Happy reading!
Chapter 9 — Package
Dinda membuka matanya secara perlahan. Menangkap tv yang menyala—menayangkan film Twilight yang terlantar akibat mereka ketiduran, api masih berkobar di dalam perapian, dan pria tengah tertidur nyenyak di pangkuannya. Melirik jam dinding yang terpampang jelas menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia sedikit menggerakkan badannya, mencari posisi senyaman mungkin. Mengucek mata perlahan, lalu tangannya bergerak menepuk-nepuk pipi Daniel.
"Giraffe, wake up!" lirihnya sesekali mengguncangkan badan Daniel.
"Hm." Daniel mengerjapkan kelopak mata, bangun dari posisinya, dan bersandar pada meja. "Jam berapa sekarang?"
"Tujuh," jawab Dinda singkat. "Kita harus bersiap-siap menghias pohon Natal dan membersihkan rumah, Daniel."
"Memangnya sekarang tanggal berapa?" Dinda melongo, bagaimana bisa Daniel lupa tanggal? Padahal, kata Jonah, Daniel selalu ingat akan tanggal. Jangankan tanggal, rumus matematika saja masih mengingatnya.
"Oh, jadi umurmu sudah tua, ya? Tapi perawakanmu masih seperti remaja," ledek Dinda berkacak pinggang.
"Aku sungguh lupa."
"Dua puluh empat, Tuan Seavey." Daniel menepuk jidatnya, sementara Dinda melemparkan tatapan datar sembari menggelengkan kepala.
Senjata telah memakan Tuannya sendiri. Bagus. Sangat bagus, Daniel.
"Kenapa kau tak memberitahuku dari tadi?"
"Kukira kau mengingatnya. Lagipula, kau juga tidak bertanya padaku, Seavey. Sudahlah, tak ada gunanya kita berdebat. Karena, kita tak mencalonkan diri sebagai Presiden."
"Nah! Memang seharusnya tidak seperti itu. Aku mandi dulu. Bye!" akhir Daniel berlari menaiki tangga setelah meninggalkan Dinda seorang diri di ruang tamu.
"Sabar, Din. Tuh cowok, sifatnya emang bener-bener nguji kesabaran lu! Seharusnya lu bersyukur, karena dia dah ngijinin lu nginep di rumahnya bareng Bells ama Noah. Tapi kok, gue kek di jadiin korban kejahilannya gini ye bukan kek tamu yang bener-bener tamu gitu?" gumam Dinda.
Gara-gara dompet juga jadi kek gini.
Dinda bergegas membereskan ruang keluarga. Meletakkan semua barang yang berceceran di lantai. Memindahkan bantal—berbentuk persegi—yang berada di atas pangkuannya ke atas sofa, mematikan TV dan DVD, kemudian membuang bungkus cokelat ke tong sampah dekat di samping perapian, dan yang terakhir membawa kedua cangkir bekas semalam ke dapur.
Mencucinya sampai bersih hingga terlihat mengkilap seperti barang baru. Kemudian, meletakkan wajan di atas kompor. Menuangkan minyak goreng di dalamnya dan memanaskan minyak tersebut di atas api kompor. Ia pun segera membuat sarapan.
Mungkin hanya French Toast saja untuk pagi ini, karena rasa malas telah menguasai dirinya.
Di mulai dari mengambil semua bahan yang ada di dalam kulkas. Lalu mengocok telur, vanila dan kayu manis di piring yang dangkal. Mengaduk susu. Kemudian, mencelupkan roti ke dalam adonan telur, balik untuk melapisi kedua sisinya secara merata. Selanjutnya, memasak irisan roti di atas wajan antilengket yang diolesi sedikit minyak dengan api sedang sampai kedua sisinya berwarna kecokelatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel & the Secrets
Fiksi PenggemarPrevious title: Los Angeles "Hidup itu memilih dan dipilih. Keuntungan dan resiko mengikutinya dari belakang." *** Berawal dari kehilangan dompet, Adinda Putri mendapatkan pertolongan dari Daniel Seavey. Namun, rasa curiga tiba-tiba muncul dalam ben...