Bab 20 - Mawar Mekar

317 8 0
                                    


Dira tiba-tiba sadar. Saat Dira mengangkat tangan kanannya untuk menghapus air matanya dengan tissue tiba-tiba ujung lengan bajunya yang memang agak longgar melorot ke arah siku memperlihatkan sesuatu yang selalu ia sembunyikan. Luka parut bekas luka bakar. Cepat-cepat diturunkan tangannya tapi Sam sempat melihat.

"Karena ini, Ibu?" Sam menduga sambil mengambil tangan kanan Dira.

"Saya takut, Sam," Dira mengangguk pelan suaranya lirih.

Tiba-tiba Sam mengambil tangan Dira dan mencium bekas luka di atas pergelangan tangan Dira. Dira menarik tangannya, tapi Sam menahannya. Diusapnya bekas luka itu dengan tangan kiri Sam.

"Pasti sakit sekali rasanya ya, Bu," ucap Sam lembut. Dira mengangguk pelan.

"Memasak dengan Sam ibu akan aman," bujuk Sam.

"Panggilan kedua untuk peserta nomor 9," Panitia memanggil lagi.

"Ayo, Bu. Itu sudah dua kali dipanggil," ajak Sam.

Hati Dira menolak tetapi pikiran warasnya berkata "Ia seorang Guru yang harus bisa bersikap dewasa". Tapi ia sangat takut. Dira trauma karena terkena cipratan minyak panas yang banyak itu sakitnya luar biasa. Dira sampai menjerit-jerit dan menangis. Rasanya panas luar biasa sakit dan perih. Dira tidak bisa menceritakan bagaimana bisa sampai lukanya selebar itu.

Dipandangnya Sam lama. Sam mengangguk tersenyum. Sam menggandeng tangan Dira. Entah apa yang ada dalam perasaan Dira, ia menurut saja dalam gandengan Sam berjalan menuju lapangan tempat lomba dilaksanakan.

Ketika memasuki arena lomba tepuk tangan dan sorak para Siswa memberi semangat kepada mereka meramaikan suasana. Dira memaksa senyumnya.

Sam dengan penuh percaya diri terus melangkah maju sambil tetap menggandeng tangan Dira menuju meja nomor 9.

Dira diam saja berdiri kaku dengan senyum terpaksanya. Kemudian Sam dengan lembut memakaikan celemek pada tubuh Dira yang pasrah saja. Kemudian Sam membimbing Dira yang sama sekali tidak bisa memasak dan benci memasak apalagi menggoreng. Dira terpaksa menuruti semua instruksi Sam dengan kikuk.

Saat tiba harus menggoreng, wajah Dira memucat. Sam paham. Sam memegang tangan Dira dengan lembut. Sesaat terasa tangan Dira mengejang kaku tapi Sam terus memegang tangan Dira dan membimbingnya untuk bersama-sama mencelupkan pisang yang sudah dilumuri tepung ke dalam minyak goreng panas di dalam wajan. Pasti minyaknya memercik ke mana-mana.

"Jangan dilepas, ya. Nanti kalau saya bilang lepas, baru boleh dilepas. Nggak pa-pa, Bu, pasti aman. Percaya sama Sam," bisik Sam. Dira mengangguk dan memaksa senyumnya terus mengembang.

Semua gerak-gerik Sam yang mesra membimbing Dira mencelupkan pisang berlumur adonan tepung menimbulkan spontanitas penonton untuk bertepuk tangan dan bersorak memberi semangat.

Mereka melihatnya sebagai suatu hubungan harmonis antara anak dengan Ibunya dan Ibu dengan anaknya. Hubungan yang pasti dirindukan oleh sebagian Siswa di rumahnya ketika hubungan mesra itu tidak didapat.

Lain halnya bagi Sam, kemesraan seperti inilah yang diinginkan Sam. Kemesraan yang lebih dari sekedar hubungan Siswa dan Guru. Namun Sam tahu diri.

Saat harus membalik pisang yang sudah berwarna emas di dalam minyak, tangan Sam tetap membimbing Dira. Nah, ini pun dianggap juri sebagai bentuk kemesraan anak dan Ibu. Juri memberi point paling tinggi di antara peserta yang lain.

Padahal Sam menginginkan kemesraan ini sebagai Sam dan Dira.

Bagi Dira ini adalah pengalaman baru baginya bahwa ternyata menggoreng ada caranya supaya minyak panas tidak muncrat ke mana-mana. Yang mau kita goreng itu dicelupkan pelan-pelan langsung masuk perlahan ke dalam minyak panas. Jangan dilepas dari jauh. Semakin jauh semakin muncrat juga minyaknya.

Tamu Menjelang MagribTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang