Tanpa sadar tubuh Dira dicondongkan ke depan dan
PLAK,
Tangan kanan Dira menampar lembut pipi kiri Sam, karena dari tadi pria ini menatap matanya terus menerus.
"Jangan liatin aja, ah, Sam!"
"Oh, maaf, Sam, maaf, maaf..." seru Dira tersadar, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, malu, menyesal lalu menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada memohon maaf. Yang ditampar malah senyum-senyum sepertinya senang, ya.
Hanya orang yang cinta yang berani menampar lembut kekasihnya.
"Ini, satu lagi, tampar yang kanan, aku mau," kata Sam memberikan pipi kanannya.
"Maaf, Saam.. aku reflex tidak sengaja," terlihat mata Dira berkaca-kaca.
"Nadira Sam, terus apalagi, syaratnya?" tanya Sam sambil mengelus pipi yang ditampar lembut oleh Dira tadi. Tidak ada rasa pedas apalagi sakit, yang ada serasa dibelai. Ah, Sam..
"Pria itu harus bisa menjadi Imamku yang setia sama aku, tidak suka membohongi aku, tidak mengekang aku, tidak membully aku, pokoknya jangan ada KDRT walaupun verbal," kata Dira berbicara cepat sambil terus menatap mata Sam.
Ups!
Dira menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
Tiba-tiba Dira menangis. Sam bingung.
Astaghfirullah,
Dira keceplosan dengan menyebut "setia sama aku, tidak suka membohongi aku, tidak mengekang aku, tidak membully aku, pokoknya jangan ada KDRT walaupun verbal".
Ternyata Dira berbicara secepat itu karena tidak bisa ia tahan lagi yang selama berpuluh tahun pernikahannya rasa sakit itu dia tahan sendiri, seperti air bah jebol dari bendungan.
"Apakah semua itu masa lalu pernikahanmu, Nadira Sam?" Sam terkejut melihat air mata Dira yang tiba-tiba mengalir. Dira mengangguk. Jebol sudah pertahanannya selama ini.
"Katamu waktu itu, pernikahanmu bahagia?" kata Sam membiarkan Dira meluapkan kesedihannya. Ditatapnya wajah Dira yang bersimbah air mata. Dira menggeleng.
Sam semakin yakin kalau Dira selama ini menutupi perasaan sakitnya. Pernikahan Dira tidak bahagia sama sekali. Itu juga yang membuat Dira selalu ragu untuk menikah kembali makanya Dira selalu berkelit ketika Sam memintanya.
Ketika masih hidup, Heri adalah seorang pejabat tinggi di Pemerintahan. Orang luar melihatnya pasti iri. Rumah besar mewah, mobil mewah, fasilitas kehidupan terjamin. Bersyukurnya Dira tidak terhanyut dalam glamournya kehidupan. Dira tetap sederhana dan menjadi guru seutuhnya. Dia juga mendidik Azzam dan Aiza dengan tonggak agama yang kokoh.
Di masa lalu Sam pernah dua kali melihat Heri, suami Dira, keluar dari kamar sebuah hotel dengan perempuan yang berbeda yang Sam tahu bukan perempuan baik-baik melihat dandanan dan tingkah lakunya. Ketika itu Sam sedang bersama keluarga dan anak-anaknya berlibur.
Belum lagi obrolan para pejabat dan pengusaha yang membicarakan keburukan kelakuan Heri. Dira bukan tidak tahu kalau banyak perilaku Heri yang tidak bisa diteladani. Sam tahu itu.
Dibiarkannya Dira menangis sampai puas.
"Maaf, Sam, tidak seharusnya aku membuka aib suamiku sendiri," kata Dira menghapus air matanya.
"Kalau itu membuatmu lega," kata Sam
Dira kesulitan untuk membendung air matanya yang sudah terlanjur tumpah. Dira berusaha untuk menghentikannya. Walaupun tidak bersuara keras, tapi isaknya terlanjur mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk melihat apa yang terjadi dengan Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tamu Menjelang Magrib
RomanceKalau ada seribu orang yang kau kenal, maka akan ada seribu cerita berbeda tentang perjalanan hidup manusia. Termasuk perjalanan kisah cinta mereka. Kisah cinta dalam cerita ini salah satu dari yang seribu itu. Dikupas secara lembut dan detail "Tamu...