Halooo, miss me? Wk,
Cepet amat upnya, wkwk. Mumpung niat. Ayo niatin lagi dengan vote dan komen ya.
Nggak boleh kecewa ya (Agisvan), wkwk.
Mungkin part ini agak dark ya. Mon maap 😅
Aku belum capek ngingetin, yang udah baca tapi belum vote, bisa balik kanan dulu ya buat vote.
Cuss,
Happy reading ❤❤
"Hidup ini kayak roller coaster, kalo nggak naik, turun, ya berhenti disitu doang–Stellanida Listy."
Agnes pikir, ia akan diajak Hendra ke tempat yang suram dan membosankan. Namun nyatanya, Hendra mengajaknya ke sebuah tempat yang sangat ingin ia kunjungi bersama pacar. Bukanlah mall yang biasa ia lakukan bersama temannya, tetapi sebuah taman bekas tempat bermain masa kecilnya.
"Lo ngajak gue kesini?" tanya Agnes ragu. Sifat bar-barnya itu sudah tergantikan dan hilang entah kemana.
Hendra tidak menoleh. Ia terus berjalan hingga membuat Agnes bete sendiri. Kalau gini jadinya, Hendra tidak jauh beda dengan Royvan. Apa karena mereka tetanggan jadinya sifat mereka mirip dinginnya? Ah bukan, Hendra itu sedikit ketus dan pendiam orangnya.
"Ndraa, ngomong dong." ujar Agnes menarik ujung jaket lelaki itu. Tinggi Agnes yang cukup untuk mengimbangi Hendra membuat mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Terlebih, Agnes dengan leluasa bebas berdekatan dengan Hendra.
"Diem. Duduk sana." tunjuk Hendra pada bangku kosong yang nampak lusuh. Agnes jadi jijik untuk mendudukinya.
"Du-duk, disana?" tanya Agnes menunjuk keki. Hendra menghela napas.
"Duduk aja. Bawel banget." ujar Hendra mulai jengah dengan sikap manja tuan putri di depannya. Hendra mulai digerogoti penyesalan telah mengajak Agnes bersamanya.
Agnes dengan ragu meniup bangku itu. Setidaknya, debu yang melekat di sana menghilang dan cukup bersih. "Gue duduk nih."
Melihat Agnes sudah mendudukkan diri, Hendra tersenyum tipis. "Tunggu di sini. Gue mau ke ujung sana."
"Lo mau ninggalin gue?" sergah Agnes cepat. Hendra mengerlingkan matanya.
"Ya nggaklah." ujarnya.
"Lha terus?"
"Nabrak."
"Ish gue serius Hendra!"
"Gue mau beli minum, puas?" ujar Hendra kesal. Ia tidak terlalu suka dengan sikap Agnes yang terkesan memaksa.
"Oh, ngomong dong."
Memilih untuk tidak perduli dengan ucapan Agnes barusan, Hendra berlalu begitu saja. Ia bergegas memberi minum karena diterpa dahaga yang luar biasa. Hal itu karena, Dava dan Galang dengan seenak jidat sudah menghabiskan minumnya. Kini ia terpaksa, dengan terpaksa sekali membeli minuman yang rasanya nano-nano, dan tidak sesuai dengan lidahnya.
Sembari menunggu kembalinya Hendra, Agnes memilih menyegarkan mata dengan menatap tumbuhan hijau. Lalu, atensinya terlempar pada kejadian beberapa menit lalu. Dimana Royvan dan Agista pulang bersama. Tentu saja, ini bukan yang pertama kalinya. Agnes pernah memergoki Royvan beberapa kali.
"Kok lo bisa suka sama Agista sih Van? Perasaan gue gimana dong?" tanya Agnes mulai dilema. Ia merasa bingung antara memperjuangkan atau malahan mundur teratur.
"Kalo aja gue jadi Agista, lo pasti suka sama gue Van ya?" ujar Agnes tersenyum miris. Ia menyangga kepala yang terasa semakin berat saja.
"Buat apa lo jadi orang lain sementara lo bisa jadi diri sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : TRUTH OVER DARE
Teen FictionTerdampar di sekolah yang terkenal buruk di kalangan masyarakat membuat sebagian orang merasakan minder yang luar biasa. Apalagi, SMA Gemilang sama sekali tidak pernah mencetak anak emas berprestasi sejauh ini. SMA Gemilang selalu mendapatkan anak b...