Bab 8 - Subuh

288 5 0
                                    

Suara orang mengaji di masjid dekat villa mulai terdengar. Mang Suradi bangun dan mandi lalu keluar paviliun hendak menuju Masjid. Setiap hari Mang Suradi selalu berusaha untuk datang ke Masjid sejak orang mulai mengaji sebelum Adzan Subuh.

Mang Suradi yakin bahwa kalau ia rajin Shalat Subuh berjamaah di Masjid maka ia akan mendapat banyak rahmat dan berkah dari Allah. Mang Suradi yakin Allah akan menolongnya kelak di akhirat. Apalagi kalau Mang Suradi melakukan Shalat Qobliyah Subuh, ia akan menjadi orang yang paling kaya di dunia. Itu yang Mang Suradi kejar, menjadi orang terkaya di dunia!

Biasanya, kalau tidak ada tamu villa, setelah selesai Shalat Subuh, mereka bertiga Ibu Sepuh, Mang Suradi dan Mang Ici akan duduk-duduk di teras pavilivun sambil sarapan pagi dan ngobrol-ngobrol. Ada saja yang jadi bahan obrolan mereka. Kadang sampai tertawa terpingkal-pingkal.

Pada suatu waktu sesudah Subuh:

Mereka bertiga duduk ngobrol di teras belakang menghadap kebun sayur yang cukup banyak terisi aneka tanaman. Ada yang ditanam langsung di tanah, ada juga yang di pot, ember bekas, dan kaleng bekas apapun. Banyak orang mengenalnya sebagai Dapur Hidup dan Apotik Hidup.

Hawa yang sejuk dan cahaya matahari yang hangat membuat tanaman tumbuh subur dan sehat.

Tiga kolam ukuran satu setengah kali dua meter setinggi satu meter masing-masing berisi ikan-ikan gurame, nila dan lele cukup melengkapi kebutuhan makan mereka sehari-hari dan tamu villa. Ke pasar jarang mereka lakukan kecuali di villa bahan itu memang tidak ada.

Salah satu dinding ruang teras terdapat tiga akuarium kaca berderet-deret. Masing-masing untuk meletakkan ikan-ikan segar gurame, nilai dan lele. Akuarium yang paling besar khusus untuk ikan gurame. Ikan-ikan itu akan dimasak jika mendadak ada tamu villa di malam hari atau kalau cuaca sedang hujan. Jadi ikan yang dimasak selalu ikan segar bukan ikan es-esan.

Duduk bertiga lesehan di atas tikar Lampit, tikar rotan dari Kalimantan. Mereka bercengkrama sambil memandangi kebun yang hijau.

Menikmati sarapan pagi sepiring singkong Bogor direbus diberi taburan gula aren iris tipis. Singkong Bogor terkenal enak. Kalau direbus singkongnya pecah dan empuk. Pagi itu singkong rebus menemani minuman hangat. Hawa gunung yang bersih, sejuk, dingin dan segar, itu semua adalah surga dunia yang jarang bisa dinikmati orang.

Kalau pagi sarapannya singkong rebus atau umbi-umbian lainnya, siang nanti sayur asem, lele goreng, dan sambal terasi, malamnya pepes ikan nila. Ikan diambil dari kolam sendiri dan sayuran tinggal petik dari kebun sendiri. Itulah kesederhanaan yang selalu mereka jalani.

"Makan mewah sekali-sekali boleh juga, tapi seberapa banyak sih isi perut kita? Apalagi kalau kita bisa masak sendiri. Masakan kita lebih sehat karena tanpa tambahan bahan kimia" kata Ibu Sepuh.

"Coba deh kita bayangkan, di restoran mewah menunya ya begitu-begitu saja. Mang Suradi pasti bisa masaknya. Ici juga ahli bikin Gurame Asem Manis kan. Kalau tidak tahu resepnya tinggal buka Youtube. Tutorialnya banyak. Tinggal pilih. Ya tidak, Mang?" lanjut Ibu Sepuh. Mang Suradi mengangguk.

"Di restoran mewah harga Gurame Asem Manis bisa seratus ribu, ya Bu? Di hotel bisa dua ratus ribu. Kalau disini gratis. Paling-paling habis lima ribu buat numis saosnya," kata Ici.

"Tapi kan enak ya, Bu, orang kaya jalan-jalan terus makan enak terus," kata Ici lagi.

"Karena keseringan makan enak dan naik turun mobil terus nggak jalan kaki, ujung-ujungnya ntar bisa sakit. Kolesterollah, gulalah, macam-macam penyakit. Naudzubillah. Mamang mah minta kita semua sehat aja deh,"

"Aamiin..." serentak mereka bertiga mengaminkan ucapan terakhir Mang Suradi.

"Banyak orang mengira orang kaya itu orang yang harta bendanya banyak. Itu namanya kaya duniawi," kata Ibu Sepuh pagi itu.

Tamu Menjelang MagribTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang