yang sedang mengetik di komputernya. "Menurutmu, apa kalau kita membunuhnya apa kita bisa bebas?" tanya si gadis yang bernama Lisa sambil menoleh ke arah lelaki yang sedang berbicara dengannya. Maksudnya, ke arah yang dia anggap tempat si lelaki berada.

"Kita bisa mati juga, bodoh! Apa menurutmu kita bisa bertahan tanpa Mara?" sinis Jungkook. Lelaki yang selalu berada di sisinya apapun yang terjadi.

"Mendekatlah! Aku perlu melihatmu agar tahu kalau kau bukan hanya khayalanku. Aku belum mau gila."

Jungkook bergerak mendekat. Memeluk Lisa dengan erat dari samping kanan dan mencium lembut pelipis gadis berwajah boneka itu.

"Ceritakan padaku, apa yang membuatmu begitu marah dengan Mara," ucapnya lembut tanpa melepas pelukannya.

"Kau tidak lihat? Tuh, wanita tua itu, menghabiskan berjam-jam waktu tidak berharganya di depan semua gadgetnya hanya untuk mengetikkan kata-kata kebencian pada seorang gadis. Gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi lagaknya seakan ia paling mengerti gadis itu," dengus Lisa semakin kesal. Sehingga Jungkook akhirnya menarik tubuh kurusnya untuk duduk di pangkuannya. Seperti seorang ayah yang sedang menenangkan anaknya yang merajuk.

"Lalu?"

"Dia menulis kalau ayah gadis idol itu pernah datang ke seorang peramal yang meramal kalau ingin anaknya terkenal, maka si ayah harus mengorbankan nyawanya. Makanya ayahnya memilih mati demi kesuksesan anaknya. Bukankah dia gila?" gerutu Lisa dengan suara semakin meninggi.

Untungnya Jungkook begitu terbiasa dengan sikapnya. Sehingga mampu membungkam bibir Lisa dengan cepat agar tidak menarik perhatian.

"Bukan itu saja!" lanjut Lisa setelah meredakan emosinya. "Mara menulis kalau idol itu harus have sex sama idol pria terkenal biar tetap sukses!" Lisa melotot marah. "Apa Mara tidak sadar kalau idol perempuan itu manusia? Apa dia kira idol itu tidak akan sedih jika membacanya?"

"Sabar Lisa. Kau bisa membangunkan yang lainnya." Jungkook menoleh ke arah yang ia percaya tempat pintu-pintu kamar yang berjejer. Tempat di mana penghuni lainnya tertidur.

"Bukan itu juga. Ia menuduh si idol terlalu serakah karena di comeback barunya ia akhirnya mendapat cukup banyak part. Memangnya Mara siapa sih? Tuhan? Sampai segitu sok tahunya dengan situasi proses rekaman. Sekolah saja sering dapet nilai ngepas tapi begitu percaya diri menyuarakan pendapat tanpa dasar."

Jungkook mengelus surai hitam pendek Lisa lalu kembali memeluknya sambil menepuk-nepuk punggung sempitnya. Menenangkan gadis bermata bulat di pangkuannya.

"Jika dia begitu membencinya, mengapa ia harus buang-buang uang dan waktu untuk terus mencari tahu tentang idol itu? Bukankah lebih baik menggunakannya untuk memberi komentar positif untuk idol yang benar-benar ia sukai? Ini malah menarik idol lain demi meninggikan idol kesukaannya." Kali ini Lisa menatap ke manik Jungkook meminta jawaban.

Lelaki bertubuh tegap itu hanya bisa menggeleng. Ia pun tidak tahu apa jawabannya. Namun sebisanya ia tetap memberikan pendapatnya.

"Kau tahu, Mara merasa hidupnya penuh penderitaan. Jadi membuat orang lain bersedih setidaknya membuatnya bahagia."

"Itu pendapatmu?!" Lisa menghela napas panjang sebelum akhirnya kembali bicara. "Setiap manusia memiliki deritanya masing-masing. Setiap manusia memiliki hak untuk pilihan jalan yang diinginkannya. Ingin terus berada di kubangan atau bangkit. Dan menjadi salah jika ia menarik orang tidak bersalah hanya untuk meredakan kebenciannya. Apa dia tidak mikir, kalau si idol bunuh diri karena tekanan mental itu berarti dia ikut andil? Itu artinya dia sama saja dengan pembunuh!"

Lagi-lagi Jungkook membungkam bibir tebal Lisa agar suaranya teredam. Setelah yakin Lisa sudah tenang, Jungkook mengemukakan pendapatnya.

"Mara sudah tidak bisa berpikir ke arah sana, Lisa. Jika si idol bunuh diri, dia akan ikut menuliskan ribuan kata simpati. Ikut berteriak menyalahkan mereka yang sama dengannya. Lalu kembali mencari korban lainnya. Selalu begitu patern orang-orang yang menganggap kalau dirinya bisa bersembunyi di balik layar. Padahal, aku yakin -- cepat atau lambat -- jika agensi si idol sudah bergerak, Mara akan dengan sangat mudah ditemukan.

"Tidak ada tempat aman untuk sembunyi jika sudah bermain di jaringan internet." Bersamaan dengan berakhirnya ucapan Jungkook, suara-suara gaduh datang secara bersamaan.

Jungkook yang terkejut langsung berdiri sambil menurunkan Lisa dari pangkuannya. Sedangkan Lisa gemetar ketakutan, merengkuh lengan kekar Jungkook.

"Berdoalah agar kalian tidak mati," lirih suara dingin milik seorang anak berusia sekolah dasar.

¤¤¤

Kini bukan hanya Lisa dan Jungkook yang berdiri berdekatan di pojokan gelap. Di dekat keduanya ada empat orang lainnya. Seorang anak kecil dengan wajah datar yang menatap orang lainnya dengan tatapan membunuh.

Seorang pria kurus botak dengan berwajah lebih tua dibanding usianya yang meringkuk gemetaran. Seorang gadis remaja dengan make up tebal yang sedang mengikir kukunya. Seorang wanita dengan pakaian serba hitam berkacamata tanduk yang membaca buku setebal kamus.

Masing-masing sedang menunggu panggilan untuk menyatakan alibinya jika tidak ingin dituduh ikut menyebarkan kebencian dengan Mara. Hal yang membuat Lisa kembali kesal. Hanya karena mereka berada di tempat yang sama dengan Mara, bukan berarti mereka ikut bersalah kan.

"Ja-jadi apakah sekarang saatnya?" lirih si lelaki botak.

Lisa menatap wajah keras Jungkook yang entah mengapa tetap terlihat begitu imut. Lelaki itu menyadari pandangan Lisa lalu tersenyum lembut padanya.

"Sepertinya pertemuan kita hanya sampai disini, gadisku Lalisa. Semoga saat kita bertemu, kita bukan hanya segelintir kepribadian lain dalam satu tubuh orang kepribadian ganda seperti Mara," ucapnya lembut sambil mengelus pipi tembem Lisa yang basah dengan air mata.

Keenam orang yang tadinya berhimpitan perlahan menghilang. Melebur jadi satu setelah Mara menghabiskan puluhan tahun di rumah sakit jiwa untuk menyatukan kembali kepribadiannya yang terpecah.

¤¤¤

Jeon Jungkook - BTS / Soloist / Songwriter97 Liner - 1 September 1997179 cm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeon Jungkook - BTS / Soloist / Songwriter
97 Liner - 1 September 1997
179 cm

¤¤¤

Ceritanya bisa dimengertikah? 😭😭😭

InterludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang