•°Cinta Tak Terucap;35°•

28 9 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•
•°Cinta Tak Terucap © Kelompok 4°•
•°Part 35 By: Azarine387 °•
•°Rabu, 30 Desember 2020°•



💜Happy Reading💜


Naya mencari Raynar, diikuti Rafa dibelakangnya. Tapi, sang kekasih harus kembali ke aula, ada urusan sama organisasinya.

Karena tidak menemukan Raynar di kantin kampus fakultas cowok itu, Naya segera menelponnya. Sembari berdiri di tembok sebelah pintu masuk kantin.

“Halo,” sapa Naya, saat sambungan berubah jadi waktu.

Ada jeda sebelum Raynar membalas. “Gue enggak bersalah Nay,” ungkapnya dengan suara lembut. “Gue gak bisa kalo terus-menerus liat lo marah sama gue,” sambungnya.

Naya mengangguk, kuku ibu jarinya digigit kecil. “Bisa kita ketemu?” pinta gadis itu, “gue tunggu di depan kantin fakultas lo.”

Ia mematikan sambungan setelah Raynar mengatakan dia akan menyusulnya. Punggungnya sandaran ke tembok, sebelah kakinya mengetuk berirama di atas lantai.

Dua puluh lima menit kemudian, Naya melihat Raynar tidak jauh dari posisinya, berjalan di koridor kearahnya. Naya jadi merasa bersalah, kenapa dia harus mencurigai laki-laki itu? padahal selama ini, Raynar sangat baik kepadanya.

Sialan, Alexa!

Raynar selalu riang, entah dari segi penampilan bahkan juga raut wajahnya. Jika mengingat pertemuan mereka pertama kali, Naya akan tersenyum geli. Bisa-bisanya dia merasa nyaman berbincang dengan laki-laki yang juga sanggup membuatnya kesal.

Raynar mengenakan kemeja jurusannya, warna navy. Bawahanya pakai jeans hitam, serta sepatu hitam sebatas mata kaki. Kemejanya nampak digulung sampai siku, pergelangan tangan kanannya dilingkari jam tangan berwarna hitam juga seutas gelang, lebih mirip karet rambut.

Siang itu angin kencang meski langit tidak mendung, rambutnya yang memang tidak serapih Rafa dibuat berantakan mengikuti angin.

Seorang gadis menghadang jalannya, Raynar mengobrol sebentar dengan gadis itu lalu kembali berjalan menghampirinya.

Saat jarak mereka semakin dekat, Naya merasakan desir aneh di hatinya. Mungkin ini hanya rasa bersalahnya karena telah berpikirin yang tidak-tidak tentang laki-laki itu.

“Lama nunggu?”

Naya menegakan tubuh, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutup wajahnya, ditebas angin. “Enggak kok.” Padahal dia sudah berdiri di sana hampir setengah jam.

“Mau masuk? sekalian, lo udah makan?” tanya Ray.

Naya menggeleng kecil, tersenyum. “Udah, bareng Lex–” Naya hampir menyebut nama gadis sialan itu, ia berdehem. “Atau lo yang belum makan?”

Raynar tersenyum geli. “Ditanya kok nanya balik. Gue udah makan. Terus mau ke mana?”

“Ngomong disini aja,” kata Naya.

Ray tengok sekeliling mereka, terus bilang, “yakin disini?” bikin Naya ikutan memperhatikan sekitar, orang-orang berlalu lalang, posisi mereka disamping pintu masuk kantin, tidak heran.

“Oke, enggak tepat.”

Raynar menggaruk belakang telinganya, ragu buat mengatakan, “lo enggak keberatan, kalo gue ajak ke tempat lain?”

Naya memiringkan kepalanya, berpikir. Tatapan gadis itu polos menyorot Raynar, membuat Raynar gemas bukan main.

Raynar menaikan alis. “Gimana?” Naya akhirnya mengangguk.

04;Cinta Tak Terucap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang