"Tolong tanyakan pada Tuhanmu, bolehkah aku yang bukan umat-Nya mencintai hamba-Nya?"
-Xiao Dejun
Dapatkah aku dan dia melampaui kerasnya perbedaan?
Akankah kisah kami berakhir manis?
#1 : romansa sekolah
Sedang tahap revisi.
cr. Sartika Ayu Wulanda...
Jangan lupa tekan bintang sebelum membaca! Happy reading💚
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bertatap mata dengannya membuatku ingin menghentikan waktu. Obsidian setenang danau miliknya selalu sukses membuatku jatuh cinta semakin dalam." -Sartika Ayu
Selamat datang akhir pekan! Dengan senyum lebar, aku menyambut dengan suka cita kedatangan hari sabtu kali ini sebab nanti siang aku dan Xiaojun akan berkencan. Ah, senangnya! Aku juga benar-benar rindu padanya mengingat intensitas bertemu kami yang memang tidaklah banyak.
Meski masih harus menunggu beberapa jam lagi, namun antusiasku sudah begitu tinggi pagi ini. Aku sudah sibuk membongkar isi lemari pakaianku memilah pakaian mana yang sebaiknya kukenakan untuk berkencan dengan pacarku tercinta.
"Ayu ada temen kamu nih!" teriak Mama dari arah ruang tamu.
Aku spontan menyembulkan kepalaku di sela pintu kamar, memastikan siapa yang berani menggangu kerepotanku untuk bertemu pacarku nanti.
Setelah manikku menangkap sosok teman yang dimaksud oleh Mama, mataku langsung membulat sempurna. Netraku menangkap sosok pria berwajah Kaukasoid tengah duduk di sofa ruang tamu rumahku.
Bagaimana dia bisa tahu rumahku? Cepat-cepat aku menyisir rambutku, memakai beberapa semprot parfum dan membubuhi bibirku dengan lipbalm transparan aroma nanas tipis-tipis.
"Iya tunggu bentar, Ma!" balasku akhirnya.
Setelah yakin penampilanku tidak mirip orang gila, aku keluar dari kamar berniat menemui tamu yang mengaku temanku itu. Sosok tampan itu mengenakan kemeja berwarna biru langit polos dipadu dengan celana jeans berwarna senada. Rambutnya ditata dengan polesan pomade menambah kesan maskulin sekaligus rapi.
Sialan, kok dia makin tampan? Menyadari kedatanganku, Mama lantas undur diri dengan alasan mau mengambil minuman dan camilan.
"Tumben banget Der, sampe repot-repot kesini. Ada perlu apa?" tanyaku langsung pada intinya.
Hendery menghela pendek lalu memberi atensi penuh padaku, "Mau sarapan bareng gue gak? Kebetulan gue punya voucher makan buat dua orang tapi gak ada yang bisa gue ajak,"
Semalam aku mimpi apa sih? Bisa-bisanya Hendery menghampiriku langsung kerumah, konyolnya lagi menawariku sarapan diluar. Apa kepala anak ini habis terbentur? Dan lagi apa katanya, voucher? Orang terlalu kaya seperti dia mau pakai voucher? Omong kosong macam apa itu?
Kulirik arlojiku sekilas, jarum pendeknya menunjukkan pukul 9 pagi. Masih waktunya sarapan memang tapi rasanya pergi dengan pria ini terlalu penuh kejutan aku takut tidak kuat dan malah pingsan.