Sam mengarahkan sedannya ke arah Gambir, Jakarta Pusat. Ada sebuah rumah makan spesial masakan Betawi di sekitar wilayah itu yang masakannya sangat enak dan tempatnya juga nyaman untuk makan sambil mengobrol tanpa harus terganggu oleh keberadaan tamu lain. Kebetulan cuaca cerah Sam memilih tempat di luar bangunan utama yang cukup terjaga privasinya. Pendar lampu taman menambah suasana menjadi lebih romantis.
Sam menarik sebuah kursi untuk Dira dan ia duduk di seberangnya berbatas meja. Seorang pelayan datang membawa buku menu untuk Sam dan Dira. Setelah mencatat pesanan makanan dan minuman, pelayan itu pergi membawa kembali buku menunya.
Di perjalanan menuju Gambir tidak ada pembicaraan berat yang mereka perbincangkan. Empat puluh menit waktu bersama hanya diisi dengan nostalgia mereka saat-saat ketika Dira belum menikah. Penuh gelak tawa. Hubungan Sam dan Dira masa itu memang sedang indah-indahnya.
Saat makan malampun, obrolan mereka ringan-ringan saja. Masih seputar masa lalu yang bagus-bagus. Kalau sedang makan tentu isi obrolan harus yang bagus-bagus supaya selera makan tetap terjaga.
Selesai makan mereka mengobrol hanya sebentar. Sam langsung mengajak Dira meninggalkan tempat lalu Sam segera membayar di Kasir. Sam nampak agak tergesa.
"Ada apa Sam? Sepertinya ingin cepat pulang? Ada acara lagi?" tanya Dira hati-hati dan agak tidak enak hati.
"Ya, ada acara lagi. Tapi tidak untuk segera pulang ke rumah," Sam tersenyum. Sam berjalan mengiringi langkah Dira di sebelah kanannya.
"Kalau kamu ada acara lagi, mestinya tadi kita tidak usah pergi keluar untuk makan," kata Dira sedikit kesal.
"Aku memang ada acara lagi, tapi sama kamu, Dira," jawab Sam sambil menengok sebentar ke kiri memandang wajah Dira yang melihat sekilas kepada Sam.
"Sama aku?"
"Ya, kamu,"
Sam membukakan pintu penumpang samping pengemudi untuk Dira, setelah itu Sam memutar memasuki ruang kemudi.
"Kita mau kemana lagi?" tanya Dira heran sekaligus berdebar. Rasanya tidak enak, makan terburu-buru, selesai makan tergesa.
"Kamu ikut saja aku. Kita pergi ke suatu tempat yang pasti dijamin aman. Kamu telpon Aiza, katakan kalau kamu pulang larut bersama aku,"
"Jangan terlalu larut, Sam. Kasihan Aiza kalau harus menunggu terlalu lama membukakan pintu buat aku,"
"In Syaa Allah, tidak apa-apa. Sekali-sekali Aiza menunggu ibunya," Sam tersenyum.
Ternyata Sam membawa mereka ke Masjid Istiqlal. Dira bingung mengapa Sam mengajaknya ke tempat ini.
Sam memarkirkan kendaraan di halaman parkir, kebetulan ada satu tempat kosong lebih dekat dengan pintu masuk Masjid.
"Aku sengaja mengajakmu makan di daerah Gambir, supaya pulangnya kita bisa mengobrol banyak di Masjid Istiqlal. Kita Shalat Isya' dulu di sini, ya. Kamu bawa mukena, kan?"
Dira mengangguk.
"Karena tempat pria dan wanita cukup jauh terpisah, kita shalat sendiri-sendiri. Nanti kita bertemu di depan pintu masuk," kata Sam.
Selesai mereka Shalat Isya' Sam mengajak Dira untuk duduk di pinggir lantai selasar Masjid Istiqlal. Duduk agak menjauh dari orang-orang yang masih ada di lingkungan Masjid sehingga Sam yakin bahwa tidak ada orang yang mendengar percakapan mereka. Mereka duduk berdampingan namun menjaga jarak.
"Nadira Sam, kamu tahu kenapa aku mengajak kamu ke sini?" tanya Sam.
Dira menggeleng menatap Sam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tamu Menjelang Magrib
RomanceKalau ada seribu orang yang kau kenal, maka akan ada seribu cerita berbeda tentang perjalanan hidup manusia. Termasuk perjalanan kisah cinta mereka. Kisah cinta dalam cerita ini salah satu dari yang seribu itu. Dikupas secara lembut dan detail "Tamu...