Sam teringat ucapan Mang Suradi semalam.
"Biasa, Pak, tidur di tempat baru memang suka bikin susah tidur. Tapi nanti lama-lama jadi betah, deh," Sam tersenyum sendiri.
- -- ---
Semalam Sam cuma tidur satu jam!
Sam baru bisa tidur ketika waktu mendekati jam dua belas malam. Dalam tidurnya pun yang ada hanya pikiran-pikiran yang simpang siur dan itu membuat kepala Sam serasa mau meledak.
Terbangun jam satu pagi dan tidak bisa tidur lagi. Tubuh Sam hanya berbolak-balik di atas kasur. Pikirannya masih saja melayang kemana-mana. Kepalanya berdenyut. Pening. Punggungnya menjadi terasa tidak nyaman. Panas dingin. Suasana hati Sam terpengaruh.
Sam merasa masa lalunya amat sangat buruk. Kacau. Sam merasa rendah dan tak punya harga jika ia nanti harus berhadapan dengan wanita itu.
Berbagai peristiwa yang akhirnya menyebabkan delapan tahun terakhir Sam tinggal di dua kota berjarak ribuan kilometer.
Setelah peristiwa demi peristiwa dihadapi Sam, Sam menutup kantornya. Kantor dan rumah-rumah yang ada di Jakarta dijual semua. Bersih.
Meninggalkan kehidupan lamanya, menghapus semua catatan buruknya, dan memulai kehidupan barunya di Samarinda. Sendirian!
Selanjutnya hari-hari Sam hanya disibukkan dengan bekerja dan bekerja. Sam berharap rimba Kalimantan bisa melupakan semua.
Di Samarinda Sam tinggal di rumah mungil yang letaknya di samping kantor barunya. Rumah serba minimalis namun artistik dan sehat. Rumah mungil itu mempunyai teras dan taman kecil tempat favorit Sam untuk membaca atau sekedar melamun sambil merokok suatu kebiasaan buruk yang belum bisa dihilangkan sama sekali.
Di Jakarta Sam memilih tinggal di apartemen kecil di daerah Cibubur. Bebas dari hiruk pikuk kenangan lama.
Ke Jakarta pun Sam datang sesekali saja jika ada keperluan dan juga karena Jenny tinggal di Jakarta. Sam sebenarnya cuma tak ingin jauh dari Jenny.
Di umur enam belas tahun Sam mengalami kekecewaan yang sangat berat karena seorang wanita. Sampai sekarang Sam masih merindukannya dan terus merindukannya. Sam mengalami patah hati yang sangat mendalam.
Foto wanita itu masih terus tersimpan rapi di galeri handphonenya. Setiap kali mengganti handphone baru foto wanita itu tetap ada. Sam sering merasa ia bagaikan Pungguk merindukan bulan.
Dua hari lalu Sam akan berangkat ke Samarinda. Sam sudah memasuki ruang tunggu penumpang. Waktunya ia gunakan untuk ngobrol dengan Jenny di telpon.
"Jenny sayang Papi. Jenny cinta Papi. Papi bahagia, Jenny lebih bahagia. Meski Papi dulu ninggalin Mami. Tapi itu kan masa lalu. Lupakan aja, Pi. Mami juga sudah bahagia kok sama Oom Christian. Jenny sudah cerita ke Mami semua yang Papi ceritakan ke Jenny. Jenny sudah tanya Mami juga. Dari dulu Mami sudah memaafkan semua kesalahan Papi. Mami nggak marah lagi sama Papi. Mami mendukung dan mendoakan untuk kebahagiaan Papi. Sangat mendukung malah. Papi harus kejar cinta sejati Papi,"
"Kalau Papi sungguh-sungguh dengan niat Papi ingin menikahi dia, Papi harus ceritakan semua masa lalu Papi sama dia, Pi. Jangan yang bagus-bagus aja yang Papi ceritain. Tapi, semua yang jelek-jelek juga harus Papi ceritain. Itu kan masa lalu Papi. Jangan sampai ada yang Papi tutup-tutupi lalu dia mendengar yang buruk dari orang lain. Nanti tambah nyesel Papinya," kata Jenny.
"Papi takut ditolak lagi, sayang," kata Sam cemas.
"Emang Papi pernah nembak?"
"Pernah, dulu. Duluuu banget. Papi dicuekin. Dijawab iya nggak, dijawab nggak juga nggak. Tapi terus dia nikah sama orang lain," Sam tertawa pahit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tamu Menjelang Magrib
RomanceKalau ada seribu orang yang kau kenal, maka akan ada seribu cerita berbeda tentang perjalanan hidup manusia. Termasuk perjalanan kisah cinta mereka. Kisah cinta dalam cerita ini salah satu dari yang seribu itu. Dikupas secara lembut dan detail "Tamu...