Bab 24 - Kejutan

299 6 1
                                    


Goreng Pisang Cinta, persis seperti yang ia terima setiap sore tiga hari terakhir ini dan yang pagi ini luar biasa, disertai Mawar Merah Mekar!

Pertama sekali Dira menerima kiriman goreng pisang itu, perasaan Dira sangat senang. Pastilah. Itu salah satu jajanan makanan kesukaan Dira. Apalagi tingkat kematangan buahnya pas, rasa tepung adonan juga pas, digoreng dengan garing tapi tidak gosong, warna keemasan yang cantik dengan toping yang semakin menambah selera untuk memakannya.

Hari kedua perasaan Dira masih biasa, senang, walaupun agak sedikit heran. Mengapa tamu villa itu mengirim makanan yang sama sampai dua kali berturut-turut. Biasanya kalau seseorang memberi sesuatu pasti berbeda di hari yang berbeda. Kemarin pisang goreng, hari ini singkong rebus, besok talas kukus. Begitu.

Ya sudahlah, Dira bersyukur saja ada yang memberi makanan. Dira senang karena tak perlu membeli camilan kesukaannya. Dan lebih senang lagi karena seluruh Santri dan Pengurus Pesantren juga dapat mencicipi goreng pisang yang sama. Tamu itu mengirim banyak sekali.

Pada hari ketiga tetap senang tapi mulai risau. Karena ada kiriman juga sekuntum Mawar yang masih kuncup.

Tamu yang aneh. Apa tamu villa itu tahunya ya cuma pisang goreng? Oh tidak, ternyata tamu villa itu juga mengirimkan kolak pisang satu panci besar. Tentu saja panci yang ada di Paviliun digunakan untuk membawa kolak itu ke Pesantren.

Cerita Mang Suradi tamu villa itu ikut mengantarkan ke Pesantren. Kenapa dia tidak mau berkenalan langsung dengan Ibu Sepuh?

Kata Mang Suradi, tamu itu menunggu di parkiran dekat Toko Souvenir. Padahal Ibu Sepuh sempat ke parkiran ketika mengantar Aki Banu pulang. Bahkan sempat juga duduk di bangku panjang Mang Damar penjual jagung bakar menunggu pesanan.

Kata Mang Suradi juga tamunya itu duduk di bangku panjang. Jangan-jangan tamu villa itu adalah orang bertopi yang duduk di ujung bangku memandang ke jalan raya memunggungi Ibu Sepuh.

Ah, sudahlah Ibu Sepuh baru ingat kalau ia sama sekali belum pernah melihat wajah tamu itu meski cuma fotonya.

Dan pagi ini di hari keempat setelah menerima kiriman dari tamu villa, sepucuk surat dan Bunga Mawar merah yang sedang mekar, perasaan Dira menjadi bertambah gelisah. Pikiran Dira mempertimbangkan untuk segera mengambil sikap.

Rasanya tidak mungkin mendadak kata-kata itu muncul lagi setelah sekian puluh tahun kalau itu bukan dari Sam. Pasti Sam. Tapi apa yang akan diperbuat Sam? Sam punya rencana apa mengirimi Dira sampai empat hari berturut-turut dan diakhiri dengan sekuntum Mawar merah yang sedang mekar? Hati Dira teraduk-aduk.

Berkali-kali Dira terhanyut dengan perasaannya terhadap Sam. Jujur Dira mencintai dan menyayangi Sam layaknya seorang wanita kepada seorang pria. Namun berkali-kali juga Dira mencoba menepis perasaan itu dan menghindar dari Sam karena Dira sadar adalah sebuah kesalahan besar jika Dira mengembangkan perasaannya itu menjadi sebuah keinginan untuk memiliki Sam. Banyak perbedaan yang tidak bisa dijembatani.

Setelah bertahun yang lalu, tidak mungkinlah "bocah" itu datang lagi. Mana berani? Dira pernah "mengusir"nya dulu. Atau, dia akan nekat? Dira tahu Sam adalah seorang yang pantang menyerah.

Dira teringat ucapan-ucapan Sam ketika di Rumah Jogjogan dulu lama sekali. Dira sangat mengkhawatirkan ini. Pikiran-pikiran Dira berkecamuk tiada henti.

Peristiwa "pengusiran" Sam di Rumah Jogjogan menjadi titik tolak Ibu Sepuh untuk meninggalkan urusan duniawinya untuk lebih memantapkan urusan akhiratnya.

Kenapa juga harus villa ini yang Sam sewa? Kebetulan sajakah Villa Pelangi ini yang paling cocok untuk ditempati selama Sam melakukan pekerjaannya atau ia mendapat rekomendasi dari tamu villa lainnya?

Tamu Menjelang MagribTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang