•°Cinta Tak Terucap;02°•

108 17 2
                                    

LavenderWriters Project°•

•° Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•

•°Part 02 By: pratiwifrida5°•

•°Selasa, 17 November 2020°•

.
.
.

💜Happy reading💜


Dua lelaki dengan predikat blasteran surga itu tengah berada di salah satu kafe ternama di Jakarta. Kafe itu selalu ramai karena desainnya yang mengikuti tren anak muda.

“Gak salah kita milih nongkrong di sini, banyak cecan anjim,” ucap Afnan, lalu menyesap hot coklatnya. Jangan heran mengapa bukan kopi, karena Afnan adalah salah satu cowok yang tidak menyukai kopi, entah apa alasannya.

“Biasa nongkrong di semak-semak sih lu, jadi sekalinya ke tempat berkelas keliatan banget kampungannya,” sahut Ray nyelekit. Cowok itu memang menyahuti sohib sekaligus saudara sepupunya itu, tapi matanya fokus pada ponsel yang ia genggam.

“Omongannya ... udah gak benar, nyelekit lagi. Minta di balikin ke TK, tuh mulut,” ucap Afnan.

“Ambil aja, Nan. Biar ... biar nanti gue di kampus gak usah pake mulut!” seru Ray asal.

Afnan menghela napas pelan. Berdebat dengan Ray selalu menjadi sumber kekalahannya. Cowok itu tidak mau kalah, selalu bisa menyahut dan berakhir lawannya yang menyerah. Jika ada lomba adu mulut, Afnan akan mendaftarkan nama Ray. Lumayan, kalau menang uangnya bisa disumbangkan agar dosanya bisa sedikit berkurang.

“Dari dulu gak berubah ye lu, nyahut mulu!”

“Kita cabut sekarang!” ucap Ray menghiraukan Afnan.

“Lahh! mau kemana?” tanya Afnan, heran. Pasalnya dari tadi Ray, hanya menatap ponselnya. Afnan saja seperti berbicara sendiri karena cowok itu sibuk dengan ponselnya. Sekalinya simpan ponsel, langsung cabut-cabut saja.

“Aksa belum datang Ray!” Afnan memperingati. Tadi mereka janjian bertiga. Namun, Aksa belum datang, bahkan setelah hampir sejam mereka berada di kafe ini.

“Ck! dia gak bisa datang, kita ke rumahnya sekarang.”

“Gimana ceritanya? ini dia yang milih di sini, loh. Kok tiba-tiba berubah?”

“Bacot! lu ikut gak? dia nggak bisa ninggalin adik perempuannya. Di rumahnya gak ada orang.”

“Loh, si Aksa punya adik? kok gue gak tau?”

Ray memutar bola matanya, jengah. Tidak bisakah Afnan ikut saja dan tidak usah bertanya? Lagi pula, apa pentingnya Aksa memberitahu kalau dia punya adik perempuan?

“Gue cabut, lu pulang jalan kaki.” Ray meraih kunci mobil yang ada di atas meja, lalu melangkah meninggalkan Afnan.

“Woy ... Ray, tungguin gue!” teriak Afnan, tidak peduli jika banyak pasang mata tertuju padanya karena teriakannya. Dengan langkah yang sedikit tergesa-gesa, cowok itu menyusul Ray. Afnan tidak membawa kendaraan, jalan kaki, dan naik kendaraan umum adalah bukan pilihan yang baik, karena ia tidak membawa uang sepersen pun. Ray memang selalu tau cara menyiksanya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya dua lelaki predikat blasteran surga itu tiba di sebuah rumah dengan desain ala Eropa.

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang