Punten, masih ada kehidupan atau tidak? Wkwk.
Don't forget to vote.
Happy reading ❤❤
"SIAPA YANG KEMARIN HABIS RIBUT SAMA SEKOLAH LAIN?"
Bu Trisila memasuki kelas dengan penuh aksi. Beliau membawa Bu Esa beserta Pak Mukhlis dari BK. Mendengar tentang keributan diluar jam sekolah membuat Bu Trisila geram. Terlebih lagi, yang memimpin aksi ini adalah anak asuhnya sendiri. Kelas banggaan guru yang bergelar Silver, yakni XI IPA 7.
Bu Trisila menatap nyalang satu persatu anak didiknya yang merunduk tak mau angkat bicara. Mata beliau akhirnya terkunci pada lelaki berambut hitam legam yang hanya menatap luru ke depan.
"Satya! Coba jelaskan seperti apa kelakuan teman kamu!" ujar Bu Trisila dengan nada meninggi.
Satya menoleh cepat. Ini pasti, ia menjadi sasaran kekejaman Bu Trisila saat marah. Huh, menyusahkan tapi Satya mesti melakukannya.
"Mereka cuman berantem biasa Bu." ujarnya seadanya. Lantas ia harus bilang apa? Kejadian kemarin begitu brutal. Bila pihak sekolah mengetahuinya, maka habis sudah.
"Lalu kenapa saya mendengar desas desus adanya sandera atas insiden kemarin?" Bu Trisila semakin mengintimidasi. Dan itu terasa tidak menyenangkan.
Melihat gelagat Satya yang tidak mampu mengatasi lawan bicaranya, Aliza sebagai wakilnya memutuskan angkat suara. "Itu hanya rumor Bu. Nyatanya, seluruh anggota kelas berangkat." ujar Aliza.
"Oh ya?" Bu Trisila menelisik satu persatu siswanya dengan lebih teliti.
"Stella." jeda beliau. "Kenapa tangan kamu diperban?"
Stella berdehem. Ia menarik napasnya untuk berusaha tenang. "Kemarin tangan saya kesayat pisau Bu." ujarnya jujur.
"Oh kok bisa?" tanya Bu Trisila menyilangkan tangannya di depan dada. Beliau memicingkan matanya saat Stella menarik napas.
"Itu pengalaman memalukan Bu. Maaf saya tidak bisa cerita." ujar Stella mengelak sebisa mungkin.
"Jadi begitu." Bu Trisila menatap tidak percaya ke arah Stella. Namun jawaban Athilia membuat Bu Trisila menoleh kearahnya.
"Kemarin Stella kena pisau waktu mengupas kentang bu!" ujarnya.
"Mengupas kentang sampai keiris kayak gitu?" sela Bu Esa melirik luka di telapak tangan Stella.
"Nah makanya itu jadi pengalaman memalukan Bu." ujar Rika berdiri.
"Betul Bu."
"Masuk akal Bu."
Keadaan kelas begitu ricuh guna mendukung sandiwara mereka menutupi kesalahan kelas itu.
Splash.
"DIAM! TENANG SEMUANYA!" Pak Mukhlis memukulkan rotan panjang yang semenjak kapan menjadi kesayangannya dan selalu ia banggakan.
"Kenapa saya berpikir kalian berusaha menutupi sesuatu?" ujar Bu Trisila melangkah ke depan kelas. Beberapa dari mereka terlihat meneguk saliva susah payah.
"Bu, untuk apa kami menutupi yang tidak seharusnya kami tutupi?" ujar Fariz. Abay tentu saja malas menjelaskan kepada guru penuh curigaan itu.
Ting!
Bu Trisila tersenyum mendengar notifikasi masuk di ponseknga. Artinya ia mendapatkan bukti yang membuatnya bisa membungkam penuh anak didiknya yang keras kepala ini.
"Apa penjelasan kalian tentang video yang saya terima barusan?" Bu Trisila menyalakan volume sekeras mungkin.
"LET'S KILL THIS LOVE!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : TRUTH OVER DARE
Fiksi RemajaTerdampar di sekolah yang terkenal buruk di kalangan masyarakat membuat sebagian orang merasakan minder yang luar biasa. Apalagi, SMA Gemilang sama sekali tidak pernah mencetak anak emas berprestasi sejauh ini. SMA Gemilang selalu mendapatkan anak b...