"Tolong tanyakan pada Tuhanmu, bolehkah aku yang bukan umat-Nya mencintai hamba-Nya?"
-Xiao Dejun
Dapatkah aku dan dia melampaui kerasnya perbedaan?
Akankah kisah kami berakhir manis?
#1 : romansa sekolah
Sedang tahap revisi.
cr. Sartika Ayu Wulanda...
Disarankan untuk membaca sambil memutar mulmed diatas ya.
Happy reading!💚
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Xiaojun POV
Aku menatap nanar makam basah bertuliskan namanya dihadapanku. Keadaan sudah sepi karena pemakamannya sudah selesai sejak dua hari lalu. Aku memang sengaja datang terlambat karena aku mana mungkin sanggup melihat gadis yang begitu kucintai harus dikebumikan.
Pandanganku agak mengabur karena netraku penuh dengan bulir air mata. Aku mengambil posisi berlutut, membiarkan kedua lututku bertumpu pada tanah. Aku mengusap nisan yang terbuat dari kayu itu lembut, seperti saat aku mengusap helaian surainya semasa kami bersama.
"Gak ada yang lebih pedih dari pada kehilangan kamu. Cintaku gak akan mungkin beralih, sampai mati aku cinta sama kamu, Sartika Ayu. Sekarang aku sendirian, cuma bisa liat bayangan kamu. Aku cuma bisa inget-inget kenangan kita sendirian..." Aku tersenyum pilu, masih dengan tangan yang setia mengusap nisannya.
Kembali, air mataku terjun bebas dari kedua pelupuk mataku. Kalau dia bisa melihatku sekarang, mungkin ia akan marah-marah karena aku jadi cengeng begini. Tapi, kehilangannya memang sesakit ini.
Setelah kehilangannya, senja yang biasanya indah pun jadi sendu di pandanganku. Rasanya aku menyesal tidak mengucapkan 'aku mencintaimu' kepadanya sejuta kali dalam sehari. Sekarang aku sendirian, sekarang aku kesepian. Tidak akan ada lagi gadis lembut nan manis tetapi cerewet yang akan mengusik jam kerjaku. Dia tidak akan lagi mengingatkanku untuk makan tepat waktu.
Mungkin aku memang masih bisa tersenyum, tapi tetap tidak akan selepas dulu saat bersamanya. Semuanya terasa sangat berbeda, tanpanya hidupku benar-benar hampa. Dia dan kenangan, menyatu dalam memoriku.
Dia dan segala kenangan, menyatu dalam waktu yang berjalan membuatku yang kini sendirian hanya bisa menatap bayang-bayangnya, mengingat-ingat momen indah yang telah kami lalu bersama.
Aku mengepalkan kedua tanganku di depan dada, sedikit mendongak dan mulai berdoa dalam hati. Meminta kepada yang maha kuasa untuk memberi tempat terbaik untuknya dengan berlinang air mata.
Rindu memenuhi relung hatiku. Aku menyesali waktu, mengapa dulu aku tidak meluangkan lebih banyak waktu untuknya? Semua yang terjadi benar-benar membuatku rasanya ingin mengakhiri hidup.
"Maafin aku ya. Aku udah gagal jadi pasangan kamu, harusnya sejak awal aku gak usah datang ke kehidupan kamu." sesalku.
Semilir angin siang itu menyibak helaian rambutku, membuatnya semakin berantakan, bahkan hingga menggugurkan beberapa kuntum bunga kamboja putih dengan aroma khas yang letak pohonnya tak begitu jauh dariku membuat hatiku terasa semakin sakit.
Mati-matian aku menahan tangisku, namun usahaku tidak membuahkan hasil sesuai harapanku. Dadaku terasa sangat sempit. Air mata terus turun tanpa seizinku, aku menangis sejadi-jadinya di depan pusaranya.