CHAPTER 6: DISNEYLAND PARK

52 12 6
                                    

Happy reading!💛

Chapter 6 — Disneyland Park

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 6 — Disneyland Park

"Bye!" akhir the boys masuk ke dalam loket check in seraya melambaikan tangan kepada keempat orang di belakang mereka.

"Take care!" teriak Daniel di acungi ibu jari oleh Jonah.

Setelah the boys tak terlihat lagi dari pandangan mereka, Daniel, Dinda, Bellova, dan Noah keluar dari bandara yang ramai akan penumpang. Rencananya, selepas ini, mereka akan mengunjungi kantor polisi untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyelidikan dompet Dinda yang hilang dua hari yang lalu. Untungnya, dia telah memberitahu pihak bank untuk memblokir kartu ATM miliknya. Untuk Daniel sendiri, ia tidak bisa pulang ke Washington DC. Karena, semua tiket transportasi telah habis terjual dan kemacetan parah terjadi dimana-mana.

Mereka melangkah memasuki parkiran mobil. Banyak orang yang bergegas meninggalkan parkiran mobil dan mengucapkan salam perpisahan. Daniel ingin sekali merayakan Natal tahun ini bersama keluarganya di Washington DC, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun setidaknya, ada Dinda dan anak-anaknya yang akan merayakan Natal bersama dengan dirinya.

Ketika keempatnya telah memasuki mobil, Daniel langsung mengemudikan mobil keluar dari Bandara Internasional Los Angeles. "Setelah pergi ke kantor polisi, kemana lagi kita akan pergi? Pulang?" Dinda menanyakan tujuan mereka selanjutnya, selepas menanyakan keberadaan dompetnya yang kemarin di laporkan hilang entah kemana.

"Bagaimana jika kita pergi ke Disneyland Park?" usul Daniel membelokkan setir ke kiri.

"Good idea, Dad," ucap Noah mengacungkan kedua ibu jarinya.

"What?!" pekik Dinda mendengar ucapan Noah. Ia tak percaya atas kata-kata terakhir putranya itu.

Sepanjang ini, balita tersebut hanya dapat mengucapkan kata "Mommy", "Kabells" (panggilan untuk Bellova), dan "Grandma" saja. Itu pun belum sepenuhnya lancar. Namun untuk kata "Dad" atau "Daddy", Dinda belum mengajarinya sama sekali. Jangankan menulis kata-kata itu di depan sang putra, mengajari cara berbicaranya saja tidak.

Bellova yang sejak tadi mencatat di atas diarynya ikut terkejut atas jawaban Noah yang diberikan kepada Daniel, ia melirik ke arah Dinda. "Anjir, padahal ga ada yang ngajarin dia ngomong gitu," gumamnya.

Hati Daniel merasa tersentuh, ketika mendengar Noah mengatakan "Dad" sebagai panggilan yang diberikan kepada dirinya. "Say again, boy."

"Daddy." Daniel terkekeh. Tangan kirinya terjulur mencubit pelan pipi Noah, balita yang duduk di atas pangkuan sang Ibu itu pun tertawa kecil. Selepas itu, Dinda menghujani seluruh wajah Noah dengan kecupan-kecupan kecil—sebagai tanda kasih sayang.

"Tumbuhlah menjadi anak yang cerdas, Noah," ucap Daniel memberi harapan penuh kepada balita yang memiliki mata biru laut sama sepertinya. "Dan..., Aku tak keberatan jika kau memanggilku "Dad". Malah hatiku terasa tenang, nyaman, dan sejuk mendengar kata itu."

Angel & the SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang