[9] Another Side

1.6K 201 49
                                    

Aliza menggoreskan tinta diatas buku bersampul hitam. Matanya menelisik jauh dan otaknya mengalirkan kalimat dengan lancarnya hingga tangannya tidak mau berhenti digerakkan.

Tok tok tok.

Pintu kamar diketuk Elma perlahan. Namun Aliza bergeming, ia masih setia dengan pekerjaannya.

"Al? Ayo makan. Mom sama Dad udah menunggu." Elma membuka pintu tersebut perlahan-lahan. Selepas ia memasuki kamar bernuansa abu-abu itu, senyum Elma menghilang.

"Al, jangan bilang kamu menulis cerita sedih lagi."

Aliza benar-benar muak mendengar penuturan Kakaknya. Sedari dulu, Kak Elma selalu melarangnya menulis. Entah apa alasannya. "Kenapa? Bukan urusan Kakak," balas Aliza dingin. Ia menyimpan buku berwarna hitam itu ke dalam laci meja belajarnya.

Elma bersedekap. "Bagaimana kalau sampai buku itu menjatuhkan lo?" Tanyanya seakan menuntut jawaban.

Aliza menggeleng tak paham. "Siapa yang bakalan menjatuhkan Aliza?"

Elma terdiam lalu mengalihkan pembicaraan. "Sudahlah, ayo makan."

Aliza mengangguk. Ia bersama Elma turun dari lantai atas. Dilihatnya ada Dad-nya yang sedang sibuk menelepon seseorang. Aliza menatap penuh harap. Dad-nya nampak sibuk setelah diangkat jabatan oleh Kakeknya. Kesibukan itu memaksa Aliza menyita waktu kebersamaan mereka. Aliza tidak betah di rumah. Apalagi Bibi dari pihak Mom-nya menginap di sini beberapa hari. Aliza semakin tidak betah.

"Anak perempuan kok pemalas," komentar Bibinya pedas. Lihat? Baru saja Aliza menampakkan diri, ia sudah dikatai hal-hal buruk.

"Lain kali kalau ada orang memasak itu dibantu. Nggak ada tata krama sama sekali," ujar Bibinya lagi. Ia yakin penghinaan itu sepenuhnya tertuju padanya.

Mom-nya tersenyum canggung. "Aliza, sini sayang kita makan."

Aliza mengangguk. Ia tidak terusik dengan kalimat menyelekit Bibinya. Sebagai seorang bermulut pedas, Aliza sudah maklum dengan semua itu.

Dad Aliza mematikan ponselnya. Beliau mengusap puncuk kepala Aliza sebelum duduk di kursi kebesarannya. Aliza senang karena merasa Dad menghiburnya.

Dentingan sendok dan garpu menggema. Aliza yang merasa ditatap terus-terusan Bibinya mencoba sabar dengan mengajak bicara Kakaknya. "Kak, nanti gue pinjem speaker," ujar Aliza.

Bibinya itu kembali melontarkan perkataan pedasnya. "Lagi makan kok mengoceh, nggak sopan banget."

Aliza benar-benar harus memakai earphone untuk menyumpal telinganya rapat. "Kayak ada yang ngomong, tapi siapa?" Aliza nampak menyeringai menatap terang-terangan Bibinya. Ia lelah melihat sikap Bibinya. Ia jadi ragu kalau orang di depannya itu memang saudara Mom-nya.

"Hush Dek," tegur Elma. Walaupun ia sendiri merasa tingkah Bibinya kelewatan.

"Kenapa Kak? Dia juga ngomong kok."

"Lihat Risma, anakmu itu jadi pembangkang," ujar Bibinya mengadu kepada Risma, Ibu Aliza dan Elma.

Risma membasahi bibirnya menyadari permusuhan antara saudaranya dan juga anaknya. "Maafkan Aliza, Mbak."

SCIENCE 7 : TRUTH OVER DARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang