57

1.3K 192 16
                                    

"Sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Bahwa alasan perceraian terjadi karena kesalahan dari pihak suami. Maka untuk itu kita bisa mencari alasan yang kuat. Misal dengan kehadiran orang ketiga. Dan untuk harta kekayaan berupa hotel bintang lima di cabang kota Paju, sebuah jet pribadi, restoran Jepang dan mansion serta tanah seluas tiga hectar di Jeju akan berubah kepemilikan atas nama anda. Jika anda merasa tidak cukup puas perihal pembagian kekayaan, kita bisa mendiskusikannya lebih lanjut."

"Aku tidak membutuhkannya."

"Ya?"

Pria berjas dengan kacamata yang melekat di wajahnya itu menatap Sooyoung dengan raut bingungnya.

"Aku tak akan mengambil apapun. Aku hanya ingin bercerai pengacara Hwang."

"Tapi.."

"Dan juga, tak masuk akal jika mengatakan aku menggugat cerai karna perselingkuhan. Sehun bukan pria seperti itu."

"Lalu?"

"Cukup katakan saja alasan kami berpisah karna sudah tidak ada kecocokan. Ini memang terdengar klise. Tapi setidaknya lebih masuk akal."

Jelas gadis itu seraya bangkit dari duduknya. Sedikit membungkuk dan tersenyum sebelum berlalu meninggalkan ruangan pengacara Hwang.

Dilain tempat, Sehun menatap kosong pada layar laptop dihadapannya. Sedari tadi yang pria itu lakukan hanya termenung. Berjibaku dengan segala pikirannya hingga sebuah gebrakan pintu yang dibuka dengan kasar membuat Sehun menoleh dan mendapati sang nenek yang kini memandangnya penuh amarah.

"Perceraian? Apa maksud ini semua OH SEHUN??!!"

Bentak Jung Ran menutup kasar pintu ruangan dan berjalan mendekat.

"Anda sudah pulang dari Jerman rupanya."

"Itu tidak penting sekarang."

Sahut Jung Ran yang semakin jengkel karna cucunya itu terlihat biasa saja.

"Jangan bercerai!"

"Kami sudah menandatanganinya."

"Jangan ajukan berkasnya."

"Pengacara Hwang mungkin sudah menyerahkannya."

"OH SEHUN!!"

Bentak Jung Ran denga nafasnya yang mulai tak teratur. Amarahnya semakin memuncak karna jawaban-jawaban santai yang pria itu lontarkan.

"Sooyoung yang ingin bercerai. Lalu aku bisa apa? Ia bahkan tak mau berbicara denganku."

"Kau bisa membujuknya dengan baik-baik. Kalian tak ada masalah apapun bukan? Setidaknya itu yang aku dengar dari Soojung."

"Ck. Wanita itu selalu menjadi mata-mata nomor satu."

Decak pria itu sembari melonggarkan ikatan dasinya.

"Apa kau mencintainya?"

Lagi. Pertanyaan itu yang seolah menjadi rutinitas yang harus pria itu dengar. Dari Sooyoung, dari rekan kerjanya, dari teman-temannya, dari sang nenek, dan dari dirinya sendiri. Sehun terdiam. Lidahnya terasa kelu tiap kali ia dipaksa untuk menjawab pertanyaan keramat itu.

"Sehun, apa kau mencintai istrimu?"

"Apa itu sebuah pertanyaan?"

"Sebuah pertanyaan dimana kau harus menjawabnya."

Sahut Jung Ran menatap cucunya itu penuh selidik. Namun Sehun lebih memilih diam dan mulai memilah berkas dihadapannya.

"Baiklah. Jika kau mencintainya, pertahankan. Jika kau tak mencintainya, maka keputusan kalian untuk bercerai sudah tepat. Karna nenek tak ingin kau menyiksanya lebih dari ini. Setidaknya ia tak perlu membuang waktunya dengan pria sepertimu. Aku nenekmu, tapi aku malu memiliki cucu sepertimu."

Ujar Jung Ran yang hendak pergi namun wanita paruh baya itu kembali menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Sooyoung sangat tulus. Perasaan dan perlakuannya padamu tak pernah palsu. Setidaknya itu yang bisa nenek simpulkan."

Lanjutnya sebelum benar-benar menghilang dari pandangan.

-

(Cr : Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Cr : Pinterest)

Sooyoung terduduk di bangku yang tersedia di pinggir pantai. Hari semakin gelap, ditandai dengan sang surya yang kembali turun ke peraduannya. Sementara ia masih setia pada posisinya. Menatap lautan dengan ombaknya yang begitu tenang. Sebuah kaleng dingin yang menempel di pipi tirusnya membuat gadis itu tersentak kaget. Ia menoleh hanya untuk mendapati sosok jangkung yang tertawa karna berhasil membuatnya kaget.

"Kak Young Ho.."

"Johnny. Panggil aku Johnny. Aku lebih menyukai nama itu."

Sanggahnya sembari menyerahkan sekaleng bir pada Sooyoung dan terduduk di samping gadis itu.

"Bir dan pantai.. Tidak buruk juga."

Ucapnya sembari meneguk bir di tangannya. Sooyoung tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya pada laut yang tampak begitu tenang.

"Soju lebih pantas. Mengapa tak beli soju saja..."

Timpal gadis itu membuat Johnny terkekeh pelan.

"Aku tak bisa minum soju. Rasanya terlalu kuat."

"Cih.."

Desis gadis itu sembari meneguk sedikit kaleng birnya.

"Bagaimana? Apa kau merasa lebih tenang sekarang?"

"Hm?"

"Kau tau apa maksudku."

Ucap pria itu dan menatap langit yang kini mulai gelap. Mengerti dengan arah pembicaraan pria itu, Sooyoung tersenyum tipis dan menghela nafas pelan.

"Berat bukan? Perceraian tidak semudah itu. Banyak hal yang harus kau siapkan. Termasuk hatimu."

"Kak.."

"Yes little girl?"

"Aku harus bagaimana?"

Tanya Sooyoung dengan suaranya yang terdengar bergetar. Ia meletakkan kembali bir dari genggamannya. Menunduk dan menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Aku tak ingin goyah. Tapi sungguh, aku sangat merindukannya."

Perlahan Johnny menarik Sooyoung ke dalam pelukannya. Memberi tepukan ringan pada punggung gadis itu.

"Tak ada yang bisa menghakimimu atas perasaanmu sendiri. Menangislah. Tak ada siapapun disini selain kita. Menangis yang keras."

Tangis gadis itu pecah begitu saja sembari membalas pelukan pria yang kini mendekapnya begitu hangat. Mungkin benar, jika menangis meraung-raung dapat mengurangi rasa sakit yang dirasa. Namun tak peduli berapa kalipun Sooyoung menangis dan berteriak, rasa sakit yang menyiksanya tak berkurang sedikitpun.

~~~

Limitless [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang