Halo! Yang sudah membaca sampai bab ini tapi belum vote, vote dulu yuk!
Sudah vote? Aw, makasih ya <3
Selamat membaca!
Satu bulan kemudian, di lapangan SMA Gemilang, terdapat dua kelas yang berbeda jenis. Mereka bahkan membentuk koloni sendiri dan seolah membuat batas teritorial antara keduanya.
"Jadi anak-anakku semua, hari ini kita akan melaksanakan olahraga bersama-sama," ujar Bu Anjani mengawali pembelajaran.
"Saya sengaja mengumpulkan kalian bersama karena Pak Faisol sedang cuti sakit," ujar Bu Anjani lagi. Beliau dapat menangkap berbagai macam ekspresi berbeda dari penggabungan kelas IPA dan IPS ini.
Kedua kelas yang berbeda klan itu nampak saling tatap aneh, entah tidak suka, tidak nyaman, ataupun lainnya. Mereka saling melempar pandangan, terutama anak perempuan. Mereka seolah mengibarkan bendera perang.
"Harap tenang semuanya, karena saya harus mengajar adik kelas kalian maka hari ini olah raga kalian bermain saja."
Sorakan senang pun mulai terdengar. "YEY!!"
"Tapi harus sesuai aturan saya ya. Kalian tidak boleh seenaknya saja," ujar Bu Anjani menepis raut senang mereka dalam sekejap.
"Yah Bu ...."
"Silahkan baris menjadi tiga puluh tujuh banjar. Formasi IPS didepan dan IPA di belakangnya, cepat!"
Mereka berhamburan panik mendengar instruksi tegas itu. Segera mereka berbaris menjadi tiga puluh tujuh banjar yang memenuhi lapangan upacara sekolah. Bahkan mereka tidak menggunakan aturan setengah lencang kanan ataupun lencang kanan.
"Sudah pada jurusannya masing-masing?" Tanya Bu Anjani berjalan menatap satu persatu anak didiknya. Kali ini nampak perbedaan yang signifikan. Anak IPS yang berolahraga menggunakan baju kelas yang berwarna biru laut dengan corak ombak. Sedangkan anak IPA, yakni kelas 11 IPA 7 yang kebetulan mendapat jatah olahraga memakai baju kelabu dengan lambang kelas mereka buatan Satya dan beberapa kalimat pendukung.
Seperti kalimat SCIENCE SEVEN, YOUNG GENERATION, dan SOLIDARITAS HARGA MATI. Lengkap dengan huruf kapital seakan mengaskan karakter mereka. Klasik memang. Kelas seperti mereka menggunakan semboyan solidaritas yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan.
"Nah, khusus anak IPA, empat langkah ke belakang jalan!"
Duk.
Duk.
Duk.
Duk.
"Khusus anak IPS, semuanya. Balik kanan, grak!"
Mereka saling tatap berspekulasi dengan wajah bingung. Mereka belum menangkap sepenuhnya maksud pembelajaran Bu Anjani pada pagi hari ini.
"Nah kalau begini enak dipandang. Sekarang, olahraga kalian adalah badminton!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : TRUTH OVER DARE
TienerfictieTerdampar di sekolah yang terkenal buruk di kalangan masyarakat membuat sebagian orang merasakan minder yang luar biasa. Apalagi, SMA Gemilang sama sekali tidak pernah mencetak anak emas berprestasi sejauh ini. SMA Gemilang selalu mendapatkan anak b...