Nightmare

1.2K 180 7
                                    

Lisa terbangun akibat suara gaduh dari bawah rumahnya. Matanya yang masih mengantuk, dipaksanya terbuka. Sambil mengucek-ngucek matanya dan menguap, Lisa duduk di atas tempat tidurnya.

Ia menoleh ke arah kirinya, ke tempat tidur di sebelahnya. Tempat adik kembar bongsornya masih tertidur pulas. Dengan perlahan, ia turun dari tempat tidurnya menghampiri si adik yang tidurnya mirip seperti orang mati.

"Junhoe!" bisiknya sambil mengguncang lengan berotot adiknya. "Junhoe!" bisiknya lagi setelah pemuda itu tidak juga terbangun. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba dan Junhoe tidak juga terbangun, Lisa menendang bokongnya dengan keras.

Pemuda bongsor itu hampir mengumpati dengan kencang jika saja tangan Lisa tidak dengan cepat menutup mulutnya.

"Ssttt! Ada suara aneh di bawah. Dengarkan!" perintahnya.

Junhoe menajamkan pendengarannya sesuai perintah Lisa. Dengan dahi mengernyit bingung, Junhoe menatap Lisa dengan tatapan bertanya. Sedangkan Lisa hanya menggeleng. Karena ia pun tidak tahu apa yang terjadi.

"Mau kemana kau?" Lisa panik ketika mendapati Junhoe sudah memakai sendal rumahnya dan berjalan menuju pintu kamar mereka.

"Mengeceknya, tentu saja. Menurutmu apa lagi?"

"Tidak! Jangan lakukan ...." Lisa menghentikan ucapannya tampa menyelesaikannya. Tangan yang tadinya memegang lengan Junhoe agar tidak keluar kamar kini berubah menjadi rematan kencang setelah suara-suara mencurigakan di bagian bawah rumah mereka tiba-tiba berhenti. Menciptakan keheningan yang mencekam.

"Ayo sembunyi, Jun. Please," bujuk Lisa dengan suara bergetar. Matanya yang sudah berkaca-kaca menatap Junhoe dengan pandangan memohon.

Pemuda itu hampir menolak ketika ia mendengar suara langkah kaki di anak tangga dekat kamar mereka. Keduanya kini membeku seiring semakin jelasnya suara kaki yang terdengar.

Tangan gemetar Junhoe secara perlahan memutar kunci di pintu kamar mereka. Berharap agar kunci itu dapat menahan apapun yang akan datang ke arah mereka. Lalu meski gemetar, Junhoe merangkul bahu Lisa  dan bergerak mundur secara perlahan dengan tatapan tetap terfokus pada pintu kamar.

Keduanya hampir terjungkal ketika tanpa sadar sudah mundur cukup jauh hingga membentur tempat tidur Lisa. Namun Junhoe dengan cepat menyeimbangkan dirinya, dan menarik lengan Lisa menuju lemari pakaian Lisa.

Keduanya sudah bersembunyi di dalam lemari, tepat ketika pintu kamar mereka perlahan bolong akibat benda tajam yang sepertinya adalah sebuah kampak. Melalui celah pintu lemari -- sambil menahan tangis dan gemetar -- keduanya bisa melihat sebuah tangan bersarung tangan hitam yang masuk melalui bolongan di pintu kamar mereka.

Tangan itu kemudian meraba-raba mencari kunci kamar lalu memutarnya. Lisa hampir menjerit ketika melihat pintu kamarnya akhirnya dibuka dengan mudah. Untungnya tangan Junhoe jauh lebih cepat untuk membungkamnya.

Sosok itu kemudian masuk sambil menyeret kapaknya yang sudah berlumuran darah, langsung menuju lemari tempat Junhoe dan Lisa bersembunyi. Lisa sudah menutup mulutnya kuat-kuat agar isak tangisnya sama sekali tidak keluar, sedangkan Junhoe berusaha sekuatnya menahan pintu lemarinya. Meskipun ia tahu tidak akan ada gunanya karena pintu bagian dalam lemari tidak memiliki pegangan yang kokoh.

Keduanya beringsut mundur ketakutan saat pintu lemari akhirnya terbuka. Lisa malah sudah berteriak kencang sambil memukul membabi buta. Sedangkan Junhoe hanya mematung menatap ketakutan sosok di hadapannya yang terlihat seperti muncul dari film horor.

"Si-siapa kau? Le-lepaskan kami! Ku-kumohon," ucap Junhoe terbata sesaat setelah sosok itu memukul Lisa hingga pingsan. Ia sungguh tidak mengenal lelaki berambut pirang di hadapannya.

InterludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang