Seperti baru ditikam, dia terjaga dari lena sambil memegang dadanya yang sedang kesakitan. Nafasnya naik turun dengan kencang, peluh dingin merintik membasahi seluruh muka dan lehernya. "Uhuk... uhuk..." batuk Edith sambil memegang dada dan tempat yang dia rasakan sakit.
Apa yang sudah berlaku? Kenapa dia merasa seperti ini? Mimpi itu terasa sangat-sangat nyata!
"Edith?" suara serak mamai Cora menyapa tak lama kemudian. "Kau tak apa-apa?"
Dia kena pergi! "Cora..." panggil Edith sambil turunkan kaki dari katil.
"Ya?" Cora mengikir rambutnya ke belakang dengan mata diperkecil. Dia terjaga karena mendengar suara Edith. Selama bertahun-tahun tinggal bersama Edith, dia sudah hafal sangat dengan keadaan kawannya ini. "Kenapa?"
"Aku keluar sekejap. Kau duduk sini jangan ke mana-mana." beritahu Edith yang kemudian bergerak ke arah tempat penyangkut baju. Dia meraih kot labuh coklatnya lalu disarungkan ke badannya dalam keadaan menggigil kuat.
"Hah? Keluar? Ke mana? Luar masih gelap lagi tu?" tanya Cora yang ikut bangun dari katil lalu berjalan mendekati Edith.
"Aku jelaskan dekat kau nanti. Tapi aku betul-betul kena pergi sekarang. Jangan risau." bisik Edith sambil memegang perlahan tepi lengan Cora lalu bergerak ke arah pintu keluar.
Cora yang masih mamai dan kebingungan itu hanya mampu memperhatikan kelibat Edith menghilang dari muka pintu itu tanpa dapat berbuat apa-apa.
Apahal pulak kali ni?
Edith turun tangga tingkat tiga itu dalam keadaan tergesa-gesa sehingga tiba di pintu utama bangunan tersebut. Dia menolak kunci kayu itu ke samping sebelum menarik pintu papan itu ke dalam dan meloloskan diri dari situ.
Bersama kaki yang masih menggigil teruk akibat perasaan yang dirasainya selepas bermimpi, Edith mengatur langkahnya ke kedai posyennya yang berada tidak jauh dari rumah sewanya. Pada masa itu, angin malam bertiup dengan kencang, menerbangkan rambut panjang Edith ke belakang dengan tiba-tiba. Secara automatik, dia mengencangkan lagi kot ke badannya.
Setelah berjalan beberapa meter, Edith tiba di depan pintu masuk kedainya. Waktu itu seluruh kawasan itu gelap tanpa lampu. Tidak seorang pun kelibat manusia terlihat berkeliaran di jalan itu. Hanya dia seorang sahaja di situ.
Dia baru saja hendak meraih mangga di pintu itu, namun terhenti saat melihat mangga itu sudah pecah menjadi serpihan di bawah kakinya. Tanda bahwa ada yang masuk secara paksa ke dalam kedainya.
Waktu ini, degupan jantung dalam tulang rusuknya berdegup kencang, seakan-akan hendak meletup. Jadi betul apa yang dia mimpikan tadi? Hal itu benar-benar terjadi?
Dalam keadaan ragu-ragu, Edith meraih tombol pintu kedainya dan menolaknya perlahan ke dalam sebelum masuk selangkah demi selangkah.
Pijakan kakinya di lantai kayu itu, mata Edith bergerak dengan hati-hati sekitar kedainya. Dari tepi ke tengah lalu berhenti di kaunter. "Hello?" sapa dia dengan takut. "Ada sesiapa di sini?" Dia tidak tahu mengapa dia melakukan ini. Seharusnya dia lari dan memanggil penguasa atau seseorang. Yang dia tahu, sesuatu dalam hati dan kepalanya memberitahu bahwa orang ini membutuhkan bantuan.
SPRANG! Tiba-tiba, seseorang muncul dari tepi tiang kayu, menjulurkan senjata ke arah Edith.
Terkejut, Edith melompat dan mengangkat tangan sebagai isyarat menyerah saat melihat bayangan dalam kegelapan itu. Air liur takut dia telan dengan susah payah. "Dengar... saya datang untuk membantu anda... tolong, jangan apa-apakan saya." beritahu dia dengan perlahan.
BERDESUP! Seperti angin berlalu, dalam sekejap mata, Edith ditolak oleh orang itu dan jatuh ke lantai. Orang itu menekan tulang di bawah leher Edith dengan kapak yang dipegangnya. "Tipu. Kau orang istana bukan?" suara lelaki kedengaran dari balik topeng.
"Uhuk!" Edith batuk karena merasa sesak di dada setelah belakang badannya dihantam dengan begitu kuat. "Tidak... uhuk!" lafaznya terpotong oleh batuk. Ketika dia membuka mata, cahaya lampu dari luar membias melalui dinding kaca kedai, menerangi topeng di atasnya.
Serigala!?Tak mungkin la! Mata Edith terbuka lebar. Jadi, dalam mimpi itu, dia menjadi Si Serigala, dan Serigala itu adalah lelaki di atasnya sekarang. "Nampaknya awak cedera..." bisik dia dengan susah payah karena tekanan di lehernya.
Hanya dengan menyebut kata "cedera," lelaki di atas Edith mulai batuk-batuk dan tunduk hingga hampir jatuh menimpa Edith.
"Uhuk! Uhuk!" dia juga terdengar batuk."Siapa kau?" tanya dia dengan susah payah.
YOU ARE READING
24. The Grimm Reaper
FantasyAwalnya Serigala dan Rusa berfikir hanya mereka sahaja yang mempunyai kutukan ini. Mereka fikir selama ini tiada siapa selain mereka yang dapat melihat wajah mereka tanpa meragut nyawa seseorang itu. Siapa sangka pertemuan Beruang, Kucing dan Musan...