Sam mengendarai mobilnya dengan kecepatan 100-140 km/jam. Ia sendirian. Sam tak peduli pada aturan bahwa di tol kecepatan maksimal 80 km/jam. Saat ini tol dalam kota sedang sepi. Sam menggunakan kesempatan itu agar ia lekas sampai di tujuan.
Sam sulit menterjemahkan bagaimana perasaan hatinya sekarang. Ada senang. Ada gembira. Ada harapan. Ada khawatir. Ada rindu. Rindunya tak berbatas. Hati Sam juga cemas, rindu itu tak berbalas.
Sam mencoba membuang prasangka buruk itu. Sam harus optimis. Yang pasti, sekarang Sam harus tiba dulu di tempat itu. Selanjutnya, takdir baiklah yang Sam harapkan.
Dua malam Sam menitipkan mobilnya di parkiran menginap Bandara. Menumpang pesawat pertama dari Samarinda ia tiba di Bandara Soekarno Hatta dan langsung mengarahkan kendaraannya ke Cisarua.
Sebelum mencapai pasar Cisarua Sam akan berbelok ke kiri ke arah Curug Cilember. Sampai disini Sam hafal di luar kepala. Setelah berbelok itulah Sam baru akan mengaktifkan gps-nya.
Sepanjang perjalanan, Sam meletakkan gawainya begitu saja di kursi kosong di sampingnya. Sangat berbahaya menyupir sambil menelpon atau berkirim pesan. Sam tahu bahwa beberapa kali ada telpon masuk. Nanti di rest area saja Sam baru akan menelpon balik kalau memang itu penting sekali dan harus segera dijawab.
Perjalanan Sam ditemani musik-musik romansa barat. Sam sebenarnya tak begitu suka mendengarkan musik. Musik apa pun. Tapi sekarang Sam sangat butuh itu untuk menemani hatinya yang ia sendiri tidak tahu bagaimana wujudnya. Sam tersenyum sendiri. Geleng-geleng kepala sendiri. Senyum lagi. Terpesona dengan beberapa peristiwa dalam hidupnya yang membawanya sampai ke sini.
Tiba di rest area Jagorawi, Sam memarkirkan mobilnya di depan mesjid. Masih cukup waktu untuk melaksanakan shalat Dhuha'. Selesai shalat Sam duduk di tangga mesjid meluruskan kakinya yang cukup pegal.
Sam membuka gawainya. Beberapa telpon masuk. Salah satunya dari Jenny. Sam telpon balik.
"Assalamu'alaikum Jenny, sayang. Ada apa telpon papi?" tanya Sam mesra. Sam sangat sayang pada Jenny putri satu-satunya dari tiga orang anaknya.
"Papi lagi ngapain?" tanya Jenny manja.
"Lagi duduk-duduk aja,"
"Papi dimana?"
"Lagi di rest area sayang,"
"Rest area mana, pi?"
"Papi udah mau sampai?" tanyanya lagi.
"Belum, ini masih di rest area Jagorawi,"
"Lagi sarapan?"
"Belum. Shalat Dhuha' dulu. Setelah itu baru sarapan. Jenny sudah sarapan?"
"Lagi,"
"Pi, papi serius sama niat papi?" tanya Jenny sungguh-sungguh.
"Menurutmu apa papi terlihat tidak sungguh-sungguh?"
"Iya siiih... Jenny cuma ingin papi tidak kecewa. Itu saja,"
"In Syaa Allah kali ini papi akan berhasil mendapatkannya,"
"Aamiin,"
"Mami kamu mendukung, kan?" Tanya Sam sambil tertawa membuat Jenny ikut tertawa.
"Ih, papi. Setelah papi tinggalkan mami, setahun kemudian mami kan sudah menikah lagi. Dan, tampaknya mami sangat bahagia dengan pernikahannya itu. Gantian dong sekarang papi yang akan bahagia. Kelihatannya sekarang papi sudah bertobat," kata Jenny tertawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tamu Menjelang Magrib
RomanceKalau ada seribu orang yang kau kenal, maka akan ada seribu cerita berbeda tentang perjalanan hidup manusia. Termasuk perjalanan kisah cinta mereka. Kisah cinta dalam cerita ini salah satu dari yang seribu itu. Dikupas secara lembut dan detail "Tamu...