Segala Imajinasi tentu hanya sekadar Ekspetasi.
_________
"Ah, ta-tapi aku takut, Kak."
"....."
"O-oke."
"....."
"Arka juga?"
"....."
"Iya, Kak Reifan. Aku tutup teleponnya ya,"
Anita menutup teleponnya dan menyimpan ponselnya di saku celana jeans-nya. Ia menghela napasnya berat, tadi Reifan memintanya untuk datang di acara dinner bersama Ayah nanti malam. Jujur saja, ia takut merasa canggung nanti. Apalagi pasti ia juga akan bertemu dengan istri Ayahnya. Tapi, untungnya Arka juga diundang. Jika ia datang sendiri, pasti yang lainnya juga asyik dengan pasangannya masing-masing dan Anita sudah pasti akan menjadi nyamuk disana.
Sebenarnya sudah sangat sering Ayahnya itu mengajak Anita untuk makan malam bersama. Tapi, ia selalu menolak dengan alasan tugas kuliah yang selalu menumpuk. Namun, sekarang ia merasa tidak enak jika harus terus menolak. Ia juga merindukan Ayahnya itu.
Saat ini Anita sedang menikmati bekal makanan yang ia buat. Seperti biasa, ia memakannya di taman belakang kampus. Tidak lupa musik yang mengalun dari airpods-nya. Segalanya sudah berubah semenjak penangkapan Galen dan kematian Reva tempo hari lalu. Mendengar kabar itu, tentu saja dirinya syok.
Anita pun masih belum mengetahui kematiannya itu karena murni kecelakaan atau memang sengaja mengakhiri hidupnya. Timbul perasaan bersalah saat itu. Jika saja ia mau mencabut tuntutan Galen, Reva pasti masih hidup sekarang dan mereka berdua bisa menjadi saudara tiri yang akur.
"Kau sendiri? Dimana Arka?" Ucap seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
Anita langsung menoleh ke samping. "Masih ada kelas. Kau sudah tidak apa-apa?"
Ia tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Rasanya sakit sekali, aku kesal pada diriku. Karena, selalu mengabaikannya setelah kejadian itu."
"Andai saja aku menuruti keinginannya untuk mencabut tuntutan Galen, Reva mungkin masih berkuliah disini. Maaf, Leo."
Leo menghembuskan napasnya berat. "Entahlah, mereka memang bersalah. Kenapa jadi kau yang minta maaf?"
"Karena, kau sangat mencintainya."
"Tapi, aku juga sangat kecewa. Ah, sudah lupakan. Eh iya Anita, menurutku akhir-akhir ini Arka menjadi aneh. Dia selalu mengucapkan hal yang sama lebih dari 2x, dan sering lupa. Apa dia baik-baik saja?"
"Kupikir hanya aku yang merasa begitu. Dia selalu berkata seolah-olah orang tuanya masih hidup, apa mungkin dia masih depresi? Saat kematian Ibunya, Arka tidak seperti ini. Tapi, semenjak Ayahnya meninggal, ia jadi aneh. Aku tidak tega melihatnya terus seperti itu."
"Hmm, mungkin kau benar. Arka masih syok karena harus kehilangan kedua orangtuanya."
"Semoga saja, tapi tetap saja, perasaanku tidak enak. Aku takut kalau Arka mempunyai penyakit seperti Ibunya."
"Ibu Arka sakit? Sakit apa?" Tanya Leo dengan alis yang bertaut.
"Alzheimer." Jawab Anita
Leo diam, ia tahu penyakit Alzheimer terkadang terjadi karena faktor keturunan. Bisa jadi Arka memang mempunyai penyakit itu. Tapi, yang ia tahu Alzheimer lebih sering dimiliki oleh usia lanjut.
"Semoga saja dugaanku salah." Lanjutnya.
Leo mengangguk. "Iya, Arka pasti baik-baik saja."
_________
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑴𝒚 𝑷𝒓𝒊𝒏𝒄𝒆 𝑰𝒔 𝑨 𝑷𝒊𝒂𝒏𝒊𝒔𝒕 | 𝘃𝘀𝗼𝗼 [End]✓
Romance𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 21+ •Scene at a Glance• 𝙎𝙚𝙢𝙪𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙢𝙪𝙡𝙖 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙖𝙝 𝙡𝙖𝙜𝙪 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙟𝙪𝙙𝙪𝙡 𝙂 𝙈𝙞𝙣𝙤𝙧 𝘽𝙖𝙘𝙝. Kemampuan jari-jarinya terhadap tuts Piano itulah yang paling Anita suka. Tapi, Ketertarik...