Bab 19 - Kabur

294 7 0
                                    


Selesai Shalat Isya' dan makan malam Ibu Sepuh langsung masuk ke kamarnya untuk istirahat. Tapi matanya belum bisa terpejam. Sebenarnya siapa ya tamu villa yang namanya Pak Sam ini? Kok sampai mengirim bunga Mawar kuncup. Besok Mawarnya Mekar.

Kalau dipikir-pikir, bunga Mawar itu kan lambang cinta. Bagi Ibu Sepuh itu sangat mengganggu. Ibu Sepuh menelpon Mang Suradi mencari kepastian.

"Assalamu'alaikum, Mang Suradi,"

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Ibu,"

"Maaf, Mang kalau Ibu mengganggu,"

"Tidak, Bu. Kebetulan lagi mengobrol saja sama Neng Ici Bidadari Akang,"

"Mau tanya saja, Mang, nama lengkap Pak Sam itu siapa, ya?"

"Samuel ... Siapa ya, aduuuh, Mamang lupa. Coba nanti Mamang tanya dulu, ya, Bu,"

"Tidak usah, Mang. Ini sudah terlalu malam. Pak Sam meninggalkan fotokopi KTP tidak?"

"Tidak, Bu. Hmm... si Mamang teh lupa minta. Tapi waktu itu sih dikasih lihat ke Mamang KTP aslinya. Cuma Mamang lupa nama lengkapnya, panjang, Bu. O iya sebentar, Mamang lihat di buku tamu, ya. Waktu itu Pak Sam menulis sendiri, kok," Ici mengambilkan buku tamu villa.

"Yaaah, Ibu, maafin Mamang lagi ya. Mamang teledor. Disini tulisannya cuma Sam Ka-I, begitu saja, disingkat. Maaf, ya, Bu?" kata Mang Suradi tidak enak hati pada Ibu Sepuh. Kenapa juga Mang Suradi jadi kurang teliti, ya.

"Oooo... Sam Ka-I begitu saja? Disingkat. Ya, sudah, nggak pa-pa. Mang Suradi menyimpan nomor hape Pak Sam, 'kan. Tolong kirim ke Ibu, ya,"

"Baik, Ibu, sekarang juga Mamang kirim,"

"Ya, sudah, Mang, terima kasih. Salam buat Neng Ici. Jangan lupa besok tanyakan nama lengkapnya, ya Mang. Wassalamu'alaikum,":

"Baik, Ibu. Maafin Mamang ya, Bu. Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabaraktuh,"

Ibu Sepuh menyimpan nomor hape Pak Sam di memori kontaknya. Jadi, Ibu Sepuh bisa melihat foto depannya.

Yaaaah....., malah foto mobil .... Tidak ada foto wajah sama sekali. Lihat statusnya juga tidak ada.

- -- ---

Sudah tiga malam Ibu Sepuh tidur di Pesantren. Sekarang hari keempat. Pagi-pagi sekali Mang Suradi sudah datang mengantarkan goreng pisang lagi kiriman ke-empat dari Pak Sam.

"Pak Sam itu kok ya repot-repot terus begitu. Ibu jadi nggak enak deh, Mang,"

"Kata Pak Sam biar Ibu tambah sehat harus banyak makan goreng pisang bikinan Pak Sam. Begitu, Bu,"

"Buah pisang barangkali bukan goreng pisang. Kalau banyak makan goreng pisang yang ada Ibu tambah gemuk nanti," kata Ibu Sepuh tertawa.

"O, iya, Bu, maaf, tadi sebelum berangkat ke Pesantren Mamang sudah tanya ke Pak Sam nama lengkapnya. Tapi Pak Samnya diam saja malah menelpon sepertinya penting sekali. Terus Pak Sam buru-buru berangkat. Pak Sam cuma bilang kiriman ini sekarang juga harus diterima Ibu Sepuh. Nah, Mamang langsung berangkat,deh,"

"Jadi, sekarang Pak Sam tidak ada di villa? Sampai kapan?"

"Berapa lamanya Mamang tidak tahu, Bu. Pak Samnya sih tadi sempat bilang mungkin seminggu,"

"Oh, ya sudah,"

Kali ini Ibu Sepuh menerima dua kotak yang dikirim Pak Sam.

Ketika Ibu Sepuh membukanya, Ibu Sepuh tertegun. Satu kotak berisi tiga potong goreng pisang seperti biasa dan yang satu kotak lagi berisi setangkai bunga Mawar merah yang sudah mekar! Di bawah bunga ada surat. Dibukanya surat itu, tertulis

Tamu Menjelang MagribTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang