Jam menunjukkan pukul delapan pagi dan sudah sejak 30 menit yang lalu Sooyoung menyibukkan dirinya. Berusaha bersikap biasa saja setelah malam panjang yang mereka jalani. Karena gadis itu tersadar akan satu hal. Apa yang mereka lalui semalam terjadi karena pria itu berada dibawah pengaruh obat yang Soojung berikan padanya tanpa ia ketahui.
"Oh.. K-kau sudah bangun."
Sapa gadis itu mencoba biasa saja namun ia gagal hanya berselang satu detik. Sooyoung tak mampu menyembunyikan kecanggungannya sementara Sehun terlihat biasa-biasa saja.
"Kau masak apa?"
"Kau kan tak pernah makan makanan berat untuk sarapan. Jadi aku hanya menyiapkan roti dan sosis panggang serta kopi."
Pria itu pun mengangguk mengerti dan membuka lembar koran yang terletak di atas meja. Tak ada pembicaraan diantara keduanya. Sooyoung begitu menikmati sarapannya sementara Sehun begitu larut dalam berita-berita perekonomian yang ia baca.
"Selamat pagi."
Sapa Soojung dengan nada yang terdengar bergetar. Dua orang yang sedari tadi terdiam itu pun sontak menoleh dan melempar tatapan mengintimidasi pada wanita yang kini menggigit bibir bawahnya.
"Ada banyak hal yang harus kau jelaskan nanti Jung Soojung."
Ucap Sehun dengan nada sarkastik membuat wanita itu bergidik ngeri karenanya.
Sooyoung bangkit dengan membawa piring yang baru saja mereka gunakan. Berjalan menuju wastafel dengan langkah yang terlihat tak nyaman. Tentu hal itu tak luput dari perhatian Sehun. Ia menjalankan kursi rodanya hingga kini mendekati sang istri.
"Kau kenapa?"
"Hm? Aku kenapa?"
"Kau terlihat tak nyaman."
"Ah itu.. sebenernya itu terasa sakit."
Ucap gadis itu setengah berbisik sembari mengalihkan pandangannya pada Soojung yang memilih membungkuk dalam sebelum berlalu meninggalkan keduanya.
Mendengar jawaban sang istri, Sehun berdehem pelan dan mengalihkan perhatiannya pada bagian bawah tubuh Sooyoung.
"Apa aku.. melakukannya dengan kasar?"
"Itu..aku juga tak begitu mengingatnya."
Sahutnya sembari menggaruk pelipisnya yang tak gatal.
"Maaf."
"Tidak apa. Kau juga berada dibawah pengaruh saat itu. Kita sama-sama dijebak."
"Tidak. Aku tak melakukannya hanya karena itu."
"Hm?"
"Jika aku ingin menghindarinya, aku bisa mengunci diriku di kamar mandi dan membasahi diriku di bawah shower. Tapi aku tak melakukannya."
Sooyoung hanya terdiam mendengar penuturan Sehun. Tak tau harus bereaksi seperti apa. Yang ia tau hanya jika debaran jantungnya berdetak tak karuan kini. Karena mendengar ucapan pria dihadapannya.
"Aku akan meminta dokter Bae untuk memeriksamu."
Ucap pria itu sebelum berlalu meninggalkan Sooyoung yang masih diam mematung di tempat.
-
"Anda sedikit demam. Dan nyeri yang anda rasakan di bagian bawah adalah hal yang wajar terjadi bagi wanita yang baru pertama kali bercinta."
Mendengar penuturan dokter Bae membuat Sooyoung tertunduk malu, berusaha menyembunyikan semburat merah muda di kedua pipinya.
"Apa beliau akan baik-baik saja?"
Tanya Soojung yang setia mendampingi. Wanita dengan jas dokter itu pun tersenyum dan mengangguk.
"Saya akan memberikan obat penurun demam untuk anda. Perbanyak beristirahat dan jangan banyak melakukan kegiatan berat. Jika rasa sakit masih berlanjut atau bahkan terasa semakin sakit, mohon segera hubungi saya atau datang ke rumah sakit terdekat."
"Terima kasih."
"Mari saya antar."
Ujar Soojung melangkah terlebih dahulu dan diikuti dokter Bae. Setelah kepergian dua orang itu, Sooyoung kembali menghela nafas pelan dan menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Bukan tatapan sendu lagi yang terpancar. Melainkan tatapan berbinar yang sejak tadi menghiasi surai kecoklatan gadis itu.
Sementara itu, dilain tempat Sehun tampak sibuk dengan tumpukan berkas di mejanya. Mengabaikan panggilan yang sedari tadi berdering di ponselnya. Pria itu lebih memilih acuh begitu melihat nama Jung Ran yang tertera di layar ponselnya.
Pergerakan tangannya terhenti begitu ia menyadari ada salah satu berkasnya tertinggal. Ia menghela nafas kasar sembari memijit pelipisnya pelan. Dengan menekan tombol merah sebagai tanda penolak panggilan, Sehun menggerakkan jemarinya menuju menu kontak dan melakukan panggilan.
"Halo."
"Sooyoung, kau dimana?"
"Kamar. Kenapa?"
"Bisakah aku meminta tolong padamu?"
"Tentu."
"Tolong ambilkan tas di kursi kerjaku dan minta agar sekertaris Lee mengantarnya ke kantor."
"Baiklah."
"Ah dan satu lagi. Bawakan juga bulpoin milikku. Aku baru membelinya kemarin."
"Kau menaruhnya dimana?"
"Di laci sebelah kiri. Rak paling atas."
"Baiklah."
Dan begitulah sambungan mereka berakhir.
Sooyoung bergegas keluar kamar. Berjalan mengitari koridor rumahnya, memasuki ruang kerja Sehun yang hanya berjarak beberapa ruangan dari kamarnya.
Setibanya di dalam ruangan, tatapan gadis itu langsung tertuju pada sebuah tas tenteng yang berada di kursi kerja sang suami. Dengan segera ia meraih tas tersebut dan hendak melangkah namun ia kembali berhenti.
"Ah bulpoin. Tadi ia bilang dimana ya? Ah laci kanan."
Seru Sooyoung membuka laci kanan pada meja kerja Sehun. Pergerakan tangannya seketika terhenti begitu indera penglihatan gadis itu menangkap sebuah figura yang terletak paling bawah. Dengan ragu-ragu, Sooyoung meraih figura tersebut dan seketika senyumnya memudar begitu mendapati sosok wanita yang menggenggam buket bunga dan tersenyum begitu anggun menatap kamera.
(Cr : Pinterest)
Lama ia memandangi foto tersebut hingga terdengar helaan nafas panjang.
"Rupanya ada di laci kiri."
Ucapnya sembari meletakkan kembali figura tersebut ke dalam laci dan menutupnya. Senyumnya kembali terlukis namun tidak dengan tatapannya yang kini berubah sendu.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless [END]
Fanfiction{FANFICTION} Oh Sehun, pria 33 tahun yang hidup dengan masa lalu kelamnya. Menjalani kehidupan baru setelah pernikahannya dengan Park Sooyoung, gadis belia yang terpaut usia 10 tahun lebih muda darinya. Hubungan yang terjalin bukan atas dasar cinta...