Chapter terakhir nih, masa kalian nggak vote? :(
Yang belum vote, balik kanan dulu yuk. Lalu vote semuanya. *asksks maksa.
HAPPY READING
Waktu demi waktu, sudah jutaan manusia lalui di dunia ini. Sebagian ada yang bertahan hidup, ada pula yang memilih mati atas suratan takdir yang dikehendaki. Inilah prinsip waktu, tidak dapat terhenti dan terus berjalan hingga akhir nanti.
"Bapak sudah bernegosiasi dengan kedua pihak sekolah bersangkutan. Kami memutuskan memilih jalur perdamaian. Insiden ini, saya harus memastikannya agar tidak akan terulang lagi."
Suara Pak Gatot lamat-lamat menembus gendang telinga para muridnya. "Saya sebagai kepala sekolah kecewa karena tidak berada di sini sewaktu peristiwa itu. Saya tidak bisa mencegah kalian melakukan hal itu."
Barisan paling depan di isi oleh seluruh anak kelas Silver yang menunduk. Terkecuali Zaga yang menatap lurus ke depan. Pikiran lelaki itu kalut dalam bayangannya sendiri.
"Tetapi, saya bangga karena kalian berhasil melindungi para siswi hingga tak terlibat dalam peristiwa itu. Kalian membuktikan kalau anak SMA Gemilang itu bertanggung jawab dan berideologi. Serta mampu berpikir kritis."
Seluruh yang terlibat dengan peristiwa itu sepakat, mereka akan menyembunyikan keberadaan Agista sementara. Ini perintah Vino yang tidak dapat dibantah. Mereka sama sekali tidak angkat bicara tentang penusukan yang dialami Agista. Untuk bagian Braja, biarlah Sadewa-Reygan-Makhiel yang mengurusnya.
"Namun, setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya kan?"
Seluruh siswa di sana menatap dengan penuh harap. Luka lebam yang tercipta atas perkelahian kemarin, adalah tanda bukti mereka tidak menutupi dan mengakui dengan lapang perbuatan kemarin lepas.
"Kelas silver, sumber utama dari semua masalah ini, akan dijatuhi sangsi dengan mencabut gelarnya dan menjadi kelas unggulan seperti semula."
"Mulai saat ini, kita tidak lagi mengenal mereka dengan sebutan kelas silver!"
Suara Pak Gatot memicu desas-desus miring dan bisikan jahanam menguar ke permukaan. Pak Gatot menatap anak didiknya yang berada di barisan depan dengan mata menyipit.
"Apa kalian yang merupakan anggota silver, menerima sangsi dari saya?"
Tidak ada yang bersuara, hingga Zaga lah yang angkat bicara. "Siap Pak. Kami menerima keputusan anda. Kami tahu kami salah. Kami memang bajingan sekolah. Tetapi hanya demi sebuah gelar, kami tidak akan merendah. Terserah pihak sekolah mau menganggap kami sampah. Tetapi kami merasa itu sudah benar, selagi SMA ini tidak terpecah."
Abay menegaskan rahangnya. Mengepalkan kedua tangannya. Menggeram dengan marah. "Kami tidak keberatan menjadi kelas biasa Pak! Kualitas kami bukan dari gelar! Melainkan gelarlah yang mengikuti kami!"
Satya mendongak. "Biarlah kami lepas dari gelar itu pak! Itu bukanlah hal yang memalukan! Kami tidak akan mati hanya karena gelar itu lepas!"
Ini sudah diduga oleh Pak Gatot. Beliau mengulas senyumnya. "Ya sudah, silakan kembali ke rumah. Hukuman kalian yang sebenarnya, kalian di skors selama sehari mulai dari sekarang."
"Silakan bubar!"
Lorong rumah sakit kamar VIP kini penuh akan siswi kelas sebelas IPA tujuh. Mereka semua kompak membolos hanya untuk melihat Agista yang sudah terbangun dari tidurnya.
"Aduh, jangan masuk dulu dong, gue belum make-up an nih." ujar Fify memoles bibirnya dengan lip tint. Ia menatap cermin dengan mengedipkan matanya.
"Astaga Fi, rempong amat lo. Dipikir kita mau kondangan pake acara dandan segala?" semprot Stella merampas kaca milik Fify dan menutupnya paksa. Fify mengecapkan bibirnya manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : TRUTH OVER DARE
Ficção AdolescenteTerdampar di sekolah yang terkenal buruk di kalangan masyarakat membuat sebagian orang merasakan minder yang luar biasa. Apalagi, SMA Gemilang sama sekali tidak pernah mencetak anak emas berprestasi sejauh ini. SMA Gemilang selalu mendapatkan anak b...