Hyssopus

1K 170 16
                                    

"Arrgghh!" seorang gadis menatap pintu kamarnya dengan sewot seakan tatapannya bisa menembus pintu kayu. "Lisa hentikan!" teriaknya.

Entah mendengar atau tidak, orang yang diteriakinya masih tetap berisik dengan suara yang membuat telinga sakit. Dengan gemas, Jisoo -- gadis yang baru saja berteriak -- menyibak selimutnya dan melangkah keluar kamar dengan kesal.

"Bisakah kau diam? Ini sudah tengah malam," hardiknya begitu maniknya menemukan sosok adik perempuannya yang sedang bertengkar dengan seseorang atau sesuatu.

"Oenni! Seharusnya kau memarahinya. Aku tidak bersalah. Dia yang terus menggangguku. Siapa yang bisa tidur kalau dia terus memandangiku. Padahal sudah kukatakan untuk menemuiku besok. Atau kalaupun ia tidak mau pergi, setidaknya jangan masuk ke kamarku. Bagaimanapun aku masih seorang gadis," keluhnya pada Jisoo yang sekarang menatap sinis Lisa.

"Yak! Jangan menggoyang-goyang tanganku. Kau membuatku pening tahu! Dan jangan bicarakan sesuatu yang aku tidak bisa lihat."

"Tapi kau memarahiku, padahal kan aku tidak salah." Lisa merajuk. Kepalanya tertunduk sambil cemberut.

"Lalu siapa yang salah? Dia?" tanya Jisoo menunjuk ke sembarang tempat.

Lisa menggeleng, menggeser tangan Jisoo yang masih menunjuk ke arah yang berlawanan. "Dia ada di sana, Oenni."

"Aish!" kesal Jisoo menghempas tangan Lisa. "Dengarkan aku, Lisa. Aku itu normal. Jadi aku tidak bisa melihatnya. Satu-satunya orang yang kutahu membuat polusi suara di malam hari adalah kau. Jadi aku memarahimu!" dengus Jisoo.

"Jadi menurut Oenni, aku tidak normal?" protes Lisa dengan suara melengking. Sampai Jisoo dengan reflek menutup kedua telinganya dan memelototi adiknya.

"Aku tidak mengatakan begitu! Tapi kenyataannya kau memang berbeda."

"Tapi Oenni tidak adil kalau memarahiku saja," rengeknya sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Jisoo menghela napas panjang sebelum akhirnya meremat pundak Lisa dengan lembut. "Kau kan tahu apa yang harus kau perbuat. Dia pasti punya alasan kenapa mengikutimu terus. Itu satu-satunya jalan, Lisa."

Rasanya Lisa mau mengumpat saja. Jam di dinding ruang tamu mereka sudah lewat tengah malam. Dan Lisa mengantuk. Hanya karena ia bisa melihat yang orang lain tidak bisa lihat, ia jadi harus membuang waktu tidurnya untuk mendengar cerita tidak tuntas sesosok hantu.

Lisa mendelik kesal ke arah sosok yang menyeringai jahil. Sedangkan Jisoo sudah kembali bergelung rapat di atas tempat tidur hangatnya. Meninggalkan adiknya sendirian mengurus sosok yang hanya bisa adiknya lihat.

"Apa tidak bisa menunggu sampai besok?" mohon Lisa sambil cemberut.

Sosok itu menggeleng dan kembali tersenyum. Lisa mengalah dan duduk berhadapan dengan sosok pemuda yang bernama Yoon Jaehyuk kalau di baca dari name tag di seragamnya.

"Apa maumu?"

Jaehyuk tersenyum senang. Senyuman yang dulu mungkin begitu hangat, sayangnya sekarang tidak terlihat seperti itu lagi.

¤¤¤

Lisa mengikuti kemana Jaehyuk berjalan. Untungnya ia sempat mengambil padded coat dan syal untuk menghalau rasa dingin di dini hari. Mereka berhenti beberapa blok dari rumah Lisa. Tempat dimana ada pekerjaan konstruksi sebuah gedung apartemen.

"Kau mau aku masuk? Ngapain?"

Jaehyuk tidak menjawab, melainkan terus memandu Lisa hingga gadis itu menangkap sosok yang pernah dekat dengannya. Sebenarnya bukan dia yang dekat dengannya, tapi almarhum kakaknya -- Kim Doyoung.

InterludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang