°•°•°•°•°•
Zio meletakan kepalanya dengan lesu di sela-sela lipatan kedua tangannya di atas mejanya. Cowok itu menatap kosong pada buku tulis yang sengaja ia letakan di depan wajahnya untuk menutupi bahwa dirinya sedang tidak mengamati pelajaran yang tengah berlangsung sekarang ini.
"Baiklah anak-anak, pelajaran ini kita sudahi dulu, kita akan lanjut lagi Minggu depan, jangan lupa untuk mengumpulkan tugas, saya akan menunggu sampai jam istirahat nanti.." Guru wanita berkacamata itu berlalu keluar setelah mengucapkan salam penutup pelajaran kepada para muridnya di kelas.
Grekk!!
Zio yang tadinya sedang terpejam langsung membuka kelopak matanya saat merasakan keberadaan orang lain di sampingnya. Dan seseorang itu baru saja menarik kursi hingga sebuah bunyi deritan terdengar cukup keras di telinganya.
"Kusut amat Zi." Itu suara Adlan, salah satu temannya. "Gue perhatiin, Lo dari tadi kagak fokus, kenapa Lo?"
"Tch, bukannya dia emang selalu gitu ya?." Suara Andreas terdengar menyahut. Membuat Zio menghembuskan nafasnya secara kasar, ia membalikan wajahnya ke samping untuk menatap teman-temannya dengan posisi kepala masih ia tempelkan diatas meja.
"Gue lagi badmood berat." Ujar Zio dengan suara pelan dan terdengar malas.
"Tch, seorang Zio kok bisa badmood, ngga mungkin." Gerutu Andreas yang langsung dibalas delikan mata Zio.
"Gara-gara dare yang kalian kasih itu, gue jadi begini." Dengus Zio kesal.
Adlan langsung menatap penuh pada Zio. "kenapa sama itu?."
Zio menegakkan tubuhnya, matanya bergantian menatap Andreas dan Adlan dengan tatapan malas.
"Gara-gara itu gue jadi mengalami hal yang rumit!" Decak Zio kesal.
Andreas menoyor kepala Zio pelan. "Yaelah, si bujankk, alay ah Lo!"
Zio memutar matanya malas, emang sulit bicara dengan makhluk idiot seperti Andreas ini. Zio diam tak menyahuti ucapan Andreas, kemudian cowok itu beralih menatap sekeliling. "Viko? Tuh anak kemana?"
Adlan ikut beralih menatap sekitar, dan benar ia tak menemukan sosok Viko. Berbeda dengan Andreas yang malah menyengir lebar, dan itu membuat kedua orang pemuda di hadapannya itu menatap pemuda itu dengan pandangan bertanya-tanya. Sungguh! Senyum Andreas sangatlah mencurigakan.
"Biarin aja, dia lagi gerak maju.."
Zio mengernyit heran, "gerak maju kemana?"
Andreas terkekeh misterius, "dia lagi jedor cewek.."
Zio dan Adlan terdiam sejenak, kemudian saling terpekik kaget saat mengerti arti kata ’jedor’ yang telah diucapkan oleh Andreas.
"Anjim!! Viko?!" Sentak Zio dan Adlan yang merasa tak percaya dengan perkataan Andreas.
Andreas mengangkat sebelah alisnya bingung, "Lo berdua kenapa? Kaget gitu?"
Adlan menggeleng pelan, "gue kaget aja karena sosok Viko yang kalem dan jarang deket ama cewek bisa nembak cewek.."
"Tch, kaget Lo berdua nggak guna.." decak Andreas.
"Maksud Lo?" Zio bertanya dengan wajah bingungnya.
"Ya, kalo cowok nembak cewek itu nggak perlu dikagetin lagi, kalo cowok nembak cowok, nah, Lo berdua baru boleh kaget." Kata Andreas dengan tawa menyebalkannya.
Plak!.
Andreas mengaduh kesakitan saat telapak tangan kurang ajar Adlan mendarat di dahinya.
"Gobl*k!." Umpat Adlan dengan wajah datarnya.
Dan Andreas malah tertawa keras melihat hal itu, cowok itu memang suka sekali menggoda teman-temannya.
*
Bruk!.
Zio menatap nanar pada sebuah roti yang terjatuh dibawah kakinya, matanya menatap sosok gadis berhoddie di hadapannya. Karena gadis itu, roti miliknya terjatuh dan sudah tak layak makan lagi.
"Sorry." Gadis itu berucap pelan untuk meminta maaf kemudian hendak beralih pergi, sebelum Zio mencegahnya dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Lunaira?" Zio tidak salah mengenali suara itu, meski suaranya terdengar pelan dan lirih, tapi ia masih bisa mengenali suara Lulu.
Lulu, gadis yang menabrak Zio itu mendongakkan kepalanya. Untuk sesaat, keduanya terpaku diam, saling menatap.
Zio tersentak, matanya membulat saat melihat sebuah lebam biru di ujung bibir Lulu. Reflek, cowok itu menggerakkan tangannya untuk menyentuh bibir gadis itu. Dan langsung dibalas dengan tatapan kaget oleh gadis itu.
Dapat Zio lihat juga, kedua mata itu memerah dan berkaca-kaca menahan tangis. Dan tepat saat itu, hati Zio terasa nyeri, entah karena apa.
"Bibir lo—"
Plak!
Zio terkaget saat Lulu menepis kuat tangannya dan segera berlari melewatinya begitu saja.
"Zi!"
Zio tersentak, cowok itu berbalik menatap sosok Andreas yang sedang membawa sebuah nampan dengan tiga buah mangkuk didalamnya.
"Anjir Lo! Bantu gue napa, Berat nih!"
Zio diam, matanya menatap lurus pada ketiga mangkuk soto yang asapnya masih mengepul diatasnya.
"Gue cabut dulu, bagian gue boleh Lo makan.." Zio langsung berlari pergi tanpa menghiraukan Andreas yang sudah berteriak keras memanggilnya.
Entah apa yang terjadi pada Zio, tapi yang jelas sekarang ini, pikirannya telah terkuasai oleh hati yang telah mendorongnya untuk mengejar sosok Lulu.
Kaki Zio berhenti, matanya menatap sosok Lulu yang menunduk dalam di ujung koridor. Mulutnya terbuka hendak memanggil nama gadis itu, sebelum sebuah suara lantang berhasil mencegah dirinya bersuara.
"Zioo!! Gue kangen Lo!!"
Deg!
Jantung Zio rasanya seperti berhenti, saat dirinya merasakan sebuah pelukan erat ditubuhnya.
Kedua matanya membulat, ia menunduk menatap gadis yang telah memeluknya ini.
"Zefa?"
Gadis itu mendongak, ia menatap Zio dengan tatapan lembutnya. "Zefa kangen Zio.."
Tak ada senyum ataupun ekspresi di wajah Zio, cowok itu hanya diam dan memandang kosong wajah antusias Zefa didepannya.
Kenapa Zefa harus kembali disaat-saat seperti ini?
Kenapa?
***
Sampai jumpa di part selanjutnya gaesss👻👻.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Or Bad Couple? [END]
Fiksi Remaja"nikahi gue!" "Apa?! Lo gila?!" "Gue waras! nikahi gue!" "Shit, gimana bisa?! Gue masih SMA!" "Gue ngga nanya status Lo! Gue cuma minta satu!, N-I-K-A-H-I G-U-E!" "GILA!" * Zio dan Lulu adalah sepasang insan remaja yang dipertemukan dalam sebuah tra...