•°Cinta Tak Terucap ; 07°•

52 12 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•

•°Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•

•°Part 07 By: Mayolif°•

•°Senen, 23 November 2020°•



💜Happy Reading💜

Hujan kembali mengguyur kota Jakarta sore ini. Membuat beberapa genangan air yang tak beraturan. Seorang gadis terus menghentakkan kakinya kesal. Meruntuki hujan yang tak kunjung reda. Bajunya sudah basah akibat angin yang menerpa tubuhnya membawa bulir air hujan. Sambil menggosok-gosokan tangan ke tubuhnya menahan rasa dingin yang menyerangnya itu.

"Dingin?" tanya Raynar datar.

"Dikit," jawab gadis itu.

"Oh. Walaupun lo bilang 'iya' gue juga gak akan pinjemin lo jaket." Seketika Naya membulatkan mata. "Lo inget perkataan Dilan tadi?" tanya Ray.

Naya menggeleng pelan. "Ck! terus lo dari tadi gak perhatiin tuh film. Eh, gue lupa, lo kan ke bioskop buat ngerjain tugas," sindir Ray. Naya hanya tersenyum kecut. Dia ke bioskop bukan untuk mengerjakan tugas, itu hanya alibinya saja agar bisa berduaan dengan Rafa.

"Kata Dilan, 'jika hujan, aku tak akan memberimu jaket. Sebab jika aku sakit, lalu siapa yang akan menjagamu?' kalo versi gue, 'jika hujan, aku tak akan memberimu jaket. Sebab jika aku sakit, tak ada yang menjagaku' true?"

"Serah lo, Ray," ucap Naya sembari menggosokkan tangannya. Tiba-tiba sebuah jaket bersandar di bahunya.

"Pake, Nay. Gue tau, lo kedinginan. Gue gak mau lo sakit, nanti gue yang di hajar Abang sama pacar lo karena gak becus jagain lo," ucap Ray ngeri.

"Kenapa gak dari tadi, Ray? baju gue udah basah juga." Ray mengangkat bahunya acuh. Kemudian keadaan menjadi sepi, tak ada lagi pembicaraan antara mereka.

Tin tin
Suara klakson mobil memecah keheningan. Kaca mobil diturunkan dan terlihat empat orang cewek.

"Nay," teriak salah satu dari mereka dan melambaikan tangannya.

"Mau pulang nggak? kita anterin kuyy, dari pada lo kedinginan disitu."

"Ta–"

"Pulang gih. Gak usah peduliin gue," ucap Ray.

"Siapa juga yang mau peduli sama cowok kek lo, dasar mulut cabe!!" ucap Naya berlalu pergi. Ray mengelus dadanya, SABAR.

*****

Fajar, ia sebagai pembeda antara malam yang dingin dan pagi yang hangat. Ia juga sebagai penanda bahwa di setiap impian, ada kerja keras untuk mewujudkannya.

Dalam sebuah kamar yang didominasi warna abu-abu, terlihat seorang laki-laki yang tengah menggulung dirinya dengan selimut tebal. Tetapi, itu tidak dapat mengurangi rasa dinginnya.

"Ray, bangun," ucap Ratna lembut. Ia kemudian membuka jendela, mengijinkan sebuah cahaya berwarna oranye masuk ke dalam kamar itu. Hangat.

Ratna menggelengkan kepalanya pelan, melihat anak semata wayangnya itu belum juga terbangun. dari mimpi indahnya. "Ray," panggilnya sekali lagi, "kamu gak ngampus hari ini?"

"Nggak, Ma. Hari ini libur, jadi biarin Ray tidur lagi. Ray, ngantuk berat, Ma," ucap Ray dengan suara serak. Kedua matanya masih terpejam erat.

"Kamu begadang, Ray?" tanya Ratna yang dijawab Ray dengan dengkuran halus. Ratna terkekeh pelan. Ia kembali membenarkan selimut anaknya dan mencium keningnya. Ratna tersentak kaget, ketika merasakan sesuatu yang panas pada bibirnya. "Ya ampun, Ray!! badan kamu panas banget. Kamu hujan-hujanan yaa kemarin?!" tuduh Ratna.

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang