•°Cinta Tak Terucap;37°•

28 6 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•
•°Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•
•°Part 37 By: meiwidiyani_ °•
•°Kamis, 31 Desember 2020°•



💜Happy Reading💜

"Udah, mereka udah diurus kampus, Alexa juga dikeluarin dari organisasi." Naya menghela napas lega.

"Untung kamu gak kena lemparan kursi tadi Nay, kalo aja kena mungkin aku juga akan ada di sini," ucap Rafa yang masih setia mengusap pucuk rambut Naya.

Naya memukul bahu Rafa pelan, sambil melotot kan matanya. "Kamu doain aku biar kena kursi, gitu?"

Rafa terkekeh pelan, "gak, ya kali aku doain orang yang aku sayang kesakitan."

Semburat merah terlihat dipipi Naya. "Tadi, gimana ceritanya, aku cuma liat di bagian endingnya."

Rafa memang tak melihat dari awal kejadian, tapi Rafa hanya melihat Naya yang menghawatirkan Ray dan membawanya ke UKS sambil memegang tangannya.

Rafa mengangguk paham, setelah Naya menceritakan kejadian dari awal hingga akhir. "Kamu mau balik ke kelas?"

Naya tak mendengar pertanyaan Rafa, ia masih fokus melihat ke uwuan antara Friska dan Ray.

"Seharusnya, gue yang ada di sana ngobatin lu," lirih Naya yang hanya dapat di dengar oleh dirinya.

"Nay." Rafa memegang pundak Naya dan membuat Naya tersadar kembali. "Kamu mau balik ke kelas, gak? aku anterin."

"Gak usah. Lagian, kamu ada kelas, kan? udah mau mulai lho, nanti kamu kena marah lagi sama dosen kalo telat."

Rafa melihat jam yang ada dipergelangan tangannya, tujuh menit lagi kelasnya akan dimulai. "Ya udah aku ke kelas dulu, kalau ada apa-apa kabarin aku. Bye, sayang." Rafa mengusap pipi Naya sebentar dan berlalu pergi.

Sedari tadi, Ray mencuri-curi pandangan ke arah Naya dan Rafa. Sesekali dia akan mendengus kesal.

"Kenapa lo? iri liat mereka yang begitu uwuu," bisik Friska sambil menahan tawanya.

Ray melirik Friska sinis, ia tak menanggapi ucapannya. Memilih mengabaikannya adalah pilihan yang terbaik, dibanding harus beradu mulut. Ray bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan Friska yang tak henti menatapnya.

Satu.

Dua.

Ti–

"Ray, lu mau ke mana? tungguin!!" teriak Friska memenuhi ruang UKS. Ray tak menjawab dan tak menghentikan langkah kakinya.

"Ish, lu mah gak tau terima kasih, ya? udah gue obatin juga."

"Heh, lu ngobatin gue gak ada seratus persen, paling cuma sampe sepuluh persen." Friska menatap Ray dengan pandangan yang sulit diartikan. Kedua sudut Ray tertarik ke atas. "Gue bercanda. Jangan masukin dalam jantung ya, nanti jantung lu ke sumbat trus mati. Thanks, Priska ku sayang."

Naya tersenyum lebar sambil menampilkan deretan giginya yang tertata rapi dan juga putih. "Cornetto!"

Ray menganggukkan kepalanya dan mengusap rambut Friska, membuat sang pemilik menggerutu sebal. Sebab, rambutnya yang tadinya tertata rapi sekarang menjadi berantakan.

"Oke, tapi cuma satu kotak."

Friska menaruh ibu jari dan jari telunjuknya ke dagu, berpikir. Sebelum akhirnya, ia menautkan kedua jari itu membentuk huruf O.

"Tadi lu ada kelas, kan?"

"Iya, tapi pada bubar jalan, ketika denger suara ribut-ribut. Untung gak ada dosen."

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang