•°Cinta Tak Terucap ; 13°•

48 11 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•

•°Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•

•°Part 13 By: Mayolif°•

•°Senen, 30 November 2020°•

.
.
.

Happy Reading!


"Gas, passing bolanya ke Afnan!" teriak Aksa lantang dan dijawab dengan anggukan kepala dari pemilik nama. Bagas langsung melakukan overhead pass, karena jarak antara dirinya dan Afnan terlalu jauh. Diposisi Afnan, tak ada satupun tim lawan yang berada di situ, semua fokus ke lapangan tengah.

Ketika bola tertangkap oleh kedua tangan Afnan, ia segera membawa bola itu ke arah Raynar. Sayangnya, tim lawan telah membaca niat Afnan dan dengan mudahnya merebut bola itu. Namun, tak berselang lama, bola itu direbut kembali oleh Raynar. Tepat ditengah lapangan, Raynar melakukan shooting dan tepat sasaran. Bertepatan dengan itu, suara peluit dari pelatih mengakhiri pertandingan, dengan poin akhir 50-45.

"Ray, pimpin mereka pendinginan!" perintah Huda, sang pelatih.

"Jangan pada duduk dulu, kita lakukan pendinginan. Supaya, otot jadi lebih relaks dan mengurangi risiko otot nyeri, kram, dan kaku," ucap Ray, "benarkan, Bang?" tanya Ray.

"Iya."

Ray pun memimpin pendinginan, mulai dari kepala sampai kaki. Setelah itu, mereka istirahat dengan kaki di luruskan. Keringat mengucur deras dari badan tiap pemain. Napas mereka tak beraturan.

"Bang Huda, mau nggak ajarin kita berlima main basket?" tanya Naya tiba-tiba.

Huda tersenyum. "Ya maulah, apalagi ngelatih cecan kayak kalian. Mau banget malah," jawab Huda, "kalian lakuin pemanasan dulu," lanjutnya.

"Aksa, Raynar, Afnan, Gindra, Bagas, kalian latih mereka."

"Bang, kenapa jadi kita yang latih? penipuan ini. Abang yang iyain, kita yang ngelakuin. Enak aja. Lagian, kita masih capek, yang lain aja deh," protes Gindra.

"Lu aja kali. Kita masih kuat buat ngelatih mereka," ejek Afnan, "iya nggak?"

Ray, Aksa, dan Bagus mengangguk kompak. "Biasanya juga, lu gak protes kalo disuruh latih cewek. Pasti ini karma buat lu, karna lu balik gak bawa buah tangan. Padahal, gue sama yang lain udah berharap lebih ke lu," cibir Ray.

Afnan dan Aksa menggeleng pelan, mereka tak mau dijadikan kambing hitam. Walaupun yang dikatakan Ray ada benarnya. DIKIT. Tetapi, mereka tak seperti Ray yang tiap hari berharap oleh-oleh dari Gindra.

"Kalian mau nggak, ngelatih mereka?" tanya Huda sekali lagi, "gue ada urusan penting, yang gak mungkin gue tinggal," jelasnya. Huda memang tak pernah menggunakan bahasa formal, ketika berbicara dengan mereka. Menurutnya, bahasa formal terlalu kaku dan membuatnya terbatasi. Berbeda dengan bahasa sehari-hari, yang lebih santai dan membuatnya bisa dekat dengan mereka semua.

"Iya," jawab Gindra malas.

"Ikhlas gak nih?" sindir Huda.

"Heem. Udah deh, pergi sono!" usir Gindra. Huda tak ambil pusing, dengan kelakuan Gindra. Ia segera pergi dari sana.

"Gue latih Naya, karena dia sodara gue. Ray, lu latih Friska, biar dia seneng. Nan, lu latih Hasya, gue tau lu lagi deket sama dia. Dra, lu latih Jihan, anggap aja hukuman dari kita. Gas, lu latih Chessa, karena lu dem–" jeda Aksa, ia melirik Bagas yang tengah menatapnya tajam. "De–dedemit." Ray menatap Aksa menyelidik, ia tak percaya dengan apa yang diucapkannya.

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang