Sam dan Dira meninggalkan Masjid Istiqlal dengan jawaban Dira yang masih menggantung apakah Dira akan menerima pinangan Sam atau tidak.
Selama di Masjid Istiqlal dan selama dalam perjalanan pulang ke rumah pikiran, perasaan dan hati nurani Dira terus saja berkecamuk seperti yang selama ini terus saja mengaduk-aduk pikiran dan perasaan Dira.
Sam dan Dira saling jatuh cinta justru saat Sam masih berstatus Siswa dan Dira Gurunya. Pada masa itu mereka sama sekali tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sangat menjaga agar rasa hati itu tertutup rapat. Masing-masing memahami statusnya.
Dira seperti menghantam sebuah tembok besar yang tidak bisa dihancurkan. Dira mempertaruhkan marwahnya sebagai Guru wanita bahkan sampai ia menjalani sekian tahun tidak lagi bekerja sebagai Guru. Dira tetap seorang Guru. Guru wanita yang perlu dijaga martabatnya.
Dira, wanita lembut yang sensitif yang mempunyai cinta pada Sam dan ingin bersama Sam namun memiliki trauma pernikahan yang sangat sulit untuk dihapus begitu saja dari pengalaman hidupnya pun membuat Dira ragu untuk melangkah.
Dira belum bisa menjawab permintaan Sam.
Lalu, bagaimana dengan Sam?
Sam telah mengikhlaskan apapun jawaban Dira karena Sam sangat yakin bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala Yang Maha Mengetahui yang terbaik buat Sam. Sam pasrah.
Namun dalam perjalanan pulang tadi di dalam mobil, Dira telah menetapkan hatinya untuk memberi jawaban pada Sam malam ini juga. Dira tidak ingin semua berakhir dalam ketidakpastian. Dira yakin bahwa Allah pasti akan menolongnya.
Ketika Sam mengantar Dira sampai di teras depan rumah Aiza, Dira menghentikan Sam yang ingin menekan bel rumah Aiza.
"Sam," Dira menghentikan Sam.
Mereka saling menatap iris mata.
"Bicaralah, Nadira Sam," hati Sam berdebar sendu.
"Demi Allah, Sam. Akuu ... aku mohon ... jangan tinggalkan aku, Sam. Aku membutuhkanmu," bergetar suara Dira, bergetar bibir Dira ketika mengucapkan itu.
Sam tertegun diam menatap iris mata Dira lebih dalam, berusaha jangan sampai ia salah mendengar yang diucapkan Dira.
Bukan kata perpisahan!
"Apa?" tanya Sam sambil mendekatkan telinga kirinya ke bibir Dira, agar Dira berbisik padanya. Sam tak yakin dengan pendengarannya.
"Aku membutuhkanmu, Sam," Dira memaksa berbisik lebih keras agar Sam mendengar.
"Bisa kamu ulang sekali lagi, Nadira Sam?" tanya Sam berbisik di telinga Dira sambil tersenyum lebar.
"Aku membutuhkanmu, Sam, untuk menjadi Imamku," ulang Dira terbata-bata dengan bisikan sedikit lebih keras dan itu membuat isak Dira berubah menjadi tangis yang ditahan.
"Maksudmu, kamu menerima pinanganku, Nadira Sam?" tanya Sam dengan suara berbisiknya menatap iris mata Dira.
"Ya," Dira mengangguk.
"Yakin?" tanya Sam.
"In Syaa Allah, aku yakin" Dira mengangguk.
"Siap menghadapi apapun bersama aku?" tanya Sam.
"Ya," Dira mengangguk.
"Siap kita bersama-sama menemukan kebahagiaan kita?" tanya Sam lagi.
"Ya," Dira mengangguk lagi.
"Siap kita melangkah bersama dan berjuang bersama membangun rumah tangga dan keluarga kita di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala?" tanya Sam. Mata Sam berpendar cahaya linangan air matanya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tamu Menjelang Magrib
RomanceKalau ada seribu orang yang kau kenal, maka akan ada seribu cerita berbeda tentang perjalanan hidup manusia. Termasuk perjalanan kisah cinta mereka. Kisah cinta dalam cerita ini salah satu dari yang seribu itu. Dikupas secara lembut dan detail "Tamu...