Chapter 17

138 29 13
                                    

Haii Haii Haii semuanyaa, i'm back.

Aku update lagi ya, yuk disamperinn, jangan lupa follow, vote dan tinggalkan komentarnya ya,

Happy Reading^^


Chapter 17

Banyak kok yang peduli, hanya saja kita tidak menyadarinya –Secretary


Ting Tong!

Ting Tong!

Drrt.. drrt..

"Hallo,"

"..."

"Baik Pak, saya tunggu, maaf merepotkan Bapak," ujar Lika, sementara pandangannya tertuju pada gadis yang berjalan keluar dari apartemennya.

"..."

Cklek!

Tut.. tut... tut...

Jane melangkah pelan sembari mengamati wanita yang berdiri di seberang pintu apartemennya. Wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk pada gadis di hadapannya. Pandangan Jane masih belum bisa lepas dari ibu dan anak itu. Ingin bertanya, tetapi ada keraguan di dalam dirinya. Hingga akhirnya wanita paruh baya itu membuka suara.

"Saya tidak membawa kunci, jadi sedang menunggu dibukakan pintu,"

"Oh.. Ibu tinggal di sini? Saya tetangga Ibu," Jane menunjuk pintu apartemen miliknya, "nama saya Jane, semoga ke depannya kita dapat lebih akur, saya duluan Bu," lanjut Jane, sembari melangkah meninggalkan wanita itu. Tidak menggunakan lift, pagi ini Jane menggunakan tangga untuk menuju lantai dasar, anggap saja sekalian olahraga, pikirnya.

Waktu yang bersamaan, sosok yang ditunggu Ibu Lika akhirnya tiba.

"Maaf Bu saya lama,"

"Enggak apa Pak, salah saya juga menghilangkan kunci apartemen Bapak,"

***

"Ehm, beli apa ya, kayaknya aku butuh snack deh, biar ada teman nonton drakor, yang mana ya, ehm," gumam Jane sembari mendorong trolley di tangannya sementara pandangannya menjelajahi berbagai macam snack yang tersusun rapi di atas rak. Lorong demi lorong ia masuki untuk mencari semua barang yang dibutuhkannya.

"Eh, pengen itu! Tapi tinggi amat letaknya," Jane berusaha meraih setoples chocolatos yang tersusun di rak paling atas.

"Mau ini?" Jane terkejut, tiba-tiba ada tangan yang menjulur dari belakang badannya. Gadis itu kemudian membalikkan badannya dan mendongak kepalanya ke atas.

"Beto,"

"Mau ini?"

"Ah, iya,"

"Nih," lelaki itu memberikan benda berbentuk tabung itu kepada Jane.

"Thanks, hehe, lo ngapain di sini?" tanya Jane.

"Belanja, emang gue enggak bole ke sini?"

"Boleh sih," lirih Jane.

"Supermarket itu tempat umum kali Jane," lanjutnya.

"By the way, lo enggak kerja?"

"Belum, hari ini gue masuk shift sore,"

"Ooh, sama siapa lo ke sini?"

"Sama papa gue, lo?"

"Oh, mana papa lo? gue sendirian aja sih,"

"Kenapa? Mau ketemu camer?" goda Beto.

"Ih! Apaan sih lo!" Jane berjalan meninggalkan lelaki itu.

"Eh! tunggu," Beto lekas mengejar langkah gadis tersebut.

Akhirnya Beto memutuskan untuk menemani Jane mengelilingi supermarket tersebut. Tidak benar-benar menemani, lebih tepatnya lelaki itu hanya membuntuti gadis tersebut.

"Lo apaan sih? Ngikutin gue terus dari tadi? Katanya mau belanja, tapi enggak ada satupun barang yang lo ambil?" ujar Jane.

"Ekhm!" dengan serentak Beto dan Jane menoleh pada pemilik suara itu.

"Di sini rupanya, diajak belanja malah godain anak gadis orang," ujar Dito.

"Nah, tu benar tuh kata Pak Dito," sambar Jane sembari berpindah posisi ke samping Pak Dito dan mengandeng lengan lelaki tua itu, "anak durhaka dia kan Pak? Masa dibiarkan papanya belanja sendirian," lanjut Jane.

"Nih dorong!" Dito medorong trolley di hadapannya kepada puteranya itu.

"Nih sekalian," Jane mengambil alih keranjang belanjaan Pak Dito dan menaruhnya di dalam trolley yang berisi barang belanjaan miliknya. Kemudian gadis dan bapak tua itu lebih dahulu berjalan menuju meja kasir.

"Lah? Itu papa gue wei!" Beto terlihat binggung dan terpontang-panting menyusul kedua manusia itu.

Lama mengenal Pak Dito, Jane sudah dianggap seperti putrinya sendiri. Tak kalah juga dengan Beto yang selalu membantu Jane atas permintaan papanya.

***

"Sudah, sampai di sini saja, thanks ya, bye Pak Dito" ujar Jane sembari melambaikan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menenteng barang belanjaan miliknya.

"Lo enggak pamit sama gue?" tanya Beto.

"Enggak! Blek!" ejek Jane, kemudian ia berjalan menuju gedung apartemennya.

"Sudah! Kamu sini," Dito menarik daun telinga puteranya sembari mengintruksi untuk pulang bersamanya.

***

Dengan barang belanjaan yang banyak, Jane memutuskan untuk menggunakan lift menuju lantai delapan. Dengan antusias ia menggantung plastik belanjaan di pergelangan tanyannya, gadis itu juga menyicipi es krim yang berada di tangannya sejak tadi.

Ting!

Pintu lift terbuka, dengan sedikit kesusahan gadis itu menuju lorong tempat tinggalnya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti.

Tlak!

Semua barang belanjaan serta es krim milik gadis itu terjatuh di atas lantai.

"Kamu!" jari telunjuk gadis itu menunjuk lelaki yang berdiri di hadapannya, tepat di tengah lorong menuju pintu 802.

"Lo buntuti gue lagi?" ujar lelaki itu. 

"ENGGAK!" jawab Jane spontan.

"Terus? Ngapain lo di sini?" gadis itu terdiam dan melotot, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.




---


Eits, sampai di situu.. hehe.. ada yang tahu siapa lelaki ituuuuu?? wkwkwk

chapter ini agak pendek ya? enggak apa lah ya, nanti bakal aku up lagi (kalo lagi senggang) hihiihi..

maap ya masih banyak typo bertebaran, yuk ikuti terus dan dukung aku terus ya, cukup dengan di follow, di baca, vote dan komen ya, hehe..

ada pesan untuk mereka?

Jane?

Beto?

love you all, see you in the next chapter^^


SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang