Adrestia

1K 178 15
                                    

Adrestia (Ancient Greek: Ἀδρήστεια) in Greek mythology was an epithet for the Goddess of Vengeance, Nemesis, or an alternative spelling Adrasteia. Her name means "she who cannot be escaped"
.
.
.
.

Lisa menatap miris ke seorang pemuda yang duduk di seberangnya. Pemuda yang sebenarnya adalah kekasihnya, Oh Sehun. Kepalanya sedikit menunduk dan menghela napas lelah.

Apa sebenarnya yang ia harapkan. Kejadian yang sama sering terulang. Bukan hanya beberapa kali, tapi hampir selalu. Setiap mereka berkencan, teman masa kecil Sehun hampir selalu ikut. Dan jika sudah begitu, keberadaan Lisa seperti kasat mata.

"Mau sampai kapan kau membiarkannya, Lisa? Aku tidak mengerti caramu berpikir. Seharusnya, melihat Sehun Hyung selalu melupakanmu dan lebih mementingkan teman masa kecilnya, kau sudah tahu ada di mana hatinya," geram Winwin.

Bukan hanya sekali Winwin memarahinya karena membiarkan Sehun menelantarkannya atau tidak mengacuhkannya. Namun Lisa terlalu bebal untuk mendengar nasihat Winwin.

"Oppa ...," gumam Lisa. Berusaha menarik perhatian Sehun yang sibuk bergurau dengan Jangmi. Biasanya Lisa selalu membiarkan kekasihnya melakukan sesukanya, meskipun ia harus merasa sakit. Namun tidak untuk hari ini. Gadis itu harus segera pergi karena ada pekerjaan menunggunya. Jadi mau tidak mau, Lisa harus berpamitan.

"Oppa," panggilnya lagi. Kali ini lebih kencang dibanding sebelumnya.

Sehun menolehkan wajahnya. Menatap Lisa dengan tatapan tidak suka. Ia tidak suka diganggu jika sedang mendengarkan cerita Jangmi.

Lisa menghela napas kasar. Meskipun kecewa, ia tetap harus berpamitan.

"Aku ada pekerjaan Oppa. Kadi aku harus pergi sekarang," senyumnya.

"Begitu? Baiklah. Hati-hati," ucap Sehun tersenyum. Kemudian kembali menoleh ke arah Jangmi. "Lalu apa kucingnya sembuh?" tanyanya dengan mata berbinar. Penasaran dengan cerita Jangmi yang terputus karena Lisa.

Winwin mengikuti Lisa dengan setia. Ia bahkan tidak berbasa-basi pamit pada Sehun yang masih sibuk mendengarkan Jangmi. Sepanjang perjalanannya, Winwin terus saja menasehati Lisa hingga gadis itu tidak tahan lagi. Langkahnya terhenti  dan memutar tubuhnya. Menghadap Winwin yang terkejut dengan gerakan tiba-tiba Lisa.

"Bisa diam tidak sih? Kupingku sakit mendengar suaramu," geram Lisa. Tidak peduli dengan pejalan kaki lain yang menatapnya aneh. Siapa yang tidak merasa aneh jika melihat seorang gadis cantik bicara sendiri.

Menyadari kebodohannya, Lisa kembali berjalan. Berpura-pura menerima telepon. Berusaha untuk tidak peduli dengan bisik-bisik yang mempertanyakan kewarasannya.

"Berhenti menasehatiku, Winwin," tuturnya masih dengan ponsel yang menempel di telinganya. Seakan sedang bicara dengan seseorang di ujung sambungan.

"Bagaimana aku bisa berhenti? Aku sedang berusaha merubahmu agar kau tidak melakukan kesalahan yang sama," kesal Winwin.

"Berisik. Memangnya kau siapa melarang-larangku. Ibuku bahkan tidak secerewet kau."

"Aku mencintaimu, Lisa. Kalau tidak, aku tidak akan repot-repot menciptakan hologram berisikan memoriku lalu menciptakan mesin waktu agar tubuh hologramku bisa mengubah sejarahmu."

Lisa mendiamkan Winwin. Ia lelah. Tanpa diberitahu pun, Lisa tahu ia salah. Terus mencintai orang yang tidak peduli padamu adalah kesalahan dan kebodohan. Tapi Lisa bisa apa? Ia begitu mencintai Sehun hingga rela disakiti. Meskipun begitu, bukan berarti ia harus terus menerus ditegaskan apa kesalahannya bukan.

Berbeda dengan pemikiran Lisa, Winwin justru semakin merasa khawatir. Lisa di jamannya, yakni beberapa tahun ke depan, dijuluki sebagai Adrestia. Seorang dewi pembalasan dendam.

InterludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang