Bab 30 - Dua Hati

416 6 1
                                    


Setibanya Sam di rumah Jenny, Jenny sudah menyiapkan makan siang buat Sam di halaman terbuka di belakang rumah. Seluruh dinding halaman dibangun tinggi dan penuh ornamen batuan tebing yang sarat dengan bermacam tanaman serta sebuah air terjun yang mengalir dengan suara gemericik menyejukkan perasaan. Di bawah air terjun ada kolam dengan banyak ikan koi yang berenang-renang. Ya, mereka sering berpiknik disitu. Tempat itu adalah favorit Sam

Ikan Kue berbumbu baru saja diletakkan Jenny di atas panggangan besi dengan bara arang batok di bawahnya. Tinggi panggangan sepinggang Sam akan memudahkan Sam untuk membakar dan membolak-balik ikan supaya matangnya merata dan mengipasinya. Di meja sudah tersedia Sambal Dabu-Dabu dan beberapa lauk lainnya. Sangat menggugah selera Sam untuk makan lagi. Padahal perutnya masih cukup kenyang ketika tadi makan di Gadog. Tapi daripada Jenny marah masakannya tidak dimakan Sam, dan kalau sudah marah bisa berhari-hari Sam tidak dihubungi, terpaksalah Sam harus ikhlas mengorbankan lambungnya untuk diisi lagi minimal satu ekor ikan Kue harus habis.

Sambil menunggu Jenny merapikan dapur mereka mengobrol karena pintu dapur langsung menuju tempat piknik itu.

"Gimana perjalanan Papi tadi? Lancar?

"Alhamdulillah lancer,"

"Asik dong Pi, berdua sama yayangnya," goda Jenny

"Iyalah, deg-degan terus ... hahahahaaa ... " Sam tertawa geli sendiri.

"Tapi nggak dicolek-colek 'kan?" lanjut Jenny lagi menggoda Papinya.

"Alhamdulillah nggak. Haramlah. Belum Muhrim," jawab Sam.

"Ya, makanya dicepetin dong jadi Muhrimnya," seru Jenny.

"Biar Jenny punya Ibu baru. Hebat ya, Papi, umur 58 tahun sudah mau empat kali nikah. Kok bisa sih, Pi?" Jenny terus menggoda Sam.

"Sudah, ah, masa lalu Papi jangan kamu ungkit lagi. Itu kelakuan tidak betul itu. Jangan ditiru sama anak-anak Papi, ya. Awas."

"Nama yayangnya Papi siapa, Pi?" tanya Jenny. Padahal sebenarnya Jenny sudah tahu. Tahu sangat banyak. Sssstt ... Cuma menguji Papinya saja.

"Nadira Sam Indirarini,"

"Bisa ada Sam-nya juga ya, Pi. Jangan-jangan Papi cinta sama Ibu Dira karena namanya sama-sama ada Sam-nya,"

"Ya, nggaklah, sayang. Awalnya tuh yang Papi tahu namanya Ibu Dira. Itu juga tahunya dari teman, 'kan papi lihatnya cuma dari jauh saja. Papi juga heran kenapa bisa langsung jatuh cinta ya..,"

"Cinta pada pandangan pertama," kata Jenny tertawa.

"Terus pas ada kesempatan Papi tanya langsung ke Ibu Dira itu, nama lengkapnya siapa? Bukan dijawab eeee.. malah disuruh cari sendiri, terus Papi ditinggal pergi, 'Kan jadi tambah penasaran, ya,"

Mereka tertawa geli sendiri.

"Pi, Jenny mau nanya, nih," tanya Jenny yang sekarang sudah duduk berhadapan dengan Sam berbatas meja makan. Ditatapnya mata Sam.

"Papi lihat mata Jenny dong," perintah Jenny sambil memegang dagu Papinya dan mengarahkan wajah Papinya ke wajah Jenny.

"Iya, ini Papi lihat mata Jenny. Mau Tanya apa, cantik?" Sam tersenyum.

"Papi betul-betul serius sama Ibu Dira?"

"Aduuuuh... harus berapa kali Papi bilang sama kamu, sayangkuuu... Papi serius. Sangat serius!" Sam tersenyum.

"Papi nggak bercanda 'kan?"

"Hahahahaaaa... Jenny.. Jenny ... mesti berapa kali lagi sih Papi ngomong sama kamu, hah!?" kata Sam tertawa sebenarnya kesal seperti tidak dipercaya. Mentang-mentang ....

Tamu Menjelang MagribTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang