Sejak kepergian kakaknya, ia menjadi semakin cengeng. Menyalahkan diri sendiri atas kejadian itu. Hingga suatu hari, ia berubah 360 derajat. Perubahan yang membawa hidupnya menjadi lebih baik. Memiliki hidup yang di impikan bukanlah suatu kebetulan...
Aku bakal UP ya, thanks untuk teman-teman yang selalu support cerita aku. Jangan lupa follow, vote dan komen ya.. biar aku tau nih siapa aja yang mampir, hehee..
Follow ig ku juga ya febrianazhuang
Happy reading guys^^
Chapter 16
Akan ada lelaki lain yang lebih menghargai kamu di luar sana. Mungkin tidak sekarang, tetapi kamu pasti akan dipertemukan dengannya –Secretary
"Baiklah, terima kasih banyak," lelaki itu setengah membungkukkan badannya.
"Ih! Apaan? Jangan begitu, malu dilihatin orang. Eh! By the way, dari mana lo tahu gue anak kecil waktu itu?
"Itu,"
Jane mengikuti instruksi dari jemari lelaki itu. Ia menunjuk seuntai gelang yang melingkar di tangan kanan gadis itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gelang?" kata Jane.
"Iya, aku mengingatnya, ketika kamu memberikan burger pada adik ku, aku melihat gelang yang sama. Dari sana aku yakin gadis kecil waktu itu adalah kamu," jelas lelaki itu.
"Benar, ini gelang peninggalan dari Kakak gue, ia membuatnya sendiri," Jane mengelus gelang yang melingkar di pergelangan tangannya.
Ting!
"Astaga! Gue duluan ya, sebentar lagi ada rapat," ujar Jane sembari berlari menuju dalam lift.
***
Jane mengemas kertas-kertas yang tersebar di atas meja. Rapat pemegang saham berlangsung tiga jam lamanya. Hal itu membuat Jane merasa lelah dan mengantuk, alasan lain yang menyebabkan hal tersebut karena kurangnya jam tidur yang dimilikinya semalam.
"Vin, gue izin ya, mau ke rumah sakit. Siska masuk rumah sakit sekarang hanya ada Lilis yang menjaganya," izin Jane.
"Baiklah, lo juga jangan lupa istirahat, muka lo kelihatan lelah banget. Jangan pula nanti lo yang gantiin posisi Siska," lelaki itu menepuk lengan gadis di hadapannya.
"Enak aja lo!" Jane menunjukkan jotosnya pada lelaki itu.
Mereka melangkah beriringan meninggalkan ruang rapat. Kevin kembali ke dalam ruangannya, sementara Jane menuju meja kerjanya dan bergegas membereskan barang-barang miliknya.
"Eh! Baby, mau ke mana lo?" tanya seorang lelaki dengan suara gemulainya.
"Gue ada urusan, duluan ya Sule," pamit Jane, ia berjalan menuju lift sembari melambaikan tangannya pada lelaki itu.
"Ah, mentang-mentang sekretaris utama, pulang sesukanya," terdengar suara seorang wanita yang menyindirnya.
"Bye Baby! Hati-hati di jalan ya," teriak Sule, membuat gadis yang berbicara tadi melotot padanya.
Plak!
Tangan lebar lelaki itu mendarat tepat di depan meja seorang wanita, "lo, kalo masih mau kerja di sini, hati-hati mulut lo! PAHAM?!" ancam Sule.
"Kok lo yang ngatur? Lo udah jadi jubirnya sekarang?"
"Sudah Sule, sudah," ujar seorang rekan, sembari berjalan menghampiri Sule dan menggandeng tangan lelaki itu seraya menyeretnya ke ruang istirahat.
"Hati-hati lo," ujar Sule sebelum berlalu meninggalkan wanita itu.
***
"Sorry, gue baru bisa datang, tadi usai rapat gue pulang mandi dulu,"
"Enggak apa beb, dari tadi ada Lilis kok yang nemani gue,"
"Gimana keadaan lo?"
"Udah baikan kok, kata Dokter gue belum bisa kerja berat saja, tapi besok sudah boleh pulang ke rumah kok," jelas Siska.
"Baguslah! Sebenarnya, apa sih yang terjadi sama lo?" tanya Jane kembali.
Siska bangkit dari posisinya, Lilis membantu gadis itu untuk mengubah posisi dari baring menjadi setengah duduk bersandar.
"Maaf ya, gue selama ini bohong sama kalian. Tentang hubungan gue dengan Alero. Sebenarnya hubungan gue dengan dia enggak sebaik yang kalian kira. Alero orang yang baik, awalnya ia sangat baik dan sayang sama gue. Tapi gue enggak tau, kenapa semakin lama dia semakin berubah, yang awalnya suka beliin gue hadiah, sekarang jadi suka minta duit sama gue, yang dulunya enggak pernah mukul gue, sekarang bahkan berani melukai gue," Siska terlihat sedih, air mata menetes begitu saja, jelas ia sangat tersakiti. Bukan karena luka yang dialaminya, namun hatinya yang sakit, orang yang sangat dicintainya berubah menjadi monster yang menakutkan.
"Sudah berapa lama hubungan kalian memburuk?" tanya Jane.
"Udah hampir setengah tahun Jane,"
"Gila lo? jadi selama setengah tahun itu, lo masih bertahan dengan pria brengsek yang main fisik itu," tegas Lilis.
"Dia enggak brengsek Lis," suara gadis itu terdengar gemetar.
"Sudah Sis," Jane memeluk sahabatnya, ia berharap sahabatnya akan merasa lebih baik dan tenang.
"Jadi sekarang gimana?" lanjut Lilis.
"Gue sebenarnya udah putus dengan Alero sebulan yang lalu, tapi kadang dia masih sering ke rumah untuk minta uang. Karena semua kontak dia gue blokir, hanya itu cara dia bisa minta uang dengan gue. Gue merasa depresi Jane," air mata gadis itu kembali mengalir di wajah, dengan sigap Lilis menghapus air mata itu, kini suaranya terdengar semakin bergetar dan pelan, "gu..e.. mer..asaa.. depresi, kemarin gue pergi," gadis itu terdiam, memejamkan kedua matanya dan menenangkan dirinya sejenak, "gue kemarin pergi cari Dokter, gue diduga terkena gejala bipolar, Dokter minta gue untuk menghentikan aktivitas gue dan pergi melakukan aktivitas yang menyenangkan, karena gue terlalu stres, itu alasan kemarin gue ke Malaysia. Maaf gue enggak bermaksud bohongi kalian," lanjut Siska dengan suara pelan dan sedikit mulai terasa tenang.
Lilis memeluk gadis itu, "no problem beb, yang penting semua itu demi kebaikan lo," sesekali Lilis mengelus kepala sahabatnya.
"Benar Sis, lo kalo ada masalah, ceritain saja ke kami, jangan lo pendam sendiri Sis, lo akan nyakiti diri lo sendiri saja," ujar Jane.
"Dan lo, wajib lupai si brengsek itu. Dia enggak ada gunanya Sis, akan ada pria lain yang lebih menghargai lo di luar sana, mungkin enggak sekarang, tapi suatu hari nanti, lo pasti akan dipertemukan dengan dia yang lebih baik," sambar Lilis.
"DAN! KALO SI BRENGSEK ITU MASIH BERANI KE RUMAH LO! TELPON GUE! BIAR GUE BUNUH TU ORANG!" lanjut Lilis, dengan tegas dan penuh dendam sembari kedua tangannya mengepal geram.
"Merinding gue," jawab Jane. Seketika mereka tertawa, tingkah Lilis berhasil menghibur Siska, meski butuh waktu untuk benar-benar menjadi lebih baik. Siska merasa beruntung, punya dua sahabat yang sangat care padanya.
***
Ting Tong!
Ting Tong!
Drrt.. drrt..
"Hallo,"
"..."
---
Sekian dulu ya guys :)
jangan lupa ikuti teros yaa up cerita ini, hehe..
jangan lupa di komen ya, ngasih masukan juga boleh.. follow dan vote juga dong yang pastinya :p