25. ["Lo yang nolak lo yang sedih."]

426 77 14
                                    

"Gue sama Jaemin si emang nggak sengaja ketemu trus liat Yeji jadi iseng ngikutin dia, ternyata dia ketemuan sama lo." sahut Lia.

Mereka pun lantas makan bersama. Yeji terlihat masih sangat canggung sedangkan Jeno terlihat sangat risih dengan kehadiran dua makhluk tidak di undang ini.

"Sejak kapan lo deket sama Yeji?" tanya Jaemin sambil memakan ayam kampusnya.

Namun, Jeno tidak menjawabnya.

"Lo ngapain jalan sama Jeno? Bukannya dia punya pacar? Yang kejadian waktu itu." tanya Lia pada Yeji.

"Gue udah putus sama dia." ujar Jeno yang membuat Jaemin, Lia dan Yeji shock.

Jaemin yang selaku sahabat dekatnya pun tidak tau soal ini. Kapan Jeno memutuskan untuk menyudahi hubungannya dengan Heejin?

"Jangan ngeliatin gue kaya gitu."

"Semenjak kejadian itu gue mutusin Heejin tapi bukan karena Heejin nusuk gue tapi ya emang sebelum itu gue udah muak, udah pengen putus cuma timingnya gak pas, kemarin pas kejadian juga gue gak enak mutusinnya tapi gue masih nemenin dia buat terapi sama konseling kok." jelas Jeno.

Mereka bertiga pun mengangguk-anggukan kepala mendengar cerita Jeno. Ya, bagaimana pun Jeno memang harus putus dengan seseorang yang toxic seperti Heejin. Jeno berhak mendapat seseorang yang lebih baik seperti Yeji misalnya.

....

Lino kini sedang berada di apartement bersama temannya yakni Bangchan dan Changbin. Ia berdiri di balkonnya menatap langit seolah memikirkan sesuatu. Ada perasaan aneh yang menyelimutinya setelah muridnya itu menyatakan perasaannya padanya.

"Galau lo?" tanya Bangchan yang datang membawakan segelas bir untuk Lino.

"Enggak."

"Lo yang nolak lo yang sedih."

"Apaan sih."

Ya, Lino tak bisa berbohong. Sejujurnya ia sekarang merasa bersalah kepada gadis itu.

"Kenapa lo nolak dia?"

"Gue cuma takut kejadian pas SMA keulang."

"Bukannya lo udah sembuh?"

"Udah sih tapi gue takut aja."

Lino kembali flashback dengan masa SMA nya. Ya, dia dulu memiliki pacar yang bernama Arin. Semula semuanya berjalan lancar sampai tiba-tiba Arin memutusinya tanpa alasan dan itu membuat Lino sangat marah.

Amarahnya yang tak terkendali membuat ia nekat menculik Arin. Seorang genius seperti Lino mampu melakukan hal-hal berbahaya seperti itu. Setelah kejadian itu ia pun rutin menjalani konseling dan pengobatan mental. Setelah 4tahun berjalan kini dia merasa memang sudah sembuh.

Ia mampu mengontrol amarahnya. Namun, tetap saja ia takut jika menjadi seperti 4 tahun lalu. Ia tidak ingin membahayakan Lia.

Hari ini terasa melelahkan, minum bersama dengan kedua temannya hingga pagi benar-benar membuatnya sangat mengantuk hari ini.

Saat sedang berjalan ia pun tak sengaja menabrak muridnya yang ternyata itu adalah Lia.

"Pak Lino? Gak apa?" tanya Lia yang sedikit khawatir karena gurunya itu berjalan agak sempoyongan.

"Lia? O, saya gak apa."

Namun, Pak Lino masih terlihat sempoyongan. Awalnya Lia ingin membantu namun ia berusaha untuk tidak ikut campur soal Pak Lino. Bagaimana pun ia harus melupaka Pak Lino.

Lia pun menunggu kedatangan Pak Lino karena hari ini beliau mengajar. Namun, tidak biasanya Pak Lino terlambat seperti ini. Ini sudah lewat 20menit.

"Asik nih si sok ganteng gak masuk." ujar Haechan.

"Yoi, males bet dah gue pelajarannya dia." sahut Jaemin.

Saat sebagian teman-temannya senang karena Pak Lino sepertinya tidak mengajar, tidak dengan Lia. Ia tadi melihat Pak Lino berjalan sempoyongan. Apa gurunya itu sakit?

Benar saja, Bu Jisoo datang memberi kabar bahwa Pak Lino tidak bisa mengajar karena sakit. Semua murid pun bersorak kecuali Lia yang terlihat sangat khawatir.

Sepulang sekolah Lia pun memutuskan untuk menjenguk Pak Lino di apartementnya. Lia tau dimana apartementnya karena terakhir saat makan bersama Pak Lino, beliau memberi tau nama apartementnya. Namun, Lia tida tau unit berapa apartementnya miliknya.

Lia pun pergi ke meja informasi untuk menanyakan unit berapa Pak Lino tinggal.

"Permisi, Mbak. Atas nama Pak Lino tinggal di unit berapa ya?"

"Pak Lino?"

"Iya, Pak Lino, guru Matematika, saya muridnya."

"Oh, Lino guru muda itu ya? Dia tinggal di unit 504 di lantai 5 paling ujung."

Setelah mendapat informas tersebut Lia pun menaiki lift menuju lantai 5. Ia pun berjalan ke ujung mencari unit 504. Lia menekan bel itu namun tidak ada yang membukakan pintu.

Sekali lagi Lia memencet bel itu.

"Pak Lino, Pak Lino." panggil Lia.

Lino yang kepalanya terasa sangat pusing pun dengan tertatih-tatih menuju pintu. Siapa yang datang? Huh, padahal kepalanya sangat sakit sekali.

"Siapa?"

Lino pun membuka pintu itu dan dengan samar-samaria melihat seorang gadis lalu semuanya menghitam.

BRUKKKK

Lino ambruk tepat di depan Lia.

"Pak Lino!" pekik Lia yang kaget karena gurunya itu pingsan.

Lia pun berusaha untuk membangunkan Pak Lino namun Pak Lino masih tidak sadar. Ia pun berusaha untuk membopong Pak Lino namun ia terjatuh beberapa kali. Bagaimana pun Pak Lino sangat berat.

Lia pun masi berusaha semaksimal mungkin. Ia menyeret Pak Lino dengan hati-hati dan akhirnya Pak Lino pun kini ada di tempat tidurnya.

"Hah." Lia kehabisan nafas, keringatnya bercucuran.

Pak Lino masih tidak sadar, Lia pun berinisiatif memegang dahi Pak Lino.

"Panas."

Ya, sepertinya Pak Lino demam. Lia pun mencari-cari handuk kecil dan juga membuatkan air panas untuk mengompres dahinya agar suhu tubuhnya kembali normal.

Setelah hampir 40 menit pingsan, Lino pun tersadar, kepalanya masih terasa sakit namun tidak sesakit tadi. Ia kaget karena kini ia sudah berada di kasurnya.

Lino pun menolehkan kepalanya dan ia kaget melihat Lia, muridnya yang tengah tertidur. Lia? Jadi dia yang datang dan dia juga yang membawanya sampai di tempat tidurnya?

Lino tersenyum. Ah, muridnya ini sangat manis. Ia bahkan sangat cantik saat tertidur.

Lia terbangun, ah sepertinya ia ketiduran. Namun, ia kaget saat melihat Pak Lino sudah tidak ada di tempat tidurnya. Lia pun keluar dan melihat Pak Lino entah sedang apa di dapur.

"Pak Lino."

"Eh, Lia? Kamu udah bangun?"

"Kamu juga yang masakin saya bubur ini kan? Sini saya udah siapin buat kamu, kita makan bareng."

Lia pun pergi ke meja makan. Pak Lino pun memberikan semangkuk bubur buatannya sendiri.

"Harusnya Pak Lino yang makan, bapak kan lagi sakit."

"Ini kan saya juga mau makan."

"Bapak udah gak apa?"

"Saya udah baikan kok."

Ya, wajah Pak Lino sudah tidak sepucat tadi. Syukurlah, apa demamnya juga menurun?

"Demamnya?"

Lino pun memperlihatkan termometernya ke arah Lia.

36.4°

Syukurlah suhu tubuhnya sudah normal sekarang. Lia sangat panik sejak tadi karena gurunya yang selama ini terlihat sangat sehat tiba-tiba ambruk di depannya.

Next? Wajib vote n comment yaa💚
YOYOYOYOYYY NEXT G NIHHH ADA YG CEMBOKURRR LHOO

D̶O̶N̶T̶ NEED YOUR LOVE (LIA×JAEMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang