Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Pria yang sedari tadi terduduk di kursinya itu pun menatap gelisah pada arloji yang menggantung di pergelangan tangannya. Ia berjanji akan pulang lebih awal pada Sooyoung. Tetapi rapat direksi yang diadakan secara mendadak membuat pria itu bahkan tak sempat memberi kabar pada sang istri.
"Itu saja rapat hari ini. Terima kasih atas waktu kalian."
Ucap salah seorang pria yang memimpin rapat. Dengan segera Sehun memutar kursi rodanya dan berlalu meninggalkan ruangan. Membuat beberapa orang di ruangan teesebut menatapnya heran karena tingkahnya yang tak biasa.
Sesampainya di rumah, pria itu bergegas memasuki kamar. Dilihatnya Sooyoung yang masih terduduk dengan bersandar pada bahu ranjang sembari mengusap pelan perutnya.
"Kau dari mana saja?"
Tanya gadis itu dengan suara yang terdengar bergetar.
"Maaf. Tadi ada rapat mendadak. Aku tak bisa mengabarimu."
Ujarnya yang kini berada tepat disamping Sooyoung. Gadis itu menghapus kasar air matanya membuat Sehun sedikit khawatir.
"Mengapa kau menangis?"
"Aku bermimpi buruk."
"Mimpi buruk?"
"Aku bahkan tak ingin membayangkannya."
Isak Sooyoung yang kini menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Dengan segera, Sehun menariknya ke dalam pelukan. Mengusap lembut rambut sang istri dan memberi kecupan singkat di pundak gadis itu.
"Itu hanya mimpi buruk. Tak ada yang perlu dikhawatirkan."
Ucap Sehun sembari memberi tepukan-tepukan ringan di punggung Sooyoung berusaha menenangkan.
"Sehun.."
Panggil Sooyoung pada akhirnya setelah keheningan cukup lama diantara mereka. Pria itu hanya berdehem pelan membalas panggilan sang istri. Pelukan mereka sedari tadi bahkan tidak terlepas.
"Apa kau pernah menyesal?"
"Untuk?"
"Semuanya."
Sehun terdiam sejenak, menatap langit-langit kamarnya.
"Aku tak tau apa yang kau maksud. Tapi satu hal yang pasti. Aku tak pernah menyesali segala keputusan yang sudah ku ambil."
"Begitu."
Sahut Sooyoung singkat sembari mulai memejamkan mata.
"Kau akan tidur seperti ini?"
"Sebentar saja. Aku ingin memelukmu seperti ini lebih lama."
Ucap gadis itu mempererat pelukannya sementara Sehun tersenyum tipis dan menopang dagunya pada puncak kepala sang istri.
"Baiklah."
-
"Kak Joohyun sudah melahirkan?"
"Em. Kak Junmyeon menelfonku tadi jam lima pagi. Bayi laki-laki."
"Ayo kita kesana. Ayoo.."
Ajak Sooyoung antusias sembari menarik-narik lengan kemeja Sehun membuat pria itu terkekeh pelan. Tak habis pikir dengan tingkah sang istri yang terkadang seperti anak kecil. Ia mengusap pelan puncak kepala Sooyoung dan memberi kecupan singkat pada kening gadis itu.
"Tidak bisa sekarang."
"Kenapa?"
Raut wajah gadis itu yang semula tampak bersemangat kini berubah menjadi raut kesedihan.
"Ada rapat pagi."
"Lagi? Kau kan sudah rapat semalam."
"Kali ini rapat untuk proyek perusahaan dengan tuan Seo."
"Mengapa harus rapat pagi."
Gerutu gadis itu sembari menunduk dan memainkan kuku jemarinya. Sehun kembali tersenyum melihat tingkah sang istri yang tengah merajuk.
"Tak akan lama. Dua jam. Aku akan memastikan rapat hanya berlangsung dua jam."
"Memangnya bisa?"
"Tentu. Aku percaya dengan karyawanku."
Ucap pria itu kembali mengusap lembut puncak kepala Sooyoung.
"Setelah rapat selesai, aku akan segera pulang. Sebaiknya kau istirahat saja sampai aku pulang."
"Aku bosan jika tidur terus."
"Kau bisa melakukan aktifitas yang lain. Dan untuk hari ini, aku akan mengijinkan Woori, Nara, Daehan, dan Minguk bermain di dalam rumah."
"Benarkah?"
"Hanya sampai aku pulang."
Sooyoung mengangguk bersemangat dan mengacungkan kedua jarinya. Setelahnya pria itu pun bergegas menuju perusahaannya. Menghadiri rapat yang telah direncanakan jauh-jauh hari.
Dengan suasana tegang yang mewarnai jalannya rapat yang dihadiri para petinggi dari dua perusahaan. Terjadi perdebatan selama rapat berlangsung sudah bukan hal yang baru lagi bagi mereka yang kini terduduk dan siap dengan buku serta pena dihadapan mereka.
Tak jarang terjadi perbedaan pendapat antara Sehun dan Johnny yang membuat suasana rapat terasa semakin menegangkan. Disaat suasana panas yang mewarnai jalannya rapat, suara dering panggilan berulang kali di ponsel Sehun membuat pria itu nyaris tak bisa berkonsentrasi.
"Mengapa kita tidak menundanya dulu tuan Oh? Angkatlah telfonmu."
Ucap Johnny menginterupsi jalannya rapat. Sehun menghela nafas kasar dan menggeleng pelan kemudian meraih benda persegiempat itu, hendak menonaktifkan ponselnya.
"Siapa tau itu hal yang penting. Panggilan itu berasal dari rumahmu bukan? Aku bisa melihat raut kegelisahan di wajahmu."
Lanjut pria itu tersenyum ramah. Sehun kembali menghela nafas pelan dan mengangguk kemudian menekan tombol hijau. Menerima panggilan dari sekertaris sang istri.
"Ha-"
"Tuan.. Nyonya Sooyoung.."
Hening. Seketika pria itu terdiam dengan tatapannya yang kosong. Tak menyadari jika buliran bening nyaris jatuh dari pelupuk matanya kini.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless [END]
Fanfiction{FANFICTION} Oh Sehun, pria 33 tahun yang hidup dengan masa lalu kelamnya. Menjalani kehidupan baru setelah pernikahannya dengan Park Sooyoung, gadis belia yang terpaut usia 10 tahun lebih muda darinya. Hubungan yang terjalin bukan atas dasar cinta...