•Retak•

248 61 124
                                    

"Entahlah, Semakin aku marah, semakin aku bersedih" -Jian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Entahlah, Semakin aku marah, semakin aku bersedih" -Jian




🌞🌞🌞





"Erik..." samar Jian berteriak memanggil anak lelaki yang hendak melangkah masuk kedalam rumahnya.

"Erik disini..." Panggil Jian lagi.

"Kakak!!?" Dengan raut wajah terkejut Erik memperhatikan penampilan Jian yang acak-acakan.

"Kok kakak bisa disini?" Tanya Erik sembari berlari mendekat.

"Ceritanya panjang..."

"Kakak mau nanya boleh?" tanya Jian

"Boleh kak, Tapi ayo masuk ke rumah erik dulu. Disini dingin." Erik menarik Jian dengan tangan mungilnya. Jian mengigit bibirnya merasa gemas dengan pria kecil ini.

"Maaf kak rumah erik jelek." Ucap Erik

"no...It's oke."

"Hah? kakak ngomong apa?" Tanya erik bingung.

"Ngga erik ngga ada." Jian terkekeh geli.

"Ibu....cepat keluar." Erik menarik wanita tua yang tadi ia lihat.

"Malam bu..." Jian menunduk

"Siapa dia erik?" Tanya wanita itu penuh keheranan.

"Dia yang bantuin Erik kemarin. Beliin Erik banyak makanan sama barang-barang yang waktu itu bu." Ucap Erik dengan mata berbinar.

"Wah kau orangnya...Terimakasih banyak nak..." Wanita itu tiba-tiba saja berlutut.

"ah tidak bu. Jangan seperti ini." Jian membawa tubuh wanita itu kembali berdiri.

"Oh ya kenapa kesini?" Tanyanya

"Erik yang ajak bu. Soalnya kakak ini tadi duduk di tanah deket pohon besar disana. Kasian udah malem." Erik menjelaskan

"Benarkah? Ada apa?" Tanya wanita itu lagi.

"Emm...tidak. Sebenarnya ada yang ingin ku tanyakan pada kalian." Jian menelan berkali-kali salivanya. Entah apa yang membuatnya gugup.

"Tanyakan lah..."

"Sana...Siapa Sana?" Ucap Jian dengan ragu

"kakak kenal kak Sana?" Erik mendekat.

"Em..." Jian mengangguk.

"Maaf bisa kau sembunyikan ini. Sana mungkin akan malu jika tahu ada temannya datang kemari. Jangan sampai ada yang tahu ini rumah Sana. Kasihan anak itu." Wanita tua itu berbicara dengan lirih.

"Ah baik bu..."

"Sana itu sudah ku anggap seperti anak sendiri. Ia bertemu dengan ku saat usianya 10 tahun. Saat itu ia sedang menangis dengan keadaan yang sangat kacau di sekitar gubuk dekat tempat kerjaku. Dengan berbaik hati aku membawanya pulang. Tapi itu kesalahan terbesarku. Bisa-bisanya aku membawanya pulang dan membuat hidupnya susah. Pasti berat menjalani hari-harinya dengan ku di lingkungan kumuh seperti ini." Tetes air mata perlahan membasahi di pipi wanita tua yang tepat berada di depannya sontak membuat Jian terkejut.

She is "Jian" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang