9

1.4K 232 7
                                    

Sehun menjalankan kursi rodanya menuju jendela kamar. Menatap kosong pada langit yang nampak begitu cerah. Ingatannya seolah tak henti mengajak untuk berkelana. Mengenang saat-saat indah ketika pria itu baru saja meminang mendiang sang istri. Wanita yang begitu ia puja-puja selama bertahun-tahun sebelum akhirnya bisa meyakinkan wanita itu untuk menikah dengannya dua tahun yang lalu.

Bunyi pintu terbuka membuatnya mengalihkan pandangan. Dilihatnya Sooyoung telah berdandan rapi dan membawa sebuah nampan.

"Bibi Kim bilang kau tidak turun untuk sarapan sejak dua hari yang lalu. Jadi aku membawakan sarapan untukmu."

Ucap gadis itu meletakkan nampan yang ia genggam diatas meja.

"Kau mau kemana?"

Tanya Sehun memutar kursi rodanya dan mendekat pada Sooyoung yang tampak sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam tas.

"Ada beberapa barangku yang tertinggal di rumah orang tuaku. Jadi aku akan mengambilnya."

"Biar Jong In yang mengantarmu."

"Tidak usah. Aku bisa mengendarai mobilku sendiri."

"Jong In yang akan mengantarmu."

Tegas pria itu membuat Sooyoung mau tak mau harus mengiyakan ucapannya.

"Dua hari lagi ada jamuan makan malam di kediaman menteri tenaga kerja dan buruh."

"Lagi?"

Raut wajah Sooyoung berubah menjadi lesu. Membayangkan topik pembicaraan berat yang harus ia hadapi sudah cukup membuat lelah hanya dengan membayangkannya saja.

"Kali ini kau datang bersamaku."

"Benarkah? Kau tak akan mendadak berhalangan hadir lagi dan membuatku harus menanggung semuanya sendiri kan?"

"Akan sangat tidak sopan jika aku tak hadir."

Sahut pria itu sembari menyeruput habis kopi miliknya dan mulai membaca koran di genggamannya.

"Kau tak akan pergi?"

Tanya pria itu pada akhirnya membuat Sooyoung tersadar dari lamunannya.

"O..oh aku akan pergi."

Sahutnya dan bangkit hendak meninggalkan kamar namun suara Sehun kembali menahannya.

"Jangan pergi terlalu lama. Nenek akan datang berkunjung nanti sore."

"Aku akan segera kembali."

Sahut Sooyoung berbalik dan tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali melangkah.

Setibanya di halaman utama, kehadiran Jong In membuat raut wajah Sooyoung kembali berubah masam. Pria itu menyapanya dengan membungkuk.

"Saya akan mengantar anda."

Ucapnya sembari membuka pintu belakang namun Sooyoung kembali menutupnya. Ia berjalan mengitari mobil dan membuka pintu di sebelah tempat kemudi dan menutup kebali pintu mobil begitu ia mengambil posisi duduk. Dengan menghela nafas pelan, Jong In memutuskan untuk masuk dan mulai menyalakan mesin mobil yang akan mereka naiki.

Selama di perjalanan, hanya keheningan yang menyapa mereka. Tak ada satupun dari keduanya yang berniat untuk membuka pembicaraan hingga tibalah mereka di kediaman keluarga Park.

"Kau disini saja. Jangan pernah berpikir untuk memperlihatkan wajahmu di depan orang tuaku."

Ucapan Sooyoung membuat pergerakan tangan Jong In yang hendak membuka pintu pun terhenti. Sooyoung membuka pintu mobil dan menutupnya dengan kasar. Sementara Jong In hanya dapat memandang sendu pada punggung gadis yang kian menjauh itu.

Setibanya di dalam rumah, Sooyoung di sapa oleh beberapa pelayan yang membungkuk dalam begitu menyadari kedatangannya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Anak ini benar-benar. Sebulan tak bertemu hanya kalimat ini yang bisa kau ucapkan?"

Ujar Sooyoung sembari melayangkan pukulan ringan pada kepala Jisung, adik yang usianya enam tahun lebih muda darinya.

"Dimana ayah dan ibu?"

"Mereka berada di Bangkok."

"Ada barang yang harus kuambil."

"Dimana kakak ipar?"

"Kakak ipar? Siapa yang kau maksud?"

Tanya Sooyoung dengan wajah polosnya sementara Jisung menatap tak percaya pada kakaknya itu.

"Apa kau merasa memiliki banyak suami nyonya Oh?"

"Ah.. Sehun maksudmu. Dia harus bekerja. Memangnya suamiku itu pengangguran sepertimu?"

"Untuk apa bekerja? Dia kan bos di perusahaannya."

"Karena inilah ayah masih belum mau menyerahkan Park Coorporation padamu Park Jisung."

Ledek Sooyoung dan bergegas menaiki tangga, tak mempedulikan panggilan adiknya itu.

Setelah mengambil beberapa barang, Sooyoung pun akhirnya kembali ke kediamannya. Setibanya di mansion, ia telah disambut dengan kehadiran Kim Jung Ran.

"Akhirnya aku bertemu dengan cucu menantuku."

Sambut Jung Ran memeluk hangat dan Sooyoung membalas pelukannya dengan senyum yang merekah.

"Bagaimana kabarmu nek?"

Sehun menatap tak nyaman pada Sooyoung yang memanggil Jung Ran dengan panggilan yang tak seharusnya bagi pria itu. Bahkan Sejeong tak memiliki nyali untuk menyematkan panggilan 'nenek' pada Jung Ran. Namun yang Sehun dapati, sang nenek justru merasa nyaman dengan panggilan itu.

"Aku baik. Hanya saja aku sering merasa kesepian sejak kalian meninggalkan rumah."

"Aku akan sering berkunjung."

Sahut Sooyoung yang kini terduduk di samping Jung Ran. Keduanya begitu asik membicarakan banyak hal, seolah tak menyadari kehadiran Sehun diantara mereka.

"Ah iya. Bagaimana? Apakah kau sudah menggunakan itu?"

"I..tu?"

Sooyoung menatap bingung pada Jung Ran dan menatap Sehun yang turut mengalihkan pandangannya dari koran yang sedari tadi ia baca.

"Testpack. Apa kau sudah mencoba memakainya?"

"Ketua."

"Ah itu.."

Sooyoung menggigit bibir bawahnya dan tertunduk, berusaha menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajah cantiknya.

"Belum."

"Mengapa tak mencobanya? Aku sangat menantikan kehadiran cicit di keluarga Oh."

"Ketua.."

"Aku akan mencobanya nanti nek."

Sahut Sooyoung memotong ucapan Sehun dengan senyumnya yang begitu manis. Jung Ran mengangguk mengerti dan tersenyum puas menanggapi jawaban Sooyoung. Tak menyadari jika pikiran gadis itu tengah berkelana kini.

'Mau menggunakan 100 testpack pun hasilnya akan tetap negatif. Kami saja tak pernah melakukannya.'

Batin gadis itu putus asa.

~~~

Limitless [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang