Di dalam kamar yang cukup luas terlihat seorang pemuda tengah bergelung nyaman di dalam selimut tebalnya. Pagi ini sangat dingin. Bahkan beberapa jam yang lalu sempat turun salju. Tidak heran,mengingat ini sudah masuk akhir taun,musim dingin pun melanda kota tersebut.
Tidak lama kemudian jam weker di sampingnya berbunyi nyaring. Pemuda itu menggeliat,rupanya tidur sang pangeran terganggu. "Apasih...ganggu." Gumamnya tidak jelas. Tanggannya terjulur meraba nakas di sampingnya,berniat untuk mematikan jam itu.
Plak! Plak!
Tangannya memukulnya beberapa kali,tapi jam weker itu tak kunjung berhenti. Ia kembali memukulnya lebih keras. Tetapi jam itu terus berbunyi. Ia mengeram marah. Pemuda itu sedikit menegakkan kepalanya dan matanya memicing ke arah jam wekernya. Kemudian,
Bugh!
Prankk!
Pemuda itu tersenyum puas saat melihat jam wekernya kini hancur berkeping-keping diatas lantai. Akhirnya benda itu mati. Ia kembali membaringkan kepalanya dan terlelap. Baru beberapa menit,tidurnya kembali terusik oleh suara nyaring sang mama.
"AKHTAR! KENAPA JAM NYA BISA PECAH?!" Pemuda itu menutup kedua telinganya. Alaram sesungguhnya sudah tiba,batinnya.
"Cepat bangun dan turun untuk sarapan! Engga ada tapi-tapian atau nego-negoan waktu! Cepat bangun!" Tegas Alena menarik selimut sang anak. Sedangkan Akhtar hanya bisa pasrah. Ia menyesal pulang ke rumah utama.
Dengan langkah gontai ia bangun dan menuju kamar mandi. Lima belas menit ia sudah siap dengan baju santainya. Dengan mata sipit khas bangun tidur,Akhtar berjalan menuju ruang makan.
Ia memperhatikan sekitar, rumah ini masih sama. Mewah dan elegant dengan hiasan tanaman disetiap sudut ruangan. Dan jangan lupakan pigura-pigura yang tertata rapi di dinding. Dan hampir setengahnya adalah foto Akhtar saat kecil. Ia meringis,kasihan sang nenek,tidak punya cucu lain selain dirinya.
Memang,Amadeo dan istri nya hanya memiliki dua anak. Farzan-papah Akhtar- dan adik perempuannya yang saat ini sedang menyelesaikan studinya di London,Inggris. Alhasil di rumah besar ini,hanya berisi tuan dan nyonya besar,beserta pelayan-pelayannya. Itu alasan mengapa ia sangat takut jika dibawa menemui sang nenek. Wanita itu akan sangat posesiv kepadanya.
Sampai di ruang makan,ia melihat sang omah yang sudah duduk dikursinya. Wanita yang terlihat anggun itu tersenyum ke arahnya. Sedangkan dikursi utama,ada Amadeo yang sudah menyantap makanannya.
"Good morning my grandson. Come here,sit by me," Akhtar berjalan mendekat dan duduk disamping neneknya. "how did you sleep last night,soundly?" Lanjutnya bertanya.
"Cukup nyenyak mah." Saut Akhtar tersenyum hangat. Akhtar melirik kearah sang kakek yang terlihat acuh tak acuh dengannya. Ia mendengus kesal.
"Habiskan sarapanmu Fa." ucap Alena meletakkan makanan di depannya. Mereka pun makan dalam diam.
Beberapa menit berlalu akhirnya mereka selesai dengan sarapan masing-masing. Alena berdiri dan membereskan semua yang ada dimeja makan.
"Kamu di sini berapa hari lagi Fa?" Tanya sang omah membuka pembicaraan.
"Dua hari lagi mah."
"Cepat sekali?! Bisa diperpanjang tidak? Omah masih rindu denganmu." Wanita itu terlihat sedih.
"Maaf omah...liburan Akhtar sebentar lagi berakhir,dan masih banyak yang belum Akhtar siapkan." ucapnya sendu,mencoba memberi pengertian kepada wanita itu.
"Tap—"
"Sudahlah my wife, biarkan cucumu itu pulang. Dia sedang jatuh cinta kau tau? Dan ingin mengejar cintanya di Indonesia." Akhtar tersentak mendengar ucapan sang kakek. Bisa-bisanya orang tua itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Naefa [Selesai]
Teen FictionWARNING❗SEDANG DIREVISI SECARA BRUTAL❗ 15+ "Akhh...akhh" Nata "jangan mendesah didepan gue!!" Reyfefa "akh akh akhh..." Nata "gue bilang jangan mendesah didepan gue,lo tuli?!!" reyfefa "itu nama depan loh ogeb!!" Nata ...