"Kau akan pulang terlambat lagi?
"Em."
Sahut Sehun singkat. Terdengar helaan nafas pelan milik Sooyoung sebelum gadis itu kembali bersuara.
"Tak bisakah kau pulang lebih awal?"
"Kenapa?"
"Kau sudah seminggu ini lembur. Aku hanya bertemu denganmu di pagi hari."
Terlukis sebuah senyum tampan di bibir pria itu begitu mendengar keluhan sang istri dengan suaranya yang begitu menggemaskan. Jika saja pekerjaannya tidak begitu mendesak, ia akan pulang saat ini juga karena tak sabar ingin segera memeluk gadis berbadan dua itu. Oh tidak, berbadan tiga lebih tepatnya.
"Maaf. Tapi aku benar-benar dikejar deadline."
"Bolehkah aku kesana?"
"Untuk apa?"
"Menemanimu. Sudah lama aku tak datang ke kantor."
"Jangan. Angin malam tidak baik untuk kesehatan janin."
"Kau hanya mempedulikan anak-anakmu? Bagaimana denganku?"
"Tentu saja aku juga mencemaskanmu."
"Cih."
"Cih? Apa kau baru saja mengumpat?"
"Kau salah dengar."
Sahutnya ketus membuat Sehun terkekeh pelan karenanya.
"Besok aku usahakan pulang tepat waktu."
"Janji?"
"Em."
"Kau sudah berjanji."
"Ini sudah malam. Tidurlah."
"Aku tak bisa tidur. Bisakah aku melihatmu?"
"Hm?"
"Ubah ke layanan video call."
Tanpa berlama-lama, Sehun segera menuruti perkataan Sooyoung. Begitu wajah gadis itu terpampang di layar, sebuah senyum khasnya menghiasi wajah cantiknya.
"Mengapa kau ingin video call?"
"Aku ingin melihatmu. Sekarang kembalilah bekerja. Tapi jangan matikan sambungan kita."
"Kau ingin melihatku bekerja?"
"Em. Suamiku sangat tampan saat ia bekerja."
Pujinya yang kini telah merebahkan diri diatas ranjang. Sementara Sehun kembali tersenyum dan memposisikan ponselnya senyaman mungkin. Membiarkan sang istri memandanginya sedangkan ia lebih memilih melanjutkan pekerjaannya.
"Bagaimana bayi kita hari ini?"
"Mereka sedikit tenang hari ini. Mungkin karena aku banyak makan."
"Benarkah? Apa yang kau makan hari ini?"
"Pizza, hot dog, ramyeon, ssamgyeopsal-"
"Kau makan itu???"
Sontak Sehun mengalihkan perhatiannya dan menatap Sooyoung tajam. Melihat reaksi sang suami, sontak gadis itu tertawa keras.
"Bercanda. Hari ini bibi Kim membuatkan aku japchae dan samgyetang. Ah nenek juga membawa salad buah tadi."
"Bagus. Kau harus banyak makan buah dan sayur. Itu bagus untuk-"
"Perkembangan janin."
Sahut Sooyoung memotong ucapan suaminya itu dengan tersenyum manis.
"Kau sudah mengatakannya puluhan kali.
"Ah benarkah?"
Sehun kembali mengalihkan pandangannya pada layar laptop. Sementara Sooyoung kembali memandang kagum pada pantulan suaminya yang begitu mempesona di matanya. Hingga tanpa ia sadari, rasa kantuk mulai menghampiri. Memaksa sepasang mata itu untuk terpejam.
-
Sooyoung menggeliat pelan dan perlahan membuka mata begitu merasakan sebuah tangan yang tengah mendekapnya. Gadis itu sedikit mendongak dan mendapati wajah damai sang suami yang tengah tertidur. Ia mengalihkan pandangannya pada jam dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Entah sejak kapan Sehun memeluknya.
Dengan senyum yang mengembang, Sooyoung membalas pelukan pria itu dan menyandarkan kepala pada dada bidang sang suami.
"Ini masih malam. Tidurlah."
"Em? Apa aku membangunkanmu?"
"Sebenarnya aku juga belum tidur. Hanya mencoba untuk tidur."
"Kalau begitu aku tak mau tidur."
"Kenapa?"
"Aku masih merindukanmu."
Sahut gadis itu semakin mempererat pelukannya. Sebuah kecupan lembut mendarat di puncak kepala Sooyoung.
"Haruskah aku bolos besok?"
"Kau bilang ini pekerjaan yang tak bisa kau tinggalkan.."
"Aku bisa mengerjakannya di rumah."
"Apa bedanya jika begitu? Tetap saja kau akan mengabaikanku."
"Setidaknya kau bisa memperhatikanku secara langsung."
"Benar juga. Kalau begitu bolos saja. Nenek pasti memaklumi."
Saran gadis itu membuat Sehun terkekeh pelan dan mengangguk setuju.
-
"Kak Joohyun!"
Seru Sooyoung begitu mendapati seorang wanita dengan perut besarnya berjalan memasuki kediamannya. Setelah berpelukan keduanya memutuskan untuk duduk di ruang tengah.
"Ini sudah bulan keenam bukan?"
Tanya Joohyun dan Sooyoung menjawabnya dengan anggukan sembari mengusap lembut perutnya.
"Ah benar. Nenek memintaku untuk membuka kado darinya saat usia kandungan enam bulan."
"Memangnya kado apa hingga harus menunggu seperti itu?"
"Entah. Tapi sepertinya nenek sedikit gelisah ketika mengetahui bayiku kembar."
"Hm? Mengapa begitu?"
"Aku juga tak tau. Sekertaris Jung."
"Iya nyonya?"
"Bisakah ambilkan kado dari nenek?"
"Baik."
Sahut Soojung berjalan menaiki tangga menuju kamar atasannya. Tak lama setelahnya wanita itu datang dengan membawa sebuah kotak yang cukup besar. Dengan segera Sooyoung membukanya dan menatap tak percaya pada pemandangan dihadapannya. Tak lama tawa kedua orang itu pun terdengar.
"Jadi karena ini beliau merasa gelisah? Karena hanya membeli untuk satu bayi?"
Tanya Joohyun membuat Sooyoung kembali tersenyum dan mengangguk.
"Dan juga, mengapa terburu-buru membelikan untuk bayi perempuan? Belum tentu juga anakku perempuan."
(Cr : Pinterest)
Sahut Sooyoung seraya kembali mengusap lembut perutnya. Tak habis pikir dengan sikap nenek dari sang suami. Sekarang setidaknya ia sedikit memahami. Dari mana Sehun menuruni sifat seperti itu.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless [END]
Fanfiction{FANFICTION} Oh Sehun, pria 33 tahun yang hidup dengan masa lalu kelamnya. Menjalani kehidupan baru setelah pernikahannya dengan Park Sooyoung, gadis belia yang terpaut usia 10 tahun lebih muda darinya. Hubungan yang terjalin bukan atas dasar cinta...