Hallo semua, apa kabar nih?
Jane kembali, hehe, jangan lupa di vote dan tinggali komen kalian ya
Maaf ya semua kalo banyak typo, hihii
Happy Reading^^
Chapter 21
Bukannya cengeng, hanya saja tidak tahu bagaimana cara menggungkapkan rindu –Secretary
"Akhirnyaaaaa." Jane menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang yang sudah memanggilnya sejak tadi. "Akhirnya gue bisa meluruskan tubuh ini," gadis itu merenggangkan otot-otot tubuh yang terasa kaku.
Sedikit merasa lelah dan pegal dengan tubuhnya, Jane akhirnya tertidur setelah berbaring di atas ranjang. Tidak lupa ia menyetel alarm tepat satu jam sebelum jam sembilan.
***
"Selamat malam Pak Iwan,"
"Malam, akhirnya kita berjumpa ya. Ini adalah?"
"Oh, ini asisten saya,"
Para pembisnis itupun mulai membahas kerjasama yang akan mereka lakukan kedepannya. Mulai dari perjanjian kontrak dan beberapa proyek besar yang akan dilakukan bersama. Perusahaan yang dapat bekerja sama dengan Crown group ibarat memenangkan luckydraw seumur hidup.
Lelaki itu percaya perusahaan asing tersebut pastinya akan sangat membantu perkembangan perusahaan miliknya. Pembicaraan mereka diakhiri dengan obrolan ringan dan basa-basi sebelum Pak Iwan pergi meninggalkan mereka.
"Mr. Paul titip salam dan maaf karena tidak dapat hadir malam ini, beliau masih di luar negeri,"
"Oh, tidak masalah Pak, senang rasanya saya disambut dengan baik dan semua pembicaraan berjalan dengan lancar,"
"Iya, sisanya besok tinggal ke kantor kita selesaikan hitam di atas putih," ujar Pak Iwan diiringi dengan ketawa ringan.
"Pastinya Pak,"
"Baik, see you." Pamit Pak Iwan, kemudian ia meninggalkan posisinya diikuti oleh supir dan juga seorang asistennya.
***
"Siap!"
Jane memoles bibir mungilnya dengan lipstik merah yang membuat bibirnya terlihat segar bak buah ceri. Ia meraih benda pipih yang tergeletak di atas kasurnya. Dengan santai ia mengirim pesan singkat pada Kevin.
Jane Princella
Gue udah siap.Kevin Theo
Sama, gue juga."Cepat banget balasnya," gumam Jane.
Ting! Tong!
Cklek!
"Nyenyak tidurnya sayang?" goda Kevin. Lelaki itu berdiri di depan pintu kamar Jane, dengan posisi setengah menyandarkan bahunya pada bingkai pintu hotel tersebut.
"Apaan sih! Kok lo tau gue tidur?" Jane mengerutkan dahinya.
"Iya lah! Di gedor pintunya kagak dibuka-buka, sampe gue teriak-teriak pakai toa lo juga enggak buka pintu,"
"Ha? Jam berapa lo ke sini? Lo bilangnya jam sembilan?" tanya Jane heran.
"Aduh Jane! Jane! Lo polos apa bego sih?"
"Maksudnya?"
"Lo lagi di mana?"
"Au..stali..aa" jawab Jane ragu.
"Makanya, stell tu jam tangan lo ke jam Aus!"
"Astaga! Jadi maksud lo itu jam sembilan Aus dong?"
"Iyalah bego!" Plak! Lelaki itu menyentil dahi gadis di hadapannya.
"Jadi sekarang gimana? Pak Iwan gimana?"
"Udah pulang, kelamaan tunggu lo janda tujuh anak. Yang ada keburu berjamur tu bapak," Kevin terkekeh. "Udah sana tidur aja, besok pagi jam sepuluh gue jemput, jam sepuluh Aus! Ingat itu!" lanjut Kevin seraya menekan pada kalimat terakhirnya.
"Tidur yang nyenyak, good night," ujar Kevin, kemudian lelaki itu berlalu meninggalkan kamar Jane.
Cklek!
Jane kembali ke dalam kamarnya, ia menatap layar ponsel miliknya dan Jane baru menyadari di Australia kini sudah jam satu malam. Gadis itu baru teringat, Australia dengan Jakarta memiliki selisih waktu empat jam. Tentunya waktu di Austalia lebih cepat dibanding Jakarta.
Akibat tidur yang cukup lama, kini Jane kesulitan untuk tidur kembali. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk berkeliling di lingkungan hotel sembari menikmati angin malam yang menerpa. Jane berjalan ke luar hotel dan memilih untuk duduk di salah satu kursi dekat pinggiran kolam renang. Menatap langit gelap yang di hiasai bintang-bintang malam.
Kak, Jane di Australia. Kakak apa kabar di sana? Seandainya Kakak ada di sini bersama Jane, pasti akan lebih menyenangkan, batin Jane. Tanpa sadar air mata mulai mengalir pada ujung matanya. Rasa rindu yang tenggelam begitu dalam kini mulai mengapung kembali, ia mulai merindukan sang kakak yang jauh di sana. Seandainya ia dapat menyusul kakaknya, ia akan segera menyusul, detik itu juga.
Rasa bersalah Jane terhadap kakaknya masih melekat di hatinya. Jane selalu menyalahkan dirinya atas kepergian sang kakak. Jika saja hari itu Jane tidak merengek untuk dibelikan permen, mungkin saja insiden buruk itu tidak akan pernah terjadi, seandainya Jane tidak manja di saat itu, kakaknya pasti masih ada di sisinya saat ini.
Rasanya sangat tidak adil bagi Jane, hanya karena keinginan kecilnya, hanya karena setangkai permen saja ia harus kehilangan kakaknya. Yang ada di hati Jane saat ini adalah dirinya tidak berguna, dirinya penyebab kematian kakaknya. Rasa sayang pada kakaknya kini telah berubah menjadi rasa benci terhadap dirinya sendiri. Perasaan yang selalu ia simpan dengan rapat.
Srt!
Suara pintu menyadarkan Jane dari pikirannya yang melayang. Segera gadis itu mengusap air mata yang masih tersisa di wajah mungilnya. Sesaat setelah itu, Jane menyadari kehadiran sosok yang tidak asing baginya. Jane merasa familiar dengan punggung itu. Kok kayak kenal gitu ya, batin Jane.
Dengan rasa penasaran Jane menghampiri pria yang berdiri di depan pintu kaca hotel tersebut, pria itu tampak sedang menelpon seseorang.
Dengan langkah pelan, selangkah demi selangkah jarak Jane semakin mendekat. Disaat yang bersamaan lelaki itu tiba-tiba membalikkan badannya.
"Aaaa!!" teriak Jane.
Byurr!
Gadis itu kini tercebur ke dalam kolam renang.
---
Segitu dulu ya, hehe, menurut kalian siapa tuh cowok?
komen ya di sini, hehe
semoga chapter ini menghibur yaa :)
see you next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretary
Ficção GeralSejak kepergian kakaknya, ia menjadi semakin cengeng. Menyalahkan diri sendiri atas kejadian itu. Hingga suatu hari, ia berubah 360 derajat. Perubahan yang membawa hidupnya menjadi lebih baik. Memiliki hidup yang di impikan bukanlah suatu kebetulan...