•°Cinta Tak Terucap;20°•

34 9 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•

•°Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•

•°Part 20 By: Mayolif°•

•°Senin, 14 Desember 2020°•




💜Happy Reading💜

Macet dan polusi udara. Kata yang identik dengan Kota Jakarta. Hadirnya taman memberikan media asri lengkap dengan fasilitas yang memadai. Salah satunya adalah Taman Menteng.

Di taman itulah, Aksa dan sang pujaan hati berada. Mereka tengah menikmati fasilitas yang tersedia disana. Mereka berhenti di tempat yang biasanya dijadikan tongkrongan.

"Bas, duduk situ, yuk!" ajak Kirana, pacar Aksa, sambil menunjuk sebuah bangku yang terbuat dari besi. Aksa hanya berdeham, sebagai jawaban setuju.

Kirana mengeluarkan handphonenya dari dalam tas. Ia menyambungkan wifi yang ada disekitar tempat itu ke handphonenya. Setelah tersambung, ia membuka sebuah aplikasi yang biasanya ia gunakan untuk menonton drakor. Saking sibuknya, ia melupakan seseorang yang berada disampingnya.

"Bi," panggil Aksa yang tak kunjung mendapat jawaban, "dari tadi kamu serius banget sama benda pipih itu. Emang benda pipih itu lebih penting daripada aku? aku sampai rela bolos kuliah demi kamu," lanjutnya.

"Yang nyuruh kamu bolos, siapa? aku kan, gak maksa kamu buat nemenin aku," ucap Kirana cuek. Ia masih asik mendownload drakor kesukaannya, mumpung dapet wifi gratis.

Aksa mengelus dada bidangnya dengan sabar. Cewek mah selalu gitu, kalo dijawab 'gak' ntar ngamuk, kalo dijawab 'iya' responnya malah kayak gitu.

Aksa memejamkan matanya. "Bas, jangan merem! ntar kamu malah kebablasan tidur. Aku gak kuat buat angkat badan kamu," peringat Kirana.

Aksa menekan hidung Kirana. "Bas, aku gak bisa napas." Kirana mencubit perut keras milik Aksa yang membuat sang empu meringis. Kirana mengambil udara dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia melakukan beberapa kali sampai napasnya benar-benar kembali normal.

"Bas, kamu jadi pacar gak ada romantis-romantisnya. Kebanyakan orang itu narik hidung, bukan neken hidung," ketus Kirana.

"Gitu aja marah, kamu yang dari tadi cuekin aku, aku gak marah sama kamu. Gak asik kamu, Bi." Aksa berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Kirana.

Kirana menatap Aksa heran. Harusnya ia yang marah, bukan Aksa. Aksa menekan hidungnya sampai ia susah untuk bernapas. Ia tadi hanya mencuekin Aksa satu jam. Iya, hanya satu jam. Gak kurang, gak lebih. Salah?

Kirana segera mengejar Aksa yang kian menjauh. "Bas, tungguin!" teriak Kirana.

Tiba-tiba Aksa berhenti, membuat Kirana mengaduh kesakitan. Karena ia menabrak punggung milik Aksa. Kirana mengusap dahinya. "Bas, kalo mau berhenti ngode, jangan asal berhenti, biar aku gak nubruk kamu. Kasian punggung kamu, pasti dia ngerasain sakit."

"Iya-iya. Sejak kapan pacarku ini, jadi cerewet gini," ucap Ray, kali ini dia tidak menekan hidung Kirana, tetapi sebaliknya. "Bi, itu Raynar bukan?" Aksa menunjuk seorang laki-laki bertopi merah.

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang