Athena 2 - 34.

476 36 0
                                    

Makasih atas 1k readers nya! rajin2 kasih vote ya😍.

Happy Reading!



Malam ini, Rena sedang makan malam bersama kedua orang tuanya, kak Reva dan Athala yang duduk di sebelahnya. Athala tampak menikmati makanan yang bi Surti masak. Derren masih belum memperbolehkan istrinya melakukan kegiatan rumah tangga dulu sampai benar-benar sembuh total tanpa kursi roda. Oleh karena itu, Derren membutuhkan pembantu rumah tangga dirumahnya.

"Hubungan kalian berdua sudah berapa lama?" tanya Derren tiba-tiba membuat Athala mengangkat kepalanya, ia tersenyum manis,

"Allhamdulilah sudah tiga bulan lebih, Om." jawabnya sopan.

Derren mengangguk, lalu mulai membuka suara kembali, "Minggu depan kalian jangan lupa datang ya. Kak Reva akan menikah."

Rena terkejut, "Nikah? Papa udah tau siapa Ayah dari bayi yang dikandung kakak?"

Reva yang menjawab, "Papa sudah tahu. Kemarin dia minta maaf dan akan tanggung jawab buat nikahin kakak."

Rena bernafas lega, akhirnya kakaknya akan menikah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti kakaknya melahirkan dan mengurus anaknya sendirian tanpa seorang suami.

"Pasti aku dan Athala akan datang, Pa."

Derren mengangguk saja sebagai jawaban, lalu Aira memberikan sebuah pertanyaan yang membuat Athala kaget. Begitu juga Rena,

"Semoga abis kak Reva nikah, Athala segera bertunangan ya dengan Rena." ujar Aira tenang. Athala meraih tangan Rena yang ada dibawah meja, menggenggamnya dengan erat,

"Baik, Tan. Setelah kak Reva menikah, saya akan bertunangan dengan Rena." jawab Athala mantap. Rena menoleh ke arah laki-laki di sebelahnya,

"A-apa tidak kecepatan?" tanya Rena kaget. Athala menggeleng dan mengusap puncak kepala Rena,

"Lebih cepat lebih baik, sayang."

Rena melotot, tak percaya bahwa Athala berani memanggilnya 'sayang' didepan orang tua dan kakaknya. Kak Reva tersenyum sambil terus mengejeknya. Sementara Derren dan Aira hanya bisa geleng-geleng kepala,

"Benar apa kata Athala, Ren. Lebih cepat lebih baik." ujar Derren yang setuju dengan ucapan Athala.

"Ta-tapi aku baru saja bekerja, Pa, Ma." kata Rena sambil memasang wajah sedihnya.

"Setelah kita menikah, kamu cukup urus rumah tangga saja. Urusan pekerjaan biar aku yang urus." ujar Athala sambil terus menggenggam tangan Rena diatas pahanya, Rena mengangguk dan mendadak salah tingkah saat Athala mencium punggung tangannya,

"Tha! ih... ga enak diliat mama sama papa." desis Rena sambil melotot ke arah Athala. Athala tersenyum tenang, sedangkan kedua orang tuanya tertawa melihat wajah Rena yang memerah karena malu.

"Duh mesraannya jangan didepan kakak juga dong." komentar Reva sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Rena mencubit pinggang Athala,

"Athala nyebelin!"

"Gue kapok. Gak mau kerja sama-sama lo lagi, Jen. Muka gua bonyok gara-gara Athala." ujar Edward dingin sambil sesekali meringis kesakitan saat Jenia menekan lukanya dengan handuk hangat. Jenia kesal, rencana nya belum juga berhasil.

"Oke, gue yang bakal bertindak."

Edward menoleh, "Jen. Gue rasa lo gak perlu lanjutin lagi. Mereka saling cinta, Jen. Lo jangan jadi penghancur di antara hubungan mereka gitu dong." pinta Edward memohon. Jenia menggeleng, ia tetap kukuh pada pendiriannya,

"Gue gak bakal nyerah. Gue harus tetap berusaha deketin Athala, Ward."

Edward menghela nafas kasar, "Masih banyak cowok yang mau sama lo, Jen."

"Gue cuma cinta sama Athala, Ward. Dari SMP gue suka sama dia."

Edward memegang kedua pundak Jenia, "Jen, lo tau kan istilah 'cinta tidak bisa dipaksakan'?"

Jenia mengangguk.

"Nah itu. Lo tau kan, cinta itu gak bisa dipaksakan, Jen. Kalau emang Athala gak suka sama lo, harusnya lo ikhlasin aja. Jangan bikin lo jadi bodoh dan murahan dengan cara ngejar cowok yang gak mau sama lo. Lo bukan takdirnya buat Athala. Gue bisa cariin lo cowok yang pas buat lo,"

Jenia menangis. Iya, gadis itu menangis saat mendengar perkataan Edward yang sangat menyentuh hatinya. Apa yang diucapkan Edward benar, seharusnya ia tidak usah mengejar sesuatu yang mustahil untuk didapatkan. Athala bahagia bersama yang lain, ia sadar akan hal itu.

"Mundur aja ya, Jen. Gue akan bantu buat bikin lo lupain Athala."

Jenia mengangguk, lalu memeluk tubuh tegap Edward, sepupunya. Edward mengelus punggung Jenia, "Jangan nangis lagi. Lo bilang lo itu kembarannya wonder woman kan? nah yaudah lo buktiin kalau lo bisa sekuat wonder woman."

"Ngapain kesini?" tanya Edward bingung saat Jenia minta diantarkan ke tempat pemakaman umum. Jenia turun dari motor dan melepas helm, lalu merapikan rambut panjangnya, "Gue mau minta maaf sama seseorang yang udah lama pergi lima tahun yang lalu."

Edward mengernyitkan kening, "Kok bisa?"

Jenia tersenyum getir dengan mata berkaca-kaca, "Gue penyebab dari semuanya. Ayo ke dalam dulu."

Edward mengangguk dan segera mengikuti langkah Jenia didepannya. Jenia menemukan makam Sena yang terlihat mencolok diantara makam yang lain. Jenia langsung mengubah posisi berdirinya menjadi berlutut. Edward memandangi nisan tersebut, "Sena Davania Ayu? dia siapa?"

Jenia menoleh sambil mengangkat kepalanya, "Kenalin, Ward. Dia Sena, pacar Athala sebelumnya."

Jenia kembali menatap pusara Sena dihadapannya, "Hai Sen. Gue datang buat yang pertama kali. Maaf banget, Sen. Gue punya salah besar sama lo, gue yang udah buat lo begini." lirih Jenia yang mulai menangis, air matanya luruh begitu saja. Edward ikut berlutut dan mengelus pundak Jenia,

"Jangan nangis, Jen."

"Gue minta maaf banget sama lo, Sen. Seandainya waktu dulu gue gak iri sama lo, gue gak ganggu hubungan lo sama Athala, pasti sampai sekarang lo masih ada. Maafin gue, Sen... gue merasa berdosa banget sama lo."

Edward terus menenangkan gadis disebelahnya, "Jangan sedih. Kalau lo kayak gini nanti Sena ikutan sedih di sana. Lo gak mau kan? dia udah tenang disana. Mungkin emang udah takdirnya dia pergi,"

Jenia menggeleng, "Kalau seandainya waktu dulu gue gak jahat, pasti dia masih hidup sampai sekarang, Ward." balas Jenia lirih.

"Gue paham, Jen. Tapi yaudah ya, lo cukup doain aja. Hapus air mata lo." suruh Edward, Jenia mengangguk dan langsung mengusap air matanya di pipi. Setelah berdoa, Jenia menaburkan bunga-bunga di atas gundukan tanah tersebut, "Gue pergi dulu ya, Sen. Lain waktu gue kesini lagi kok."



Akhirnya Jenia tobat:) semoga seterusnya begitu ya, Jen.

Bau-bau ending udah mulai muncul nih😂

Hmm, maaf kalau part ini pendek.

Jangan lupa vote nya guys!

TBC.

Athena 2 [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang